• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Merawat Pancaran Cahaya Hati

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2021-04-25
in Keislaman, Tasawuf
0
merawat pancaran hati

merawat pancaran hati

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Jika hati seorang jernih, niscaya terpancar pada tingkah laku dan perbuatannya”
Ibnu Athaillah as-Sakandari

Hati adalah bagian tubuh manusia yang memiliki pengaruh besar, bahkan menjadi penentu tindakan anggota tubuh yang lain. Seperti yang disabdakan Nabi “Ketahuilah bahwa dalam diri seseorang terdapat segumpal daging. Jika daging ini baik, maka anggota tubuh yang lain baik pula, dan jika daging ini jelek, maka anggota tubuh yang lain jelek pula. Ketahuilah bahwa ia adalah hati” (HR. Imam Bukhori).

Maka setiap manusia hendaknya merawat dan menjaga kejernihan dan kebersihan hati. Hati yang bersih akan selalu mudah menerima semua petunjuk dari Allah Swt dan bisa memancarkan cahaya kebaikan pada anggota tubuh yang lain kemudian ia dapat menciptakan kebaikan pula pada lingkungan sekitarnya.

Merawat hati merupakan sesuatu yang tidak mudah karena penanganannya sangat berbeda dengan merawat anggota tubuh yang lain. Jika anggota tubuh yang lain bisa dirawat dengan cara mandi, memakan makanan yang bergizi, olahraga, dll, maka merawat hati tidak demikian. Membaca al-Qur’an, bersalawat kepada Nabi, zikir dan mengerjakan ibadah-ibadah wajib dan sunah merupakan langkah yang tepat guna merawat hati agar terus memancarkan cahaya.

Selain mengerjakan amal-amal salih seorang hamba menjaga pancaran hati dengan menghindarkannya dari sifat-sifat tercela. Terdapat tiga sifat tercela yang paling sering merusak hati yaitu sifat sombong, hasud, dan pamer. Tiga sifat tercela tersebut sangat berbahaya bagi kondisi hati. Karena bila ada salah satu dari ketiga sifat tercela tersebut bersemayam di dalam hati maka akan memunculkan karakter tidak terpuji.

Sifat sombong adalah anggapan seseorang mengenai dirinya lebih baik daripada orang lain. Hal tersebut sangatlah buruk lantaran dia akan meniadakan semua kesalahan yang diperbuatnya. Sifat sombong adalah perilaku iblis. Iblis mengatakan “Aku lebih baik daripadanya (Adam), aku diciptakan dari api sedangkan dia diciptakan dari tanah,” ucapan demikian keluar dari mulut iblis karena dia diliputi rasa sombong. Kesombongan yang menggerogoti hati manusia akan membuatnya menuntut agar selalu dimuliakan, di’orang penting’kan, dan diagungkan di manapun dia berada. Begitu pula saat berbicara pasti harus didengarkan dan diterima orang lain. Dia tidak mau ucapannya ditolak siapapun karena sifat sombong telah bersemayam di dalam dirinya.

Sehingga patut bagi seorang hamba untuk selalu rendah hati, memandang orang lain lebih baik dari pada dirinya. Selalu memposisikan diri di bawah orang lain agar kita tidak terjangkiti penyakit sombong yang sangat cepat merusak hati dan memudarkan panacaran cahaya hati.

Sifat hasud adalah penyakit hati yang tak kalah berbahayanya , Rasulullah menggambarkan bahwa sifat hasud dapat menghanguskan perbuatan baik sebagaimana api membakar kayu kering. Permisalan tersebut menggambarkan betapa cepatnya sifat hasud merusak hati. Syaikh Nawawi al-Bantani menjelaskan dampak buruk sifat hasud. “Sifat hasud menyebabkan pudarnya ketaatan, melakukan tindakan maksiat dan tindakan keji, melakukan perbuatan-perbuatan tak bermanfaat, buta hati dan terhalang dari petunjuk Allah Swt.”

Sedangkan sifat pamer atau riya’ adalah melakukan sesuatu dengan niat bukan murni karena Allah Swt. Bahkan para ulama mengklasifikasikan sifat pamer sebagai syirik samar (syirkul khofi). Kata riya’ berasal dari bahasa Arab yang berarti memperlihatkan, yaitu mencari perhatian di mata orang lain, baik dengan menunjukkan barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud agar orang lain melihat lalu ia mendapatkan pujian. Sifat riya’ termasuk penyakit hati yang sangat berbahaya dan sulit diindetifikasi. Ia digambarkan seperti semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di dalam gelapnya hutan di kegelapan malam. Penggambaran tersebut lantaran sangat samarnya penyakit ini merasuki hati serta merusak niat dan amal ibadah pemiliknya.

Oleh karena itu, menjaga dan merawat hati membutuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian yang tinggi. Dengan bekal ilmu pengetahuan kita bisa merawat hati agar terus hidup dan memancarkan cahaya kebaikan pada tubuh dan lingkungan kita. Sebab hanya dengan hati yang jernih seorang hamba akan dapat mendekat kepada Allah Swt. Melaksanakan segala bentuk ketaatan baik ketaatan yang bentuknya wajib terlebih lagi ketaatan yang bentuknya sunah. Wallahu’alam.

*Zainuddin Sugendal

Tags: Ibnu Athaillah
Previous Post

Quo Vadis Gerakan Santri dalam Bonus Demografi

Next Post

Sabar (Sebuah Retorika dalam Aplikasi)

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Sabar (Sebuah Retorika dalam Aplikasi)

Sabar (Sebuah Retorika dalam Aplikasi)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Pengasuh Pesantren Tebuireng Tegaskan Santri Harus Menjadi Penggerak Kemajuan
  • Pesan Gus Kikin untuk Santri Tebuireng di Tengah Framing Negatif Pesantren
  • Gus Yahya: Menjadi Santri, Menjaga Pintu Agama yang Murni
  • Semarakkan HSN 2025, LTN MWCNU Diwek Gelar Bedah Buku
  • Benarkah Jurusan Kuliah STEM Punya Kesejahteraan Ekonomi Tinggi?

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng