Maghrur atau yang juga dikenal dengan istilah ghurur yang berarti tertipu atau terperdaya oleh diri sendiri menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan.
Dalam kitabnya, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa maghrur terbagi dalam kelompok-kelompok yang banyak, dengan bentuk ketertipuan yang berbeda-beda. Akan tetapi terdapat empat kelompok orang yang bisa mewakilinya.
ونحن نشرح أجناس مجاري الغرور وأصناف المغترين من القضاة والعلماء والصالحين الذين اغتروا بمبادئ الأمور الجميلة ظواهرها القبيحة سرائرها ونشير إلى وجه اغترارهم بها وغفلتهم عنها فإن ذلك وإن كان أكثر مما يحصى ولكن يمكن التنبيه على أمثلة تغني عن الاستقصاء وفرق المغترين كثيرة ولكن يجمعهم أربعة أصناف الصنف الأول من العلماء و الصنف الثاني من العباد والصنف الثالث من المتصوفة والصنف الرابع من أرباب الأموال
“Kita akan menjelaskan berbagai jenis jalan (penyebab) ketertipuan (maghrūr) dan golongan-golongan orang yang tertipu dari kalangan para hakim, ulama, dan orang saleh yang tertipu oleh perkara-perkara yang tampak indah pada lahirnya namun buruk pada batinnya. Kita akan menunjukkan bagaimana bentuk ketertipuan mereka serta kelalaian mereka terhadap hal itu. Meskipun jumlahnya sangat banyak dan sulit dihitung, namun dapat dijelaskan melalui beberapa contoh yang mewakili tanpa harus memerinci semuanya. Golongan orang yang tertipu sangat beragam, tetapi mereka dapat dikelompokkan menjadi empat macam: golongan pertama: dari kalangan ulama, golongan kedua: dari kalangan ‘abid (ahli ibadah),golongan ketiga: dari kalangan mutasawwif (ahli tasawuf atau sufi) dan golongan keempat: dari kalangan pemilik harta (orang kaya).” (Imam al-Ghazālī, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn (
Golongan ahli ulama tertpu dengan ilmunya, menganggap dialah yang paling mengetahui ilmu tuhannya. Ahli ibadah tertpu dengan ibadahnya, merasa dialah yang paling taat pada tuhannya. Ahli tasawuf tertipu dengan perasaannya, menganggap dialah yang paling dekat dengan tuhannya. Serta orang kaya yang tertipu dengan hartanya, bersedekah dengan riya pada manusia.
Imam Ghazali menjelaskan bahwa maghrur juga seringkali ditemukan dalam diri mereka yang menganggap kemungkaran sebagai kebaikan. Yakni seperti orang yang bersedekah dengan harta haram.
Ataupun mereka yang tidak dapat membedakan antara amal yang dilakukan untuk dirinya sendiri dengan amal yang dilakukan karena Allah, seperti seorang penceramah (al-wā‘iẓ) yang tujuan utamanya hanyalah agar diterima dan dihormati (mencari popularitas dan kedudukan).
Dalam Al-Qur’an Allah menegaskan agar manusia berhati-hati terhadap maghrur. Seperti yang disebutkan dalam surat Al-Fatir
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS Al-Fatir: 5)
Maka hendaklah kita semua selalu menjaga hati untuk tidak memberikan ruang sekecil apapun untuk sombongdan riya’ terhadap apa yang dimiliki, karena sejatinya semua Adalah milik-Nya yang dititipkan pada manusia. Wallahua’lam.
Baca juga: Hati-Hati! Inilah Perkara yang Menghalangi Rezeki

