• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Hijrah Masa Kini, Antara Gagal Paham dan Gaya

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-10-22
in Akidah, Keislaman
0
Hijrah, Antara Gagal Paham dan Gaya

Foto Ilustrasi (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co – Kata hijrah yang hari ini populer digunakan banyak kalangan sebenarnya merupakan kiasan saja. Sebab kata hijrah di masa kenabian itu bukan seperti yang kita kenal hari ini.

Saya bukan anti hijrah, tapi ingin menjelaskan duduk persoalan istilah hijrah masa kini yang popluer dengan membandingkan penggunaan istilah hijrah aslinya di masa kenabian dengan istilah yang populer di masa kini.

Di masa kenabian, ketika disebutkan istilah hijrah, maknanya jelas dan tidak ada perbedaan pandangan. Hijrah itu adalah Nabi SAW atau para shahabat diusir pergi oleh orang kafir secara paksa dengan cara meninggalkan Mekkah menuju ke Habasyah atau Madinah dan tinggal disana.

Di masa itu tidak ada shahabat yang tadinya keislamannya gitu-gitu aja alias kurang islami, terus ikut kajian Nabi SAW dia tiga kali pertemuan, lalu dia insyaf, mulai pelihara jenggot, pakai gamis, menghitamkan jidatnya, memotong celananya jadi cingkrang, dan berfatwa ini haram dan itu haram.

Tidak ada perilaku shahabat yang kayak gitu. Dan tidak ada yang menyebut perilaku kayak gitu, kalau pun ada yang kayak gitu, lantas bilang bahwa dia lagi hijrah.Tidak ada kisah macam itu.

Sebab yang dimaksud dengan hijrah memang bukan kayak gitu. Hijrah itu ditekan orang kafir, dipaksa murtad, dipaksa menyembah berhala, lalu atas arahan Nabi SAW, mereka diprogram untuk memulai kehidupan baru di negeri lain.

Karena ukuran hijrah itu bukan sedikit-sedikit bilang haram, terus merasa diri paling benar sendiri sambil menyalah-nyalahkan semua orang. Hijrah itu bukan tiba-tiba melebatkan jenggot buat laki dan pakai cadar buat wanita.

Hijrah di masa kenabian itu tidak pernah dilakukan, kecuali hanya di 13 tahun pertama. Saat itu Nabi SAW dan para shahabat tinggal di Mekkah, di tengah-tengah tekanan orang kafir yang sangat berkuasa.

Sudah banyak korban luka dari pada shahabat bahkan yang nyawanya melayang juga ada. Yang jadi perkara semata-mata masalah aqidah, dimana mereka dipaksa menyembah tuhan dan berhala yang banyak.

Sedangkan ribut-ribut hijrah masa kini ini sama sekali tidak ada urusannya dengan orang kafir yang amat berkuasa sambil memaksa kita menyembah berhala dan murtad dari agama Islam.

Pertanyaannya : kalau di masa kenabian para shahabat hijrah karena menghindari tekanan orang kafir, hari ini kita disuruh hijrah untuk menghindari apa?

Apakah ada tekanan orang kafir? Apakah kita dipaksa-paksa orang disuruh menyembah berhala? Apakah kita lagi dipaksa murtad?

Sama sekali tidak ada kejadian macam itu, bukan? Kalau begitu kita disuruh menghijrahkan apa sih?

Hijrah Dari Bank?

Bahwa bunga bank itu haram, lalu kita tidak mau berinteraksi dengan bank, itu kan perdebatan ulama fiqih kontemporer hari ini.

Harus saya akui memang ada pro dan kontra disana, antara yang memandangnya riba dan haram seperti Al-Qaradawi dan Wahbah Az-Zuhaili.

Tapi ada juga fatwa-fatwa lain macam ulama Azhar seperti Seyikh Ahmad Tayyib dan Syeikh Ali Jumah. Mereka tidak main asal haramkan bank begitu saja.

Yang jelas status keharaman bank itu masalah yang di kalngan ulama pakar hukum Islam pun masih debatable alias khilafiyah.

Lalu anggaplah kita digiring ikut kolompok pengajian yang mana para ustadznya sangat anti dengan bank. Tapi apakah layak ketika kita haramkan bank lantas dibilang kita lagi hijrah?

Ya nggak dong

Hijrah kok cuma memilih salah satu pilihan khilafiyah? Memangnya dulu nabi SAW hijrah gara-gara masalah khilafiyah? Memangnya mereka hijrah gara-gara tidak mau menabung di bank?

Ya nggak lah.

Hijrah Dari Musik?

Kata anda bahwa musik itu haram, lalu anda ogah gak mau bermusik lagi. Wah bagus itu, setidaknya anda mewakili sebagian kalangan ulama yang mengharamkan musik.

Kita hormat dan respek dengan pilihan anda itu. Tapi asal tahu saja, fatwa bahwa musik itu haram itu bukan satu-satunya fatwa. Ada sekian banyak ulama yang tidak mengharamkan musik secara mutlak.

Setidaknya ada perdebatan fiqih dalam halal haram musik. Mau pilih yang mana saja, mongo kerso saestuni pun.

Tapi jangan bilang berhenti bermusik itu hijrah. Coba cek lagi dalam kitab sirah nabawiyah, pernahkah suatu ketika Nabi SAW atau para shahabat itu hijrah gara-gara mereka mengharamkan musik?

Nggak lah

Baca Juga: Hukum Musik dalam Pandangan Gus Baha

Pinjam Istilah

Jadi orang yang insyaf dari kehidupan lama yang kurang islami tidak boleh dibilang hijrah?

Jawabannya tidak secara hitam putih boleh atau tidak boleh. Tapi layak atau tidak layak, pantas atau tidak pantas.

Mungkin kalau sekedar pinjam istilah sih sah-sah saja. Kayak pinjam istilah jihad dari makna perang fisik di Medan tempur jadi perang melawan hawa nafsu. Melawan hawa nafsu itu saking susahnya, jadi diibaratkan dengan perang.

Kalau sekedar kayak gitu memang ada disebut-sebut istilah jihad Akbar dan jihad ashghar, namun sayangnya hadits itu paslu atau setidaknya dhaif.

رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال : جهاد القلب

Anda mau bilang orang makan kurma dan ogah makan nasi sebagai hjirah juga boleh sih. Terserah saja.

Tapi yang kita bahas bukan itu. Yang kita bahas penggunaan istilah hijrah di masa kenabian. Itu Abu Jahal dan Abu Lahab makan kurma dan tidak makan nasi. Apakah mereka hijrah?

Nggak kan?

Gitu aja sih, simpel dan sederhana.

Ahmad Sarwat

Tags: HijrahMilenial
Previous Post

Islam dan Seni di Mata Gusdur

Next Post

Tokoh Kaliber Nasional dalam Posmaru Unhasy 2021

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Tokoh Kaliber Nasional dalam Posmaru Unhasy 2021

Tokoh Kaliber Nasional dalam Posmaru Unhasy 2021

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Mubeng Beteng, Tradisi Masyarakat Yogyakarta Memasuki Bulan Muharam
  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng