tebuireng.co- Apakah suara wanita termasuk aurat atau bukan menjadi pertanyaan yang seringkali kita dengar. Perlu diketahui bahwa dalam agama Islam wanita memiliki kedudukan dan hak-hak yang terjamin serta harga diri yang dijaga, belum ada dari zaman ke zaman wanita dihormati sedemikian tinggi kecuali di era Islam.
Oleh karena itu wanita menempati posisi yang vital di berbagai sisi kehidupan, bahkan kebutuhan ruang-ruang publik sekarang banyak membutuhkan peran wanita di dalamnya. Salah satu peran vital yang membutuhkan fungsi suara dari wanita untuk mengisi beberapa kegiatan yang positif seperti mengajar, mengisi seminar, membaca al-Qur’an dan masih banyak lagi.
Hal inilah yang memicu perhatian lebih tentang masalah suara wanita dalam perspektif agama Islam, apakah suara wanita itu aurat atau bukan? Akan kita kaji kembali tentang suara wanita dengan membandingkan pendapat para ulama serta dalil yang mendasarinya.
Ulama berselisih pendapat dalam hal ini, sebagian mengatakan bahwa suara wanita bukanlah aurat mereka berpijak pada pendapat bahwa para istri Nabi dahulu meriwayatkan hadis kepada para sahabat dan tabi’in laki-laki, sebagian yang lain mengatakan bahwa suara wanita adalah aurat bahwa wanita dilarang mengeraskan suaranya sehingga tidak terdengar oleh laki-laki yang bukan mahramnya sehingga tidak menimbulkan fitnah, karena suara wanita lebih mendekati fitnah dari pada suara gelang kakinya.
Beberapa ulama yang berpendapat bahwa suara wanita adalah aurat diantaranya para ulama dari kalangan Hanafiyah seperti Fakhrudin al-Zayla’i, Zainudin bin Najim al-Hanafi serta ada satu pendapat di mazhab Maliki yang ditetapkan oleh Sulaiman al-Baji al-Maliki.
Beberapa dalil yang dipakai pendapat pertama yang mengatakan suara wanita aurat diantaranya hadis yang diriwayatkan dalam kitab Sunan Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud RA dari Nabi SAW bersabda perempuan itu aurat, ketika ia keluar setan akan mendekatinya, berdiri tegak di dekatnya.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ»: «هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ»
Kata المرأة (wanita) di redaksi tersebut masih umum maknanya memungkinkan meliputi badan dan juga suaranya. Kemudian dalil lain yang mendasari pendapat di atas adalah Qur’an al-Ahzab ayat 53 yang mana kandungan ayat tersebut diperbolehkan bertanya kepada wanita terhadap sesuatu yang bersifat hajat dari balik satir. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa percakapan antara laki-laki kepada laki-laki yang lain atau perempuan kepada perempuan yang lain berbeda dengan percakapan laki-laki kepada perempuan karena suara perempuan yang merupakan aurat.
Suara wanita bukan aurat
Salah satu pendapat yang rojih di mazhab Hanafi mengatakan bahwa suara wanita bukanlah aurat, senada dengan mazhab Hanafi dalam mazhab Maliki pendapat suara wanita bukan aurat merupakan pendapat yang kuat, juga dalam mazhab Syafi’i pun berpendapat seperti itu.
Di antara dalil yang mendasari pendapat tersebut adalah hadis di dalam kitab Shahih Bukhori.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ حَفْصَةَ، عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: «بَايَعْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَرَأَ عَلَيَّ {أَنْ لا يُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا} وَنَهَانَا عَنِ النِّيَاحَةِ، فَقَبَضَتِ امْرَأَةٌ مِنَّا يَدَهَا، فَقَالَتْ: فُلَانَةُ أَسْعَدَتْنِي، وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أَجْزِيَهَا. فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا، فَذَهَبَتْ ثُمَّ رَجَعَتْ، فَمَا وَفَتِ امْرَأَةٌ إِلَّا أُمُّ سُلَيْمٍ، وَأُمُّ الْعَلَاءِ، وَابْنَةُ أَبِي سَبْرَةَ امْرَأَةُ مُعَاذٍ، أَوِ ابْنَةُ أَبِي سَبْرَةَ، وَامْرَأَةُ مُعَاذٍ صحيح البخاري
“Ummu ‘Athiyyah berkata: “Kami melakukan janji setia (baiat) kepada Nabi Saw. Rasulullah Saw membacakan ayat di hadapan kami “janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan melarang kami untuk meratapi jenazah. Kemudian ada seseorang wanita yang melepaskan tangannya (ketika Nabi Saw telah menyalaminya) seraya berkata : “Seseorang telah membahagiakanku dan aku ingin membalas kebaikannya. Rasulullah Saw terdiam pada saat itu. Wanita itu pergi sesaat dan kembali (ke hadapan Rasulullah Saw untuk dibaiat dengan bersalaman). (HR. Bukhari No. 6675).
Imam Ahmad Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari berkata bahwa berdasarkan hadis ini, bahwa suara perempuan yang bukan mahram itu boleh didengarkan dan suara perempuan bukanlah aurat
وفي هذا الحديثِ أنَّ كلامَ الأجنبيَّة مُباحٌ سَماعُه، وأنَّ صوتَها ليس بعورة كتاب فتح الباري
Sebenarnya mayoritas ulama yang berpendapat bahwa suara wanita bukan aurat itu jika tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain yang mendengar terutama laki-laki, karena suara perempuan yang dilagukan dengan suara yang merdu bisa menjadi haram seperti keterangan di bawah ini.
صوت المرأة عند الجمهور ليس بعورة؛ لأن الصحابة كانوا يستمعون إلى نساء النبي صلّى الله عليه وسلم لمعرفة أحكام الدين، لكن يحرم سماع صوتها بالتطريب والتنغيم ولو بتلاوة القرآن، بسبب خوف الفتنة. وعبارة الحنفية: الراجح أن صوت المرأة ليس بعورة
Artinya: Suara perempuan menurut mayoritas ulama bukan aurat karena para sahabat mendengarkan para istri Rasulullah SAW untuk memahami hukum agama. Tetapi (laki-laki) diharamkan mendengarkan suara perempuan dengan merdu dan lagu meskipun hanya membaca al-Qur’an karena khawatir fitnah. Ulama Hanafiyah mengungkapkan, suara perempuan bukan aurat. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,
Keharaman itu muncul ketika suara wanita tersebut menimbulkan fitnah bagi yang mendengarkan, baik dalam bentuk apapun seperti membaca Qur’an, menyanyi dll.
Sehingga dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa suara wanita bukan aurat, diperbolehkan bagi selain mahramnya untuk mendengarkan suarnya dalam bentuk apapun selagi itu tidak mendekatkan pada fitnah.
Maka dari itu wanita muslim tak perlu ragu lagi jika akan tampil di depan publik saat public speaking, sudah waktunya bukan laki-laki saja yang mengisi seluruh ruang lingkup kehidupan melainkan kini saatnya wanita juga bisa berperan lebih di dalamnya.
واالله اعلم بالصواب
Oleh: Tholibun Kasul Kalasuba
Baca juga: Wanita yang Dirindukan Surga, Siapakah Itu?
Baca juga: Kriteria Memilih Wanita Shalihah Sebagai Pendamping Hidup