tebuireng.co – Harapan pada Buya Arrazy Hasyim. Pertama kali saya mengenalnya ketika dia mengambil kelas ushul fikih yang saya ampu bersama Prof Said Agil Husain Al-Munawwar di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Waktu itu dia sedang studi program doktor di sana. Beberapa kali saya masuk ke kelasnya. Kesan saya, dia memiliki penguasaan literatur keislaman yang cukup baik terutama di bidang hadis dan kalam.
Ketika sudah lulus, saya dikasi disertasinya yang sudah diterbitkan. Saya pernah ngobrol agak lama ketika yang bersangkutan masih menjadi dosen luar biasa di Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta.
[bctt tweet=”Harapan Pada Buya Arrazy Hasyim” username=””]
Saat itu, saya baru tahu bahwa dia juga sedang menekuni ilmu tasawuf. Sejauh yang saya ketahui, tak terlihat ada keganjilan dalam pemikiran keislamannya.
Semuanya masih dalam ruang yang dibolehkan berselisih pendapat (فى مجال الاختلاف). Jika belakangan dia tampak kontroversial, itu salah satunya karena materi pengajian terbatasnya tersiar ke publik luas melalui media sosial.
Materi yang seharusnya hanya dikonsumsi secara terbatas di ribathnya bocor ke luar. Saya berharap, setelah kontroversinya mereda, Buya Arrazy Hasyim menempuh cara seperti Al-Imam Junaid Al-Baghdadi dan Al-Imam Al-Ghazali: membagi materi kajian ke dalam dua bagian– materi pengajian umum untuk publik umum dan materi kajian khusus untuk kalangan khusus.
Buya Arrazy Hasyim menyebut bahwa kritik terhadapnya mulai masif sejak ia mengisi kajian Isra’ dan Mikraj di Kementerian Agama pada 28 Februari 2022. Menurutnya, sejak itu mulai banyak kritik, bahkan tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya.
Baca Juga: Rumah Aswajanya Buya Arrazy Hasyim
Menurut Buya Arrazy Hasyim, ini ada kaitannya dengan trend politisasi agama yang senang naik di Indonesia belakangan ini. Di Indonesia, politisasi agama sudah “gawat”.
“Dulu saya kajian, bapak-bapak sekalian, soal makrifatur ruh, tidak ada yang protes. Giliran saya ngisi di Kemenag, dicari-cari kesalahan saya. Oh, kayaknya memang ada yang gak seneng kita buka ilmu ini,”jelasnya seperti dikutip dari youtube Ribath Nouraniyah, Kamis (14/4/2022).
Sekalipun mendapatkan kritik dan tuduhan yang beraneka macam, ia mengingatkan jamaahnya untuk tidak membalas.
“Jadi antum tidak usah balas-balas ya. Biarin aja ya. Jadi gak usah khawatir,” pintanya.
Menurut Buya Arrazy Hasyim, ada beberapa hal yang dipersangkakan kepada dirinya. Terutama ia dituduh menetapkan seorang figur tertentu sebagai Wali Ghauts atau Al-Mahdi.
“Saya kemudian diperkarakan masalah Al-Ghauts, Al-Mahdi. Antum coba cek, apakah saya pernah me-nash-kan menyebutkan Al-Mahdi seseorang. Ada tidak dalam kajian saya. Pak Hasyim, ikut saya kan selama ini. Ini kemana-mana ikut saya ngaji. Ke puncak juga ikut. Pernahkah tidak saya mengatakan Al-Ghauts Al-Mahdi si fulan? Pernah gak, gak ada. Justru saya mencintai seluruh ahlul bait. Karena saya khawatir nanti dari keluarga mereka keluar al-mahdi,” bebernya.
Ia menegaskan bahwa persoalan “ismu ruh”, bukan masalah akidah. Tidak percaya juga tidak apa-apa. Seperti dalam persoalan kalam dan fikih, dalam pembahasan tentang tasawuf juga tidak lepas dari persoalan khilafiyah atau perbedaan pendapat.
Buya Arrazy Hasyim juga menjelaskan bahwa pada mulanya, ia juga inkar dengan konsep ismu ruh ini. Namun, perlahan ia mempelajarinya baik dari gurunya maupun dari literatur kitab-kitab tasawuf.
“Saya pernah berdoa, Ya Allah pertemukan saya dengan waliyullah. Ada waliyullah aslinya Jakarta, tapi ketemunya di Uzbekistan. Dada saya ditunjuk, kamu punya sirr dalam dirimu. Sirr mu itu ada ruh di dalamnya. Ruh kenal dengan ruh. Sirr kenal dengan sirr,” tandasnya.
Ayo, tetap semangat!
Harapan pada Buya Arrazy Hasyim ini disarikan dari tulisan Abdul Moqsith Ghazali
Kamis, 7 April 2022
Salam