Dalam pandangan Pancasila, manusia bukan sekadar individu yang hidup sendiri, melainkan makhluk yang memiliki banyak dimensi dalam dirinya. Ia disebut sebagai makhluk monoplural, yang berarti satu kesatuan yang utuh, tetapi terdiri atas berbagai unsur yang saling melengkapi.
Manusia memiliki unsur jasmani dan rohani, akal dan perasaan, kebebasan pribadi dan tanggung jawab sosial. Semua unsur itu berpadu membentuk manusia Indonesia yang seimbang, beradab, dan bermartabat.
Pancasila memandang manusia sebagai makhluk yang merdeka, namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak. Setiap hak yang dimiliki selalu diiringi kewajiban terhadap sesama. Manusia bebas menentukan pilihan hidupnya, tetapi tetap harus menjaga nilai-nilai kemanusiaan, menghormati orang lain, dan mematuhi norma sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tanpa tanggung jawab hanya akan menimbulkan kesenjangan dan konflik.
Filsuf Pancasila, Notonegoro, menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk monoplural adalah satu kesatuan yang mengandung unsur individual, sosial, dan religius. Ketiga aspek ini tidak dapat dipisahkan karena membentuk hakikat manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai individu, manusia berhak mengembangkan potensi dirinya.
Sebagai makhluk sosial, ia memiliki kewajiban berinteraksi, bekerja sama, dan membangun masyarakat. Sementara sebagai makhluk religius, manusia menjalin hubungan spiritual dengan Tuhan yang Maha Esa. Keseimbangan ketiga aspek inilah yang menjadi dasar moral kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila memandang bahwa kebebasan manusia bukan kebebasan tanpa batas. Setiap hak selalu diimbangi dengan kewajiban terhadap sesama. Manusia bebas menentukan jalan hidupnya, namun tetap harus menghormati nilai kemanusiaan, keadilan, dan solidaritas sosial.
Dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan yang tidak diiringi tanggung jawab akan melahirkan ketimpangan dan perpecahan. Karena itu, keseimbangan antara hak dan kewajiban menjadi ciri utama manusia Pancasila.
Dalam pidatonya tahun 1945, Soekarno menegaskan bahwa Pancasila adalah falsafah hidup bangsa Indonesia yang menempatkan manusia sebagai makhluk bertuhan, berperikemanusiaan, dan berkebangsaan. Artinya, kemerdekaan manusia bukan sekadar kebebasan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial untuk menjaga persatuan dan gotong royong. Kemandirian tidak berarti hidup sendiri, melainkan kemampuan berdiri di atas kaki sendiri tanpa melupakan kepentingan bersama.
Di tengah arus modernisasi yang serba cepat, makna manusia sebagai makhluk monoplural menjadi sangat relevan. Banyak orang kini terjebak dalam gaya hidup individualistis dan melupakan nilai kebersamaan. Padahal, kekuatan bangsa Indonesia justru terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab, antara individu dan masyarakat.
Manusia Pancasila adalah manusia yang merdeka, beriman, berakal budi, dan peduli terhadap sesama. Ia sadar bahwa hidup bukan hanya tentang dirinya sendiri, tetapi juga tentang bagaimana ia menjaga harmoni dengan Tuhan, manusia, dan alam semesta.
Penulis: Atiq Haq
Editor: Thowiroh
Baca juga: Tiga Ulama Pendiri Bangsa dalam Perumusan Pancasila
 
			 
		    
 
					