• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Empat Pondasi Meraih Cinta Allah

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2022-12-25
in Tasawuf
0
Empat Pondasi Meraih Cinta Allah

Empat Pondasi Meraih Cinta Allah (ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Empat pondasi meraih cinta Allah ini penting dipelajari. Untuk menjelajahi langkah kedekatannya dengan Allah, seorang sufi harus melewati empat pondasi dalam keislaman, yaitu syariat, tarekat, hakekat, dan makrifat.

Keempat pilar ini harus terlewati oleh manusia sufi yang ingin mendekatkan dirinya dengan Tuhannya, dan tidak boleh dari keempat pilar ini ada yang dinegasikan.

Karena keempatnya saling berkaitan satu sama lain, keempatnya merupakan step-step yang harus dilalui setiap sufi agar mencapai level di mana manusia bisa mengetahui Tuhannya.

Seperti contoh syariat tanpa hakikat itu kosong, dan hakikat tanpa syariat itu batal. Maka seorang sufi atau manusia yang berkeinginan untuk mencapai maqom makrifat harus melewati keseluruhannya agar tidak melenceng dan salah alamat atas apa yang ia tuju.

Syariat adalah pembebanan pada aspek zahir dengan melaksankan perintah Allah dan menjahui larangan-Nya.

Tarekat  adalah memperbaiki aspek batinya sebagai persiapan untuk munculnya cahaya hakikat.

Hakikat adalah penyaksian terhadap kebenaran dalam manifestasi yang dzahir. Makrifat adalah tingkatan disaat manusia bisa mengetahui Tuhannya dengan isyarat-isyarat Tuhan atas dirinya dan manusia lainnya.

Jika dianalogikan syariat adalah sebuah perahu, tarekat adalah nahkodanya, hakekat adalah pulau yang dituju, dan makrifat adalah tujuan akhir, yakni bertemu dengan sang pemilik pulau.

Sehingga dari pengibaratan tersebut akan rancau apabila salah satunya tidak ada atau tidak terpenuhi.

Menurut Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, dalam kitab Kifayatul Atqiya Wa Minhajul Ashfiya, ia menuturkan “tarekat dan hakekat bergantung pada pengalaman (syariat).

Keduanya takkan tegak dan hasil tanpa syariat. Sekalipun derajat dan kedudukan seseorang sudah mencapai level yang sangat tinggi dan ia termasuk salah satu wali Allah, ibadah yang wajib sebgaiamana diamanahkan dalam Al-Qur’an dan sunah tidak gugur darinya.”

Maka dari itu, seorang muslim atau sufi tidak boleh mudah terkecoh dan lalai sehingga meninggalkan syariat dengan mengatas namakan hahehat dan tarekat, bahkan makrifat sekalipun.

Setiap manusia pastinya memiliki keinginan untuk dekat dengan Sang Pencipta (Tuhan), karena sudah kodratnya seorang hamba untuk dekat dengan Tuhannya.

Dalam kehidupan seorang hamba, hidup ini hanyalah untuk mencari Ridha Allah, agar kita mencapai ke sebuah tingkat ketakwaan dan kedekatan dengan Sang Khalik.

Tak jarang dari manusia menjalani berbagai jalan (suluk) untuk menggapai sebuah kedekatan tersebut, atau acap kali kita sebut dengan sufi.

Perjalanan tersebut tentunya bertujuan untuk mencari sebuah ketenangan batin dan kebahagian dunia dan akhirat. Namun, perlu memperhatikan empat pondasi meraih cinta Allah

Hakikatnya, seorang sufi adalah orang yang selalu berjalan dalam kebenaran dan ketaatan kepada Tuhannya untuk meleburkan dirinya dengan Sang Pencipta.

Seorang sufi mengapresiasikan cintanya hanya kepada Tuhannya semata, bahkan menganggap bahwa di dunia ini hanya Tuhanlah yang ada.

Esensi Tuhan adalah cinta, dan sufisme adalah jalan cintanya kepada Tuhannya. Dengan maksud agar tercipta dan terbentuknya sebuah tingkat kesalehan individual sekaligus kesalehan sosial sehingga tercapailah tujuan utama manusia yaitu “Tuhan”.

Seorang sufi adalah mistikus dalam islam, manusia lain yain bahwa suatu saat di kehidupan setelah mati, mereka pasti akan menemui Allah, tetapi sang sufi adalah orang yang tak sabar akan hal itu.

Sang sufi ingin mengenal Tuhannya, melihat dan dekat dengan Tuhannya walau masih di kehidupan nyata yakni dengan menjalani perintah-perintah-Nya dan menjahui larangan-larangan-Nya.

Selain itu, melakukan zikir-zikir, ikhtiar-ikhtiar, dan amalan yang bisa mengantarkannya kepada Sang Khalik.

Oleh: Muhammad Hery Alfatih

Tags: Pilar ilmu tasawufTasawuf
Previous Post

Hukum VCS Itu Boleh atau Haram?

Next Post

Sumur Ghars dalam Wasiat Nabi

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Wasiat Nabi Tentang Sumur Ghars

Sumur Ghars dalam Wasiat Nabi

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Syahadat Intelektual: Membumikan Nabi di Era Gen Z
  • Alumni Pesantren Gelar Aksi Damai di Depan Gedung Trans7, Tanggapi Tayangan Xpose Uncensored
  • Sigap, Menag Bakal Libatkan Pimpinan Pesantren Bahas Standar Bangunan
  • Lima Prinsip Dasar Menjaga Lingkungan Menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi
  • Buka MQK 2025, Menag Dorong Eksplorasi Turats untuk Pelestarian Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng