• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Menghadapi Kehidupan dengan Total Surrender

tebuireng.co by tebuireng.co
2024-10-18
in Tasawuf
0
Menghadapi Kehidupan dengan Total Surrender

Menghadapi Kehidupan dengan Total Surrender (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kehidupan modern, yang ditandai oleh persaingan ketat dan ambisi yang tanpa henti, kerap kali menjebak manusia dalam pola hidup yang hanya berorientasi pada pencapaian dan kesuksesan materi. Dalam konteks ini, banyak orang yang hidup dengan terus-menerus mengejar berbagai tujuan hidup hingga lupa akan hakikat kehidupan itu sendiri.

Kesibukan untuk bersaing dan meraih prestasi sering kali membuat seseorang lupa untuk berhenti sejenak, mengambil napas, dan merenungkan adanya tujuan yang lebih agung atas kehidupan yang sedang dijalani.

Dalam buku Total Surrender: Living Life Fully Trusting God, penulis mengingatkan kita tentang pentingnya memiliki sikap “menyerah total” kepada Tuhan dalam menghadapi segala situasi hidup. “Total surrender” yang dimaksud bukanlah bentuk kepasrahan tanpa usaha, melainkan sebuah bentuk tawakkal yang penuh keyakinan dan kepercayaan kepada kuasa ilahi. Tawakkal dalam kehidupan sehari-hari merupakan sikap menyerahkan segala usaha dan hasilnya kepada Tuhan, setelah melakukan ikhtiar yang maksimal. Ini adalah bagian penting dari cara hidup yang ditawarkan oleh tasawuf dalam ajaran Islam.

Tantangan Hidup Modern: Kompetisi dan Kehilangan Arah

Manusia modern sering kali terjebak dalam pola hidup yang berfokus pada pencapaian, kompetisi, dan akumulasi materi. Kebutuhan untuk selalu menjadi yang terbaik, mencapai kesuksesan yang diukur dari standar duniawi, dan tuntutan untuk terus berkompetisi sering kali membuat seseorang lupa akan hakikat kehidupan. Dalam hal ini, tidak jarang manusia mengabaikan peran penting Tuhan dalam kehidupannya. Orang modern sibuk merencanakan dan mengejar berbagai tujuan tanpa menyadari bahwa ada kuasa besar yang mengatur segala sesuatu, termasuk hasil dari setiap usaha.

Sebagaimana diungkapkan dalam buku Total Surrender, salah satu masalah utama yang dihadapi manusia modern adalah ketidakmampuan untuk mempercayakan hasil hidupnya kepada Tuhan. Mereka sering kali ingin mengontrol segalanya dan tidak dapat menerima kenyataan bahwa ada hal-hal di luar kendali manusia. Inilah yang menyebabkan ketidakpuasan, kecemasan, dan stres yang berkepanjangan. Padahal, dalam ajaran Islam, tawakkal mengajarkan bahwa manusia tidak perlu memikul beban yang lebih dari kemampuannya, karena Tuhan selalu hadir dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Konsep Tawakkal dalam Tasawuf

Dalam ajaran tasawuf, tawakkal adalah inti dari kehidupan spiritual seorang mukmin. Tawakkal berasal dari kata wakil yang berarti menyerahkan urusan kepada yang lebih berkuasa. Dalam hal ini, manusia diharapkan untuk menyerahkan semua urusannya kepada Allah SWT setelah berusaha sebaik mungkin. Tawakkal tidak berarti mengabaikan usaha atau ikhtiar, melainkan meletakkan kepercayaan penuh pada Tuhan setelah segala usaha manusia telah dilakukan.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menekankan bahwa tawakkal adalah tingkatan spiritual yang sangat tinggi dan tidak mudah untuk dicapai. Menurutnya, tawakkal adalah “mengetahui bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah ditentukan oleh Allah, dan manusia hanya menjalankan peran yang telah digariskan oleh-Nya”. Dalam kitab tersebut, Al-Ghazali menyatakan:

التوكل هو الثقة بما عند الله واليأس مما في أيدي الناس

“Tawakkal adalah kepercayaan terhadap apa yang ada di sisi Allah dan putus asa terhadap apa yang ada di tangan manusia.” (Ihya’ Ulumuddin, Jilid 4)

Bagi Al-Ghazali, tawakkal berarti mempercayai dengan sepenuh hati bahwa apa pun yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah yang terbaik untuk hamba-Nya, meskipun manusia sering kali tidak dapat melihat hikmahnya secara langsung. Dalam kehidupan sehari-hari, tawakkal mengajarkan manusia untuk melepaskan ketergantungan pada hasil duniawi dan meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik atau buruk, sudah diatur oleh Allah dengan hikmah yang tak terbatas.

Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam juga memberikan pandangan yang mendalam tentang tawakkal. Beliau menyatakan:

راحة القلب في الرضا والتسليم

“Ketenangan hati ada dalam keridhaan dan penyerahan diri (kepada Allah).” (Al-Hikam, Hikmah ke-78)

Ibnu Atha’illah menekankan bahwa kebahagiaan dan ketenangan hati hanya bisa diperoleh ketika seseorang meridhai dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Dengan kata lain, tawakkal adalah jalan menuju kedamaian batin, di mana seseorang tidak lagi merasa cemas atau khawatir tentang apa yang akan terjadi, karena ia telah meletakkan seluruh kepercayaannya kepada Allah yang Maha Mengatur.

Tawakkal sebagai Jawaban atas Hidup Modern

Dalam kehidupan modern yang serba kompetitif, banyak orang kehilangan rasa tenang karena terus-menerus mengejar kesuksesan yang sifatnya materi. Mereka terlalu sibuk berkompetisi dan mengejar target-target duniawi hingga lupa bahwa kehidupan memiliki tujuan yang lebih besar dan mulia. Banyak orang yang hidup dalam kecemasan karena khawatir akan kegagalan, kekurangan, atau kehilangan. Pada akhirnya, mereka kehilangan momen berharga dalam hidup mereka, seperti menikmati kebahagiaan kecil dan merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap langkah kehidupan.

Tawakkal menjadi jawaban atas permasalahan ini. Dengan tawakkal, seseorang diajak untuk meletakkan seluruh usahanya dalam kuasa Tuhan, setelah ia berusaha sekuat tenaga. Tawakkal mengajarkan bahwa manusia tidak perlu terbebani dengan hasil dari usahanya, karena apa pun yang terjadi, semuanya sudah diatur oleh Allah. Dengan tawakkal, seseorang dapat menghadapi kehidupan dengan lebih tenang, karena ia menyadari bahwa ada kuasa besar yang selalu mengawasi dan mengatur segalanya dengan hikmah yang mendalam.

Tawakkal tidak berarti mengabaikan tanggung jawab atau usaha, melainkan mengajarkan keseimbangan antara ikhtiar manusia dan penyerahan diri kepada Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam Total Surrender, kehidupan yang sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan tidak berarti kehidupan tanpa usaha, melainkan kehidupan yang dijalani dengan penuh kepercayaan kepada Allah setelah usaha manusia dilakukan.

Pandangan Al-Ghazali dan Ibnu Atha’illah

Pandangan Al-Ghazali dan Ibnu Atha’illah tentang tawakkal mengajarkan kita bahwa kehidupan manusia bukanlah sekadar kompetisi untuk mencapai keberhasilan duniawi. Sebaliknya, tawakkal adalah panggilan untuk mempercayakan seluruh hidup kita kepada Tuhan setelah melakukan usaha yang terbaik. Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya melepaskan ketergantungan pada apa yang ada di tangan manusia, sementara Ibnu Atha’illah mengingatkan kita bahwa ketenangan hati hanya dapat dicapai melalui penyerahan total kepada Allah.

Dalam dunia modern yang sering kali terlalu fokus pada materialisme dan kesuksesan duniawi, konsep tawakkal ini menjadi relevan. Manusia modern perlu diajak kembali kepada kehidupan yang lebih sederhana, di mana mereka tidak lagi dikuasai oleh ambisi yang tak berujung, tetapi mampu melihat kehidupan ini sebagai bagian dari rencana besar Allah. Dengan demikian, mereka dapat hidup dengan lebih tenang, bahagia, dan bermakna.

Kesimpulan

Konsep tawakkal dalam tasawuf, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Ghazali dan Ibnu Atha’illah, adalah ajakan untuk menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan ikhtiar. Dalam dunia modern yang penuh dengan kompetisi dan ambisi duniawi, banyak orang yang kehilangan makna hidup dan ketenangan batin karena terlalu fokus pada hasil duniawi. Tawakkal mengajarkan kita bahwa kehidupan ini memiliki tujuan yang lebih agung, dan dengan meletakkan kepercayaan kita kepada Allah, kita bisa menghadapi hidup dengan lebih tenang, damai, dan bermakna. Hidup dengan total surrender bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kepercayaan penuh kita kepada Allah yang Maha Mengatur segala sesuatu.

Penulis: Zainuddin El Zamid

Editor: Zainuddin Sugendal

Baca juga: Menjaga Vibrasi dan Energi Positif Ala Nabi

Tags: Kehidupan modernTotal Surrender
Previous Post

Akulturasi Kuliner: dari Dapur Lokal ke Rasa Global

Next Post

Doa: Kekuatan Pesantren

tebuireng.co

tebuireng.co

tebuireng.co adalah Media Tebuireng Initiatives yang bertujuan untuk meneruskan cita-cita besar Gus Sholah dan para masyayikh tebuireng

Next Post
Doa Kekuatan Pesantren

Doa: Kekuatan Pesantren

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Alumni Pesantren Gelar Aksi Damai di Depan Gedung Trans7, Tanggapi Tayangan Xpose Uncensored
  • Sigap, Menag Bakal Libatkan Pimpinan Pesantren Bahas Standar Bangunan
  • Lima Prinsip Dasar Menjaga Lingkungan Menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi
  • Buka MQK 2025, Menag Dorong Eksplorasi Turats untuk Pelestarian Lingkungan
  • Erick Thohir: Sport Tourism Memiliki Peran Vital Pembangunan Bangsa

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng