Fenomena menarik masyarakat Indonesia dibidang pendidikan salah satunya yakni ramainya masyarakat yang lebih memilih sekolah swasta dibandingkan dengan sekolah negeri. Meskipun sudah diketahui bahwa sekolah swasta ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan sekolah negeri yang gratis dari pemerintah.
Menurut pengamat orang tua, utamanya di tingkat sekolah dasar, peningkatan peminat sekolah swasta karena lebih cenderung berbasis agama. Meskipun hal ini juga tak terjadi di seluruh Indonesia.
Seperti yang sudah diketahui, pemerintah sudah menggelontorkan 20% anggaran pendidikan setiap tahunnya, dimana tahun ini anggaran pendidikan mencapai 724,3 Triliun. Anggaran yang dialokasikan kualitas pendidikan, fasilitas, hingga kesejahteraan guru.
Data hasil dari BPS mengenai Susenas Modul Sosial budaya dan pendidikan tahun 2021 yang secara khusus membahas mengenai penunjang pendidikan mulai dari biaya pendidikan, beasiswa, transportasi, dan kegiatan belajar dan data dari BPS Statistik penunjang pendidikan tahun 2018 yang juga membahas mengenai hal yang sama menghasilkan tingkat sekolah dasar biaya rata rata pendidikan sebanyak 2,40 juta di tahun 2017/2018 dan 3,24 juta di tahun 2020/2021, sedangkan tingkat SMP 4,23 juta di tahun 2017/2018 dan 5,59 juta di tahun 2020/2021, begitu pun dengan SMA 6,53 di tahun 2017/2018 juta dan 7,80 juta di tahun 2020/2021.
Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa peningkatan sekolah dasar 35% , sekolah menengah pertama 32%, dan sekolah menengah atas sebesar 19%. BPS juga memberikan keterangan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar rata-rata biaya pendidikan yang harus dikeluarkan siswa atau mahasiswa.
Meskipun biaya pendidikan alami kenaikan bagi masyarakat yang memiliki ekonomi dan akses informasi, ada referensi atau keinginan untuk memilih sekolah swasta mengingat kualitas yang lebih baik dan solusi akan keterbatasan sistem zonasi di sekolah negeri.
Sistem Student Loan apakah bisa diterapkan?
Student loan atau sistem penunjang pinjaman pendidikan untuk mahasiswa agar mendapatkan dana untuk pendidikan yang sedang mereka tempuh.
Terdapat dua jenis pinjaman student loan ini, pertama pinjaman hipotek atau pinjaman yang memiliki jangka tempo waktu pembayaran yang telah ditentukan. Kedua, pinjaman berbasis pendapatan yang peminjam memiliki kemampuan untuk melunasi pinjaman setelah pendapatan mereka mencapai tingkat tertentu.
Sistem ini banyak digunakan di Amerika Serikat dan Inggris, sejauh ini di Indonesia belum begitu familiar. Apalagi di Indonesia masih adanya faktor budaya dan tanggung jawab keluarga untuk membiayai pendidikan anak.
Disisi lain seperti perbankan, menyalurkan pinjaman kepada mahasiswa dianggap memiliki risiko yang tinggi lantaran ketidakpastian penghasilan dari mahasiswa tersebut. Beberapa mahasiswa juga belum pasti mendapatkan pekerjaan setelah mereka lulus, ditambah gaji fresh graduate yang kebanyakan masih dibawah upah minimum regional.
Seharusnya pendidikan diberikan gratis dari pemerintah, mengingat sama dengan tujuan negara Indonesia yaitu ‘… mencerdaskan kehidupan bangsa….’. Apalagi level pendidikan Indonesia masih dibawah negara Asean seperti skor PISA (kemampuan membaca, matematika, dan sains) Indonesia (2022). Pemerintah harus terus memperbaiki pendidikan, sistem, fasilitas, hingga pembiayaan pendidikan. Jika pendidikan terus seperti ini, Indonesia akan gagal menyambut bonus demografi 2045.
Penulis: Maulida Fadhilah Firdaus
Editor: Thowiroh
Baca juga: Pentingnya Literasi Keuangan, Atasi Jeratan Utang Konsumtif Pay Later