• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Resensi Buku: Sejarah Otentik Politik Nabi Muhammad

“Sungguh jelas bahwa kekhalifahan-kerajaan tidak muncul dari Islam. Abu Bakar maupun Umar bukanlah Khalifah. Keduanya adalah penerus sunnah Rasulullah Saw. dalam memimpin umat Islam dan mengatur urusan-urusan mereka.” (hal. 63)

Hilmi Abedillah by Hilmi Abedillah
2021-07-11
in Keislaman, Kitab Kuning, Uncategory
0
Resensi Buku: Sejarah Otentik Politik Nabi Muhammad

Resensi Buku: Sejarah Otentik Politik Nabi Muhammad

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Membaca buku ini seperti merevisi data sejarah politik yang ada dalam pikiran pembaca. Bagaimana cara melihat khulafa rasyidun beserta sejarah otentik politik Islam. Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah representasi Islam, pemimpin yang menjunjung tinggi moral Islam. Mengapa Usman dan Ali bin Abi Thalib tidak dibahas di sini?

Sedangkan Muawiyah adalah representasi dari kerajaan. Pemimpin yang bersikap keras dan berhati kasar terhadap orang lain serta dengan mudah mengalirkan darah demi kekuasaan. Bani Abbasiyah melegitimasi kepemimpinannya dengan memesan sejarah kepada Ibnu Hisyam.

Penulis sejarah nabi paling awal, Muhammad bin Ishak, ditenggelamkan karyanya karena tidak berpihak kepada para penguasa. Malik bin Anas, guru besar fikih mendiskriminasi Muhammad bin Ishak. Ini terjadi karena Anas dikritisi atas tindakannya terhadap perempuan yang menurut masyarakat Madinah waktu itu bukan miliknya. Juga Hisyam bin Urwah yang iri kepada Ibn Ishak karena telah meriwayatkan hadis dan informasi dari istri Hisyam. Akhirnya mereka menuduh Muhammad bin Ishak sebagai Syiah (oposisi) ataupun Muktazilah (sesat).

Buku Al Ahkam as Sulthaniyah disinyalir lebih berpihak kepada kesultanan Buwaihi daripada Islam. Karya Al Mawardi ini banyak diposisikan sebagai buku terbaik yang membahas pemerintahan Islam. Namun isinya tidak ada empati terhadap Islam atau kesadaran akan hakikat Islam sedikit pun. (hal. 52)

Penguasa diperkenankan untuk tidak berpihak kepada rakyat dan rakyat tetap harus mematuhinya. Pendapat ini tidak bisa diterima akal. Al Mawardi sendiri tidak disukai oleh ahli fikih dan ulama pada zamannya. Mereka mencela keamanahan dan ilmunya.

Baca Juga: Melawan Melalui Lelucon

Ibnu Khaldun menolak gaya kepemimpinan Mulk yang tidak memiliki aturan/perundang-undangan. Hal ini mengakibatkan munculnya kesewenang-wenangan, tirani, dan penindasan terhadap rakyat. Undang-undang yang dibuat oleh cendekiawan, negarawan, dan orang bijak adalah siyasah diniyah. Sedangkan hukum yang dibuat oleh Allah yang bermanfaat di dunia maupun akhirat, dinamakan siyasah syar’iyah.

Bentuk pemerintahan terbaik menurut Ibnu Khaldun adalah khilafah. Kekhalifahan adalah penguasa yang menerapkan hukum-hukum syara’. Ibnu Khaldun adalah seorang ahli fikih. Semua keputusan khalifah menganut pada ahli fikih. Selama keputusan yang ada mendukung mereka maka itu diterima, walaupun penguasa tersebut fasik, pembunuh, dan suka mengalirkan darah.

Politik Islam adalah akhlak. Umat Islam tidak akan pernah berhasil secara politis, jika akhlak mereka belum baik. Rasulullah tidak mendirikan negara, namun membangun umat. Jalan yang digariskan adalah Islami, syura’ (musyawarah), serta kemerdekaan dan nurani. Nurani dalam Islam adalah senantiasa bangkit, sadar, dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sama saja sarana pemerintahan disebut khilafah, kerajaan, kepresidenan, kesultanan, ataupun yang lainnya, selama berjalan di jalan petunjuk Islam yang terus berusaha mewujudkan idealisme naungan petunjuk Nabi Saw. yang terang benderang.

Data Buku:
Judul : Sejarah Otentik Politik Nabi Muhammad Saw: Dari Dakwah Mekah Hingga Piagam Madinah
Judul Asli : Dustur Umat Islam: Dirasat fi Ushul al-Hukm wa Thabi’atihi wa Ghayatihi ‘Indal Muslimin
Penulis : Dr. Husain Mu’nis
Penerjemah : Abdurrohman Jufri
Penerbit : Imania
Tebal : 294 halaman
Cetakan : I, Agustus 2019
Pengulat : M. Masnun

Tags: nabimuhammadresensisejarah
Previous Post

Kiai Zainuddin Djazuli, Sang Permata Pesantren Ploso Kediri

Next Post

Mbah Jad Pemilik Pesantren Khas NU

Hilmi Abedillah

Hilmi Abedillah

Santri Tebuireng, hobi menulis dan mendesain.

Next Post
Pesantren Tirakat Mbah Jad Khas NU

Mbah Jad Pemilik Pesantren Khas NU

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri
  • Manusia dalam Pancasila: Makhluk Monoplural yang Menyatu dalam Keberagaman
  • Menjadi Mandiri: Seni Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng