tebuireng.co – Asyura atau tanggal 10 Muharram di Indonesia dirayakan sebagai hari istimewa bagi anak yatim. Asyura, sering juga dimaknai sebagai hari kasih sayang bagi anak yatim.
Pada tanggal 10 Muharram, banyak panti asuhan disambangi oleh orang kaya. Perayaan serupa juga berlaku di instansi Islam.
Dasar gerakan hari kasih sayang ini kemungkinan besar bersumber dari sebuah hadis dalam kitab Tanbihul Ghafilin:
من مسح يده على رأس يتيم يوم عاشوراء رفع الله تعالى بكل شعرة درجة
Siapa yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyura’ (tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat.
Hadis ini menjadi motivator utama masyarakat untuk menyantuni anak yatim di hari Asyura sebagai bentuk kasih sayang kepada sesama.
Sehingga banyak tersebar di masyarakat anjuran untuk menyantuni anak yatim di hari Asyura. Bahkan sampai menjadikan hari Asyura ini sebagai hari istimewa untuk anak yatim.
Hari kasih sayang ini sangat bearti bagi anak yatim, karena mereka tidak memiliki orang tua yang lengkap. Kasih sayang ini bentuk hiburan tersendiri.
Namun sayangnya, ternyata hadis 10 Muharram di atas statusnya adalah hadis palsu. Dalam jalur sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang bernama: Habib bin Abi Habib, Abu Muhammad.
Para ulama hadis menyatakan bahwa perawi ini matruk (ditinggalkan). Imam Ahmad mengatakan jika Habib bin Abi Habib pernah berdusta.
Sementara Ibnu Ady mengatakan Habib pernah memalsukan hadis (Al-Maudhu’at, 2/203) dan Adz Dzahabi mengatakan jika Habib “Tertuduh berdusta.” (Talkhis Kitab al-Maudhu’at, 207).
Para ulama menyimpulkan bahwa hadis ini adalah hadis Muharram ini palsu. Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadis batil, tidak ada asalnya.” (Al-Maudhu’at, 2/203)
Keterangan di atas sama sekali bukan karena mengaingkari keutamaan menyantuni anak yatim. Bukan karena melarang untuk bersikap baik kepada anak yatim. Sama sekali bukan. Hanya menjaga ilmu hadis.
Agar hadis di atas lebih kuat, ada baiknya melihat hadis lain sebagai penguat:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ كَهَاتَيْنِ فِى الْجَنَّةِ , وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى , وَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا قَلِيلاً
“Saya dan orang yang menanggung hidup anak yatim seperti dua jari ini ketika di surga.” Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau memisahkannya sedikit.” (HR. Bukhari no. 5304)
Dalam hadis sahih ini, Nabi hanya menyebutkan keutamaan menyantuni anak yatim secara umum, tanpa beliau sebutkan waktu khusus.
Muharram merupakan salah satu di antara empat bulan hijriyah yang utama selain bulan suci Ramadhan.
Jika Ramadhan memiliki malam lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan sebagai salah satu keistimewaannya, maka bulan Muharram memiliki hari Asyura yang merupakan hari kasih sayang seluruh umat.
Hari Asyura’ merupakan hari yang mulia dan berpuasa pada hari tersebut dapat menghapus dosa yang telah terjadi selama tahun sebelumnya.
Imam Al-Bakri Ad-Dimyathi dalam kitab I’anatutthalibin menjelasakan bahwa hikmah dari puasa Arafah melebur dosa dua tahun, yakni tahun lalu dan yang akan datang.
Sedangkan puasa Asyura hanya satu tahun adalah karena hari Arafah merupakan hari umat Nabi Muhammad, puasa pada hari tersebut dikhususkan untuk umat Nabi Muhammad saw.
Adapun hari Asyura merupakan hari umat terdahulu. Oleh sebab Nabi Muhammad adalah paling utamanya para Nabi, maka puasa di hari Arafah melebur dosa dua tahun.
Dalam sejarah umat, selain anjuran menyatuni anak yatim, Allah berkali-kali menurunkan kasih sayang-Nya kepada para Nabi dan umat terdahulu dalam banyak peristiwa yang bertepatan dengan hari Asyura yakni hari ke-10 pada bulan Muharram.
Hari kasih sayang Allah juga diberikan kepada kekasihnya di 10 Muharram.
Pertama, kasih sayang-Nya yang berupa ampunan yakni diterimanya taubat Nabi Adam, sehingga ia menjadi orang yang bersih, diampuninya dosa Nabi Dawud.
Kedua, kasih sayang-Nya yang berupa derajat yang tinggi, seperti Allah mengangkat Nabi Idris hari itu pada kedudukan yang tinggi dan memberikan kerajaan kepada Nabi Sulaiman.
Ketiga, kasih sayang-Nya yang berupa pertolongan, yakni Nabi Ibrahim yang terselamatkan dari kobaran api, Nabi Yusuf keluar dari penjara.
Pada hari itu pula Allah mengembalikan penglihatan Nabi Ya’qub, membebaskan Nabi Ayyub dari bahaya (penyakit), mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan, membelah lautan untuk Bani Israel dan menyelamatkan mereka dari kejaran Fir’aun.
Tentu saja, sebagai seorang hamba yang tidak pernah luput dari dosa sudah sepatutnya untuk mengais rahmat Allah. Salah satunya lewat merayakan hari kasih sayang bersama semua orang.
Dengan cara memeperbanyak dzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan menebar kasih diantara sesama makhluk dengan silaturahim atau bersedekah.
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, setidaknya ada tiga hal yang harus diraih oleh hamba yang berbuat dosa, yakni Al-‘Afwa, Al-Maghfirah, dan Ar-Rahmah.
Perbedaan antara kata “Afwa” dan “Maghfirah” yakni Afwa merupakan ampunan terhadap dosa hamba kepada Tuhannya.
Sedangkan “Maghfirah” ampunan terhadap dosa yang dilakukan kepada sesama makhluk, dan tertutupi kesalahannya dari mereka.
Adapun Ar-Rahmah yang dibutuhkan hamba tersebut adalah penjagaan Allah agar ia tidak jatuh kepada dosa yang sama di masa yang akan datang.
Himmayatul Husna/Abdurrahman

