Akulturasi kuliner merupakan proses perpaduan dan penyesuaian antara jenis makanan dari budaya yang berbeda. Yang mana terdapat penggabungan dan penyesuaian antara jenis makanan dan budaya yang berbeda.
Ternyata sudah dari zaman dahulu makanan di Indonesia telah mengalami pengaruh dari budaya asing. seperti Tiongkok, India, Belanda, Portugal, dan lain sebagainya. Contoh pengaruh akulturasi pada makanan indonesia seperti nasi goreng, bakso, sate, dan rendang.
Indonesia adalah negara yang sudah di kenal oleh dunia sebagai negara yang memiliki beragam ciri khas masakan. Hal ini membuat cita rasa masakan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi.
Keberagaman suku bagsa, budaya dat istiadat kekayaaan laut dan rempah- rempah yang melimpah ini menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia memikili berbagai macam kuliner dari berbagai daerah. Ragam cita rasa kuliner Indonesia mulai dari ikan, daging, sayur mayur dan buah buahan serta rempah- rempah yang sangat melimpah.
Kuliner #DiIndonesiaAja mulai dikenal oleh masyarakat internasional, setelah rendang, sate, dan nasi goreng dinobatkan sebagai makanan terlezat sedunia melalui poling interaktif yang dilakukan oleh salah satu media internasional yakni, CNN.
Makanan nusantara yang dikenal, baik di kawasan lokal maupun mancanegara juga dipengaruhi faktor budaya masing-masing daerah. Tidak hanya itu, berdasarkan pendataan budaya yang dilakukan oleh Komunitas Sobat Budaya, Indonesia setidaknya memiliki lebih dari 1.458 resep makanan dan minuman tradisional. Di antara data tersebut, terhitung sekurangnya 50 jenis soto, 100 jenis sambal, dan lebih dari 60 jenis masakan sate dari seluruh nusantara.
Pengaruh Budaya Asing dalam Ragam Kuliner Nusantara
Akulturasi budaya dalam dunia kuliner terlihat dari banyaknya pengaruh makanan asing yang telah menjadi bagian dari ragam kuliner Nusantara. Misalnya, kehadiran budaya India membawa pengaruh besar dalam masakan-masakan berbumbu kuat seperti kari dan roti canai di Sumatra dan daerah Melayu.
Dari China, masyarakat Indonesia mengadaptasi masakan berbasis mi dan teknik menggoreng dengan wajan besar (wok) yang menghasilkan hidangan seperti bakmi, bakso, dan lumpia. Perubahan ini tidak hanya memperkaya cita rasa lokal tetapi juga memberikan variasi baru dalam kuliner Nusantara.
Adaptasi Bahan dan Teknik Memasak dalam Akulturasi Kuliner
Selain pengaruh dari luar, pada bahan-bahan lokal terjadi pula proses adaptasi dalam cara- cara penggunaan yang disesuaikan dengan resep asing. Contohnya, rendang yang biasanya menggunakan daging sapi di Sumatra mengalami modifikasi di Eropa atau negara dengan mayoritas vegetarian dengan menggunakan jamur atau tahu sebagai pengganti daging.
Teknik memasak dari budaya lain juga banyak diterapkan, seperti teknik mengukus yang sering digunakan dalam dimsum, kini juga diterapkan dalam berbagai hidangan lokal seperti pepes dan botok.
Kuliner Fusion: Tren yang Mewakili Globalisasi Rasa
Kuliner fusion adalah contoh nyata dari akulturasi budaya dalam industri makanan. Yang mana menggabungkan unsur – unsur makanan dari berbagai tradisi kuliner, sehingga menciptakan hidangan baru yang menarik dan unik. Adapun beberapa jenis fusion food yang pertama adalah: sub- regional fusion yang mana mengabungkan berbagai masakan daerah, namun masih dalam lingkup satu negara dengan bentuk makanan yang sama.
Kedua: regional fusion yaitu penggabungan masakan dari negara yang berbeda, tapi masih dalam satu benua. Yang ketiga yaitu continental fusion: yaitu pengabungan masakn dari dua benua. Restoran fusion yang menggabungkan masakan timur dan barat menawarkan menu-menu unik seperti pizza rendang, sushi dengan sambal matah, dan pasta dengan rasa kari.
Tren ini tidak hanya menjadi favorit karena rasanya yang berbeda, tetapi juga mencerminkan bagaimana budaya lokal dan global bisa bersinergi. Penggabungan ini memungkinkan inovasi baru dalam kuliner yang juga menarik perhatian wisatawan internasional.
Kuliner sebagai Media Diplomasi dan Pengenalan Budaya di Kancah Internasional
Kuliner sering menjadi sarana bagi diplomasi budaya antarnegara. Program-program promosi budaya seperti festival kuliner internasional atau restoran Indonesia yang ada di luar negeri berfungsi sebagai sarana untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia.
Misalnya, makanan seperti sate, rendang, bakso, dan nasi goreng yang banyak disukai di berbagai negara menunjukkan bagaimana kuliner dapat menyatukan orang dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda.
Diplomasi melalui kuliner ini menunjukkan bahwa makanan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga cara suatu negara memperkenalkan budaya dan sejarahnya serta untuk memperkuat hubungan diplomatic negara. Selain itu juga dapat menciptakan citra positif dan dapat mengurangi ketegangan dalam hubungan internasional.
Tantangan dan Peluang dalam Melestarikan Cita Rasa Asli di Tengah Akulturasi
Dengan meningkatnya proses globalisasi, melestarikan cita rasa asli menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Bahan-bahan lokal yang mungkin sulit ditemukan di luar negeri terkadang digantikan dengan bahan substitusi (pengganti) yang dapat mengubah cita rasa asli.
Namun dengan demikian, hal ini justru membuka peluang bagi perkembangan industri pangan lokal untuk mengekspor bumbu asli dan bahan khas ke pasar internasional. Selain itu, beberapa koki dan pelaku kuliner mulai membuka kelas atau tur kuliner untuk memperkenalkan resep-resep tradisional yang otentik ( asli) kepada publik dunia, sehingga tetap mempertahankan ciri khas budaya dalam sajian mereka.
Dapat kita garis bawahi dari pembahasan ini, bahwa akulturasi dalam dunia kuliner bukan hanya sekedar mengenai perpaduan rasa, selain itu juga merupakan simbol dari keragaman budaya yang saling beradaptasi, berkembang, dan memperkaya satu sama lain di tingkat lokal maupun global.
Penulis: Puspita Sari, Mahasiswi prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng
Editor: Thowiroh