Dalam kehidupan berumah tangga, memilih pasangan hidup bukanlah keputusan yang bisa dianggap remeh. Islam menekankan pentingnya memilih pasangan yang taat beragama, tetapi ketaatan agama saja tidaklah cukup.
Penting juga untuk memastikan bahwa pasangan tersebut memiliki hati nurani yang baik. Tanpanya, ketaatan agama bisa saja menjadi semu, dan kehidupan rumah tangga berpotensi diliputi oleh diskriminasi dan kekerasan, baik secara verbal, fisik, maupun psikis.
Dalam memilih pasangan, sering kali kita terjebak pada penampilan luar atau ketaatan agama yang tampak kasat mata, seperti rajin beribadah. Namun, kita perlu bertanya lebih jauh, apakah di balik ketaatan itu tersimpan hati nurani yang kuat? Karena seseorang yang taat beragama belum tentu memiliki moralitas yang baik. Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تُنْكَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ:
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini sering digunakan sebagai panduan dalam memilih pasangan, menekankan pentingnya agama. Namun, ulama juga mengingatkan bahwa agama tidak hanya mencakup ibadah ritual, tetapi juga mencakup akhlak dan moralitas yang baik.
قال الإمام الغزالي في كتابه إحياء علوم الدين:
“حقيقة الأخلاق أنها هيئة في النفس راسخة عنها تصدر الأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر وروية، فإن كانت الهيئة بحيث تصدر عنها الأفعال الجميلة المحمودة عقلًا وشرعًا بسهولة، سميت الهيئة خلقًا حسنًا، وإن كان الصادر عنها الأفعال القبيحة، سميت الهيئة التي هي المصدر خلقًا سيئًا.”
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin berkata:
“Hakikat akhlak adalah sebuah kondisi yang tertanam dalam jiwa, darinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan lancar tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan. Jika kondisi itu melahirkan perbuatan-perbuatan yang indah dan terpuji secara akal dan syariat, maka kondisi itu disebut akhlak yang baik. Jika yang lahir adalah perbuatan-perbuatan yang buruk, maka kondisi itu disebut akhlak yang buruk.”
Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam Islam, menekankan pentingnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam relasi pernikahan. Ia menjelaskan bahwa akhlak yang baik adalah cerminan dari iman yang sejati.
Cania Citta, dalam salah satu video di YouTube, mengkritik pandangan masyarakat Indonesia yang sering menyamakan moral dengan agama. Masyarakat kerap menganggap bahwa “moral pasti agama” dan “agama pasti moral,” padahal kenyataannya belum tentu demikian. Moralitas memiliki koneksi yang erat dengan hati nurani, yang merupakan kompas batin dalam membedakan baik dan buruk.
Menurut Plato, seks adalah salah satu aspek dari jiwa yang irasional dan dapat menjadi liar jika tidak dikendalikan oleh logostikon, bagian jiwa yang rasional. Ini menunjukkan bahwa tanpa pengendalian diri yang baik, ketaatan beragama saja tidak akan cukup untuk menjamin moralitas seseorang. Pengendalian diri yang sejati harus dilandasi oleh hati nurani yang baik.
Dalam konteks pernikahan, penting bagi pasangan suami istri untuk memiliki hati nurani yang sehat agar dapat menciptakan kehidupan rumah tangga yang adil dan harmonis. Diskriminasi, dalam bentuk apapun baik verbal, fisik, maupun psikis tidak akan pernah terjadi jika kedua pasangan memiliki hati nurani yang baik. Oleh karena itu, ketika memilih pasangan hidup, jangan hanya melihat ketaatan beragama, tetapi pastikan juga bahwa calon pasangan memiliki hati nurani yang kuat. Jika tidak, maka lebih baik tinggalkan saja, karena hidup bersama tanpa hati nurani adalah risiko besar yang bisa menghancurkan kebahagiaan di masa depan.
Islam menekankan pentingnya keseimbangan antara ibadah dan akhlak, antara ketaatan kepada Allah dan kebaikan kepada sesama manusia, terutama kepada pasangan hidup. Oleh karena itu, mencari pasangan hidup yang taat beragama sekaligus memiliki hati nuranimenjadi faktor penting sebagai kunci untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Hanya dengan cara ini, kita bisa berharap untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagiaan dan jauh dari kekerasan serta diskriminasi.
Penulis: Erik Lis Setiawan
Editor: Thowiroh

