Sering kita dengar bahwa arogan alias sombong itu baik-baik saja, asalkan hal itu di lakukan untuk menyombongi orang sombong. bahkan ada yang mengatakan bahwa ada Hadist Nabi Saw yang menyebutkan bahwa menyombongi orang yang sombong akan mendapatkan pahala sedekah.
Bagaimana dengan hal ini? apakah ada Hadist seperti itu? Dan bagaimana kualitasnya?
Jika dilihat dari substansi Hadist ini, sepertinya hal ini tidak hanya berhenti pada masalah kesombongan, tetapi juga merambah ke berbagai ranah kehidupan, bahkan pada masalah kemunafikan.
Pernah ada Seorang kawan yang kini menjadi politikus dan memimpin sebuah Fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berkata kepada kami ketika ia duduk di lembaga legislatif itu. Katanya, “Banyak kawan-kawan yang berkata kepada saya, nanti kamu akan menghadapi orang-orang munafik.” Mendengar ucapan itu, tiba-tiba seorang kiai senior mengatakan, “Berperilaku munafik terhadap orang yang munafik adalah sedekah.”
Begitulah, tampaknya kiai itu menganalogikan munafik dengan kesombongan seperti disebutkan dalam Hadist tadi. Padahal Hadist-nya itu masih bermasalah. Oleh karenanya, mana mungkin ia dijadikan sebagai sebuah dasar analogi, di mana hal-hal lain dapat di analogikan kepadanya?
Bukankah ini akan berbahaya pada kelangsungan Umat islam nantinya.
Teks Hadits
Hadist seperti di maksud di atas itu teksnya berbunyi:
التكبر على المتكبر صدقة
“Sombong (menyombongi) kepada orang yang sombong itu sedekah.”
Dalam keterangan yang lain,
التكبر على المتكبر حسنة
“Sombong (menyombongi) kepada orang yang Sombong itu baik (kebajikan).”
Maksudnya pahalanya seperti pahala orang bersedekah. Dalam suatu versi di sebutkan (kebajikan) sebagai ganti sedekah.
Bukan Hadits
Imam al-Qari menukill dari Imam al-Razi, bahwa ungkapan di atas itu adalah sekadar omongan orang, bukan Hadist. Namun di kalangan masyarakat, ungkapan itu sudah kondang sebagai Hadist. Karenanya ia juga tercantum dalam kitab Kasyf al-Khafa wa Muzil al-lbas karya al-Ajluni (w. 1 162 H), sebuah kitab yang berisi Hadist-hadist yang populer di masyarakat.
Setelah kita ketahui bahwa ungkapan itu bukan Hadist, maka ungkapan tersebut jika di nisbahkan kepada Nabi Saw, statusnya akan menjadi Hadist palsu.