• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Nabi Perempuan dalam Pendapat Ulama

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-07-19
in Keislaman, Kolom Pakar, Pesantren
0
Pro dan kontra Nabi dari kalangan Ulma sudah terjadi sejak dulu (Ist)

Pro dan kontra Nabi dari kalangan Ulma sudah terjadi sejak dulu (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Nabi perempuan jadi polemik kembali. Rupanya ada yang salah paham soal kenabian perempuan (نبوة النساء) ketika saya menjelaskannya dalam pengajian Kitab Fathul Mu’in bulan Ramadan kemarin.

Pertama, mereka menyangka bahwa itu pendapat saya. Kedua, mereka menduga yang pro pendapat adanya sosok nabi dari kalangan perempuan itu tak punya argumentasi qur’anik.

Saya jelaskan sekali lagi. Bahwa sejak dulu bahkan hingga sekarang sebenarnya para ulama sudah memperselisihkan tentang ada dan tidak adanya nabi perempuan. Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan cukup singkat pro-kontra itu dalam Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari Juz 6, halaman 529-530.

Pertama, ulama yang menerima kenabian perempuan di antaranya adalah al-Imam Abu al Hasan al-Asy’ari, Ibnu Hazm, dan al-Qurthubi. Al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat, ada banyak nabi dari kalangan perempuan:

أن فى النساء عدة نبيات

Khawatir menimbulkan spekulasi liar dan polemik, Ibnu Hazm segera membatasi nabi perempuan hanya pada 6 orang, yaitu Siti Hawa, Sarah, Hajar, Ibunda Musa, Siti Asiyah dan Siti Maryam. Bahkan, al-Qurthubi hanya mengakui kenabian Siti Maryam. Ia menolak kenabian Sarah dan Hajar.

Baca Juga: Hak Perempuan di Pesantren

Kedua, jumhur ulama-yang menurut Qadhi Iyadh-menolak pendapat ini ada juga. Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar mengutip konsensus yang menyatakan bahwa Siti Maryam bukan nabi:

أن مريم ليست نبية

Penolakan yang sama diajukan ulama lain yaitu Al-Hasan misalnya berkata bahwa tak ada nabi perempuan sebagaimana tak ada nabi dari komunitas jin:

ليس فى النساء نبية ولا فى الجن

Pertanyaannya, mengapa para ulama berbeda pendapat terkait Nabi Perempuan?.

Tak ada jawaban lain kecuali bahwa mereka berbeda dalam menafsirkan firman Allah. Misalnya ada ayat Qur’an yang mengisahkan wahyu atau komunikasi langsung Allah dengan sejumlah perempuan seperti Siti Maryam dan ibunda Musa.

Menurut ulama pertama, orang yang mendapat wahyu adalah nabi, tak dibedakan pria dan wanita. Namun, sebagian ulama membantah narasi itu. Menurut mereka, yang menyatakan nabi itu hanya dari kalangan laki-laki adalah Qur’an sendiri. Allah berfirman:

 وما ارسلنا قبلك إلا رجالا نوحى اليهم

Tapi argumen itu segera disanggah yang lain. Bahwa yang diekplisitkan Qur’an itu soal kerasulan yang dimonopoli laki-laki. Beda dengan kerasulan, maka tak menutup kemungkinan ada nabi perempuan:

 فالرسالة للرجال أما االنبوة فلا يشملها النص القرأنى

Itulah perbedaan pendapat para ulama tentang kemungkinan ada perwakilan orang istimewa dari kaum perempuan. Perbedaan pendapat seperti itu sahih apalagi ia muncul dari genius-genius raksasa seperti al-Asy’ari, al-Hasan, al-Qurthubi, Imam Nawawi, Ibnu Hazm, dan lain-lain.

Saya hanya menyampaikan keragaman pandangan para ulama tentang polemik ini. Selebihnya, tentu saya kembalikan ke posisi akademis dan pilihan ideologis masing-masing. Wallahu a’lam bis shawab.

Kiai Abdul Moqsith Ghazali

Tags: Nabi PerempuanUlama
Previous Post

Bisnis Pertanian Menjanjikan?, Ini Kata Gus Ipang

Next Post

Kehebatan Gus Dur dalam Pandangan Gus Baha

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) menyerahkan buku tentang Kiai HAsyim ke Gus Baha

Kehebatan Gus Dur dalam Pandangan Gus Baha

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri
  • Manusia dalam Pancasila: Makhluk Monoplural yang Menyatu dalam Keberagaman
  • Menjadi Mandiri: Seni Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng