• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Muhammadiyah Lebaran Dulu, Inkonsisten?

Oleh: Ahmad Musta’in Syafi’ie

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2023-04-21
in Kebangsaan
0
Cerita Kiai Hasyim Asy'ari Versi Musta’in Syafi’ie

KH Musta’in Syafi’ie (Foto: NU Online)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Muhammadiyah lebaran dulu, ormas Islam ini memilih jalur berbeda dalam penetapan hari raya Idul Fitri dengan pemerintah. Muhammadiyah secara resmi melakukan salat Idul Fitri pada tanggal 21 April 2023.

Sikap Muhammadiyah ini menarik dibahas secara kritis dengan pendekatan sejarah. Sejak Muhammadiyah (MD) lahir hingga Soeharto lengser, dalam bab hilal selalu pakai rukyah.

Malah derajat hilalnya tinggi-tinggi, 4, 6 dst. Tahun 1990-an pernah istikmal tiga kali berturut-turut (?).

Era itu, tim rukyah Nahdlatul Ulama (NU) yang berhasil merukyah dan datang ke kantor P.A. atau Depag, berani disumpah mesti tidak digubris. Kantornya ditutup dsb.

Bagi KH Mahfudh Anwar, pakar falak Jombang, dua derajat lebih sedikit sangat memungkinkan pakai rukyah. Maka NU sering riyoyo duluan. Sedangkan pemerintah yang dikuasai MD selalu istikmal.

Dalilnya di televisi pasti ayat kewajiban taat kepada ulil amri. Maklum, MD lebih disayang Soeharto saat itu.

Bagitu Soeharto lengser dan Gus Dur jadi presiden, MD yang semula menguasai Depag dan pakai derajat tinggi mesti terlambat, berubah total dengan menggunakan metode imkan al-Wujud, meski tak mungkin bisa dirukyah. Yang penting hilal sudah ada, di atas ufuk berapapun derajatnya. Persyetan dengan rukyah-rukyahan.

Teori imkan al-Wujud ini pernah muncul di Mesir saat Lembaga Syariah dipimpin oleh Al-syaikh Ahmad Mustafa al-Maraghi tahun 1930-an meski tidak diterima oleh jumhur ulama di sana.

Dilihat dari sejarahnya, perubahan pola pikir MD soal hilal ini jelas terkait dengan situasi politik. Muhammadiyah lebaran duluan sekarang, dulu lebaran belakangan.

Dan pembacaan ini sah-sah saja. Dulu, saat berkuasa, dulur-dulur MD istikamah hadir di sidang itsbat dan berdasar rukyah. Di televisi, demi pembenaran diri dan nyindir NU mereka ndalil “athi’u Allah wa athi’u Al-rasul wa Ulil Amr minkum. Sekarang?

Dalam sebuah diskusi soal pola pikir dulur-dulur MD tentang hilal ini, pernah penulis lontarkan pertanyaan:

INI DINAMIKA IJTIHAD atau INKONSISTENSI PEMIKIRAN?

Beda, kalau NU sejak dulu, baik sedang berkuasa atau tidak selalu pakai rukyah. Sementara MD, saat berkuasa dulu pakai rukyah. Saat ini, tidak.

Demi maslahah umat, gimana kalau podo ngalahe sehingga bisa kompromi. Ibarat jual beli dan amrih dadine, yang atas turun dan yang bawah naik.

Contoh, hilal minimal satu derajat atau..? Bisa dirukyah atau tidak.

Perkoro dalil sama-sama punya. Perkoro argumen juga sama-sama punya. Hanya orang bijak yang bisa mengedepankan masalah ammah, mengenyampingkn ego sektoralnya.

Apapun adanya, sesama mukmin adalah saudara dan al-Faqir tetap berucap:


تقبل الله منا ومنكم الصيام والقيام وجعلنا من العائدين الفائزين
والله معكم

Tags: hisabPenetapan Syawal Muhammadiyahrukyatul hilalteori imkan al-wujud
Previous Post

Amalan yang Dianjurkan ketika Terjadi Gerhana Matahari

Next Post

Tradisi Jelang Lebaran di Mamuju, Unik!

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
tradisi unik jelang lebaran di Mamuju

Tradisi Jelang Lebaran di Mamuju, Unik!

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri
  • Manusia dalam Pancasila: Makhluk Monoplural yang Menyatu dalam Keberagaman
  • Menjadi Mandiri: Seni Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng