Kitab Dhau’ Al-Mishbah fi Bayani Ahkam An-Nikah merupakan salah satu karya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari (Kiai Hasyim) yang membahas tentang panduan-panduan dalam pernikahan.
Dalam kitab tersebut, Kiai Hasyim menjelaskan terkait hukum menikah dan ragam perbedaan pendapat ulama. Di antaranya, seperti yang disampaikan Imam Syarqawi bahwa menikah hukumnya wajib ketika seseorang menginginkan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, siap memberikan mahar dan nafkah, serta dengan menikah menjadi jalan untuk menghindari zina.
Menikah dihukumi sunnah ketika seseorang menginginkan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya serta mampu memberikan mahar dan nafkah bagi pasangannya. Jika ia belum mampu untuk memberikan mahar dan nafkah, maka dianjurkan untuk berpuasa guna menghilangkan hasratnya dan keinginannya.
Menurut Abu Ishaq Al-Syairazi, menikah merupakan perkara yang mubah (diperbolehkan) karena menikah ialah mencari kesenangan yang harus bersabar atasnya dan tidak diwajibkan. Sebagaimana seseorang ingin menggunakan pakaian yang bagus.
Sementara menikah dihukumi makruh bagi seseorang yang sama sekali tidak menginginkan menikah. Baik ia memiliki kesiapan atau tidak.
Selain itu, dalam kitab tersebut Kiai Hasyim juga menjelaskan terkait beberapa kesunnahan dalam pernikahan dengan berlandaskan riwayat hadis. Di antaranya disunahkan untuk menikahi perempuan perawan. Hal ini berdasarkan hadis berikut:
عَلَيْكُمْ بِالأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ
Hendaklah kalian menikahi perawan karena mereka lebih segar bau mulutnya, dan lebih subur rahimnya (mudah memiliki anak), dan lebih rela dengan yang sedikit (H.R. Baihaqi).
Dalam hadis lain disebutkan:
تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ وَانْكِحُوا الأَكْفَاءَ
Pilihlah olehmu tempat engkau menanamkan air mani (benih)mu, dan nikahilah perempuan yang sekufu (sederajat).
Di pertengahan bab, Kiai Hasyim menjelaskan terkait enam karakter perempuan yang harus dihindari seperti yang disebutkan oleh bangsa Arab. Yakni al-ananah (perempuan yang egois), al-mananah (perempuan yang suka mengungkit-ungkit), al-hananah (perempuan yang masih mengingat masa lalunya atau bekas suaminya), al-hadaqah (perempuan yang boros), al-baraqah (perempuan yang terlalu suka bersolek), dan al-syaddaqah (perempuan yang cerewet).
Kiai Hasyim juga membahas secara detail terkait penjelasan rukun-rukun pernikahan yang harus diperhatikan, serta hak-hak antara suami dan istri yang harus dipenuhi.
Kitab ini bukan hanya memuat hukum-hukum fikih, tetapi juga adab dalam pernikahan sebagaimana sunnah Rasul. Hal ini menjadi sebuah warisan berharga sebagai pedoman, terutama di tengah zaman ketika pernikahan sering dipahami sebatas formalitas.

