Dalam Islam, bisnis tidak hanya tentang urusan mencari keuntungan, tetapi juga bagian dari ibadah. Sebab hal tersebut bisa menjadi wasilah seseorang untuk bertahan hidup yang tentu tujuan akhirnya adalah untuk terus beribadah kepada Allah.
Nabi Muhammad telah banyak memberikan panduan dan contoh terkait bagaimana seharusnya etika dalam menjalankan aktivitas ekonomi atau berbisnis. Hal ini seperti yang terekam dalam berbagai hadisnya.
Diantara etika berbisnis yang dicontohkan oleh Nabi yakni jujur. Disebutkan bahwa kejujuran merupakan hakikat agama. Praktik jujur dalam berbisnis bisa dilakukan dengan cara transparan terhadap barang dagangannya, yakni menjelaskan secara detail kekurangan dan kelebihan barang yang dijual. Dalam hadis Nabi bersabda
عن أبي خالد حكيم بن حزام. رضي الله عنه ، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “ البيعان بالخيار مالم يتفرقا، فإن صدقاً وبينا بورك لهما في بيعهما، وإن كتما وكذبا محقت بركة بيعهما” ((متفق عليه)
Artinya: “Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Penjual dan pembeli memiliki hak memilih (melanjutkan atau membatalkan transaksi) selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang), maka akan diberkahi dalam jual belinya. Namun jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dihapus keberkahan jual belinya.”
Etika selanjutnya adalah Amanah. Yakni sikap untuk menjaga kepercayaan orang lain terhadapnya. Sikap tersebut juga menjadi salah satu tanda tingginya iman seorang muslim. Sebab orang yang yang mampu menjaga amanah tidak termasuk orang munafik. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis
عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “آية المنافق ثلاث: إذا حدّث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika dipercaya, ia berkhianat.” (HR. Bukhari)
Prof Quraish Shihab menjelaskan bahwa orang yang menjaga amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya tentulah akan memelihara hubungannya dengan sesama manusia, karena semua agama memerintahkan untuk menjalin hubungan harmonis dengan semua pihak.
Etika lain dalam berbisnis yakni toleransi. Seperti yang dilakukan Nabi dengan cara tidak memberatkan pembeli, mempermudah dalam transaksi dan menjual dengan harga standar yaitu harga yang berlaku secara umum. Dalam hadis disebutkan
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى
Artinya: Nabi SAW bersabda: “Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli dan juga orang yang meminta haknya” (HR Bukhari)
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abdurrahman Ibn ‘Auf RA menjadi kaya karena tiga hal: pertama; tidak pernah menolak margin yang sedikit, kedua; ketika diminta untuk menjual hewan ternak, tidak mengakhirkan (menunggu penawaran yang tinggi) dan ketiga; tidak pernah membeli dengan berhutang.
Demikian beberapa etika berbisnis yang baik sebagaimana dicontohkan oleh Nabi. Wallahua’lam.
Baca juga: Hal-hal yang Penting dalam Memulai Bisnis