Niat merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan utamanya saat melaksanakan ibadah. Dalam ibadah puasa, niat tersebut harus diucapkan pada malam hari yakni mulai dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Lalu bagaimana jika seseorang lupa mengucapkan niat puasa di malam harinya?
Dalam hal ini terdapat perbedaan hukum tergantung dari jenis puasa yang dilakukan apakah wajib atau sunnah. Apabila puasa yang dilakukan termasuk puasa wajib seperti puasa Ramadan, qada’ dan nadzar maka menurut madzhab Syafi’i puasa yang dilakukan tidak sah.
Meski demikian, jika puasa tersebut di bulan Ramadan ia tetap harus melanjutkan puasanya (menahan diri dari makan dan minum) kemudian mengqada’nya di lain waktu.
Dalam kitab al-Iqna’ fi Halli Alfadzi Abi Syuja’ dijelaskan bahwa dalam puasa wajib, niat termasuk rukun puasa yang wajib dipenuhi dan harus diucapkan dalam hati di waktu malam hari.
وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ: الْأَوَّلُ النِّيَّةُ لِقَوْلِهِ {إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ} وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ، وَلَا تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا. وَيُشْتَرَطُ لِفَرْضِ الصَّوْمِ مِنْ رَمَضَانَ أَوْ غَيْرِهِ كَقَضَاءٍ أَوْ نَذْرِ التَّبْيِيتُ وَهُوَ إيقَاعُ النِّيَّةِ لَيْلًا
“Rukun puasa ada empat hal. Pertama adalah niat, berdasarkan sabda Nabi: (Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat). Tempatnya niat adalah hati, dan tidak cukup hanya diucapkan dengan lisan secara mutlak. Dalam puasa wajib, baik itu puasa Ramadan maupun puasa lainnya seperti qadha atau nazar, disyaratkan untuk menetapkan niat pada malam hari, yaitu melaksanakan niat di malam hari (mulia dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar).
hal ini juga sebagaimana yang disebutkan dalam hadis
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari maka tak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Berbeda jika puasa yang dilakukan merupakan puasa sunnah seperti puasa tarwiyah, puasa arafah, puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh dan lainnya maka tidak masalah mengucapkan niat puasa setelah terbitnya fajar. Hal tersebut disadarkan pada hadis riwayat Aisyah
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ. قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ «هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟» فَقُلْنَا: لَا. قَالَ «فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ» ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ! أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ«أَرِينِيهِ. فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صائما» فأكل
Dari ‘Aisyah, Ummul Mu’minin (raḍiyallāhu ‘anhā), ia berkata:”Suatu hari, Nabi ﷺ masuk menemuiku lalu bertanya: ‘Apakah kalian punya sesuatu (untuk dimakan)?’ Kami menjawab: ‘Tidak ada.’ Maka beliau bersabda: ‘Kalau begitu, aku berpuasa.’ Kemudian, pada hari lain beliau datang kepada kami, lalu kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, kami telah diberi hadiah berupa hais (makanan dari kurma, mentega, dan tepung).’ Maka beliau bersabda: ‘Perlihatkan kepadaku. Sungguh, sejak pagi tadi aku dalam keadaan berpuasa.’ Lalu beliau pun memakannya.”
Imam an-Nawawi dalam Syarḥ Muslim menjelaskan bahwa dalam hadis ini terdapat dalil untuk mazhab jumhur (mayoritas ulama) bahwa puasa sunnah sah dengan niat yang dilakukan di siang hari sebelum tergelincirnya matahari (sebelum waktu Zuhur).
Demikian penjelasan terkait permasalahan niat puasa yang lupa diucapkan di malam hari. Wallahua’lam.