Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menyoroti peran strategis media sosial dalam membentuk opini publik global, khususnya dalam konflik yang melibatkan Palestina-Israel dan Iran-Israel. Menurutnya, di antara berbagai platform digital, X (sebelumnya Twitter) menjadi ruang paling terbuka untuk menyuarakan pandangan publik.
“Saya ingin berbicara dari sudut pandang sentimen media sosial terhadap perang Iran-Israel. Biasanya menjelang subuh, lini masa X dipenuhi informasi dan opini seputar perang ini,” ujar Gus Ulil dalam Forum Kramat yang digelar di Gedung Plaza PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (20/06/25).
Ia menjelaskan bahwa media sosial telah mengambil alih peran besar dalam penyebaran informasi, menggantikan dominasi media arus utama.
Menurutnya, Platform X menjadi simbol penting dari perubahan lanskap komunikasi global, terutama dalam konteks konflik dan ketidakadilan.
“Bagi saya, X adalah sumber informasi yang penting. Meskipun tidak semua bisa dipercaya karena banyaknya propaganda, tetapi kita tetap bisa menangkap perspektif yang sering luput dari media seperti CNN, BBC, atau Al Jazeera,” jelasnya.
Gus Ulil juga mengulas perubahan besar yang terjadi setelah Elon Musk mengakuisisi Twitter pada Oktober 2022. Menurutnya, sebelum menjadi X, platform tersebut menerapkan sensor ketat terhadap opini publik, seperti yang masih terjadi di Instagram dan Facebook.
“Elon Musk menyatakan dirinya sebagai penganut kebebasan berbicara absolut. Hal itu ia buktikan dengan menghapus berbagai bentuk sensor, sehingga X kini menjadi ruang terbuka bagi beragam suara, termasuk suara pro-Palestina dan anti Israel,” ungkapnya.
Ia menilai kebebasan ini telah memberi ruang bagi banyak akun besar yang sebelumnya dibungkam untuk menyuarakan kritik secara lebih lantang.
“Belum pernah terjadi sebelumnya, suara-suara kritis terhadap Israel bisa tampil sejelas ini,” tegas Gus Ulil.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa dominasi narasi anti-Israel di X menunjukkan adanya pergeseran besar dalam medan wacana global.
“Di tengah keterbatasan media lainnya, X hadir sebagai ruang perjuangan naratif bagi mereka yang ingin menyuarakan keadilan,” pungkasnya.