Merayakan maulid Nabi utamanya di bulan Rabiul Awwal selalu menjadi topik pembahasan di kalangan umat. Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya yang berjudul Haul al-Ihtifal bi Dzikra Maulid al-Nabawi al-Syarif menjelaskan 21 dalil terkait bolehnya merayakan maulid Nabi.
Menurutnya, maulid Nabi merupakan hari yang lebih mulia dari hari besar lainnya. Sebab, dengan lahirnya Nabi lah hari-hari besar islam ada. Seperti hari idul fitri, idul adha dan lainnya.
Sayyid Muhammad al-Maliki juga menjelaskan bahwa dalam merayakan maulid Nabi tidak ada batasan waktu. Tetapi sudah seharusnya di setiap waktu umat islam merasa gembira dengan lahirnya Nabi.
Mengenai 21 dalil yang diungkapkan Sayyid Muhammad al-Maliki dalam kitabnya terkait kebolehan merayakan maulid Nabi secara singkat sebagai berikut:
Pertama, bahwa peringatan Maulid Nabi SAW merupakan ungkapan kegembiraan dan kesenangan yang mana Allah akan memberi Rahmat bagi siapapun yang gembira dengan lahirnya Nabi. Bahkan orang kafir seperti Abu Lahab mendapatkan syafaat dengan wasilah kegembiraan akan lahirnya Nabi tersebut.
Kedua, merayakan maulid Nabi dicontohkan langsung oleh Nabi secara implisit dengan cara Nabi berpuasa setiap hari senin.
Ketiga, merayakan maulid Nabi karena gembira akan lahirnya Nabi merupakan salah stu perintah yang disebutkan dalam Al-Qur’an “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (Surah Yunus: 58)
Keempat, karena setiap waktu tertentu yang memiliki kaitan dengan sejarah keagamaan besar tidak seharusnya untuk terlewat begitu saja, tetapi menjadi sarana untuk mengingat nikmat Allah, mengambil pelajaran dari peristiwa itu, dan mengagungkan harinya dengan ibadah.
Kelima, peringatan Maulid Nabi bisa mendorong orang untuk memperbanyak membaca salawat, dan yang mana membaca salawat termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Keenam, dengan peringatan maulid Nabi bisa membuat orang lebih mengenal Nabi sebab dalam perayaan maulid Nabi biasanya akan disebutkan terkait sirah, mukjizat dan lainnya.
Ketujuh, menurut Sayyid Muhammad al-Maliki peringatan Maulid merupakan salah satu ungkapan penghormatan terhadap Nabi dengan dengan menjelaskan dan menceritakan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama. Sebagaimana dahulu, para penyair biasanya datang kepada Nabi dengan membawa qasidah lalu Nabi meridhoinya.
Kedelapan, parayaan maulid Nabi bisa mendorong seseorang meraih kesempurnaan iman yakni dengan mengenali sifat-sifat Nabi sehingga bisa menumbuhkan rasa cinta kepadanya.
Kesembilan, bahwa mengagungkan Nabi merupakan hal yang disyariatkan. Sementra, bergembira pada hari kelahiran Nabi dengan menampakkan rasa bahagia, mengadakan jamuan, berkumpul untuk berzikir, dan memuliakan orang-orang fakir merupakan di antara bentuk yang paling nyata dari pengagungan.
Kesepuluh, sebagaimana disebutkan bahwa hari jum’at menjadi hari mulia karena nabi adam diciptakan sehingga betapa lebih mulia hari lahirnya Nabi Muhammad sebagai manusia paling agung.
Kesebelas, peringatan maulid adalah perkara yang telah dianggap baik oleh para ulama dan kaum Muslimin di seluruh negeri, serta telah menjadi amalan yang berlaku di berbagai tempat.
Kedua belas, bahwa dalam peringatan maulid Nabi mengandung banyak unsur sunnah seperti berkumpul bersama, berzikir, bersedekah dan mengangungkan Nabi.
Ketiga belas, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa diantara diantara hikmah menceritakan kisah-kisah Rasul yakni untuk meneguhkan hati dan iman seseorang.
Keempat belas, bahwa tidak semua yang tidak dilakukan oleh ulama salaf terdahulu Adalah bid’ah yang buruk. Akan tetapi, setiap hal yang baru harus ditimbang dengan dalil-dalil syariat. Jika mengandung kemaslahatan maka hukumnya wajib, jika mengandung keharaman maka hukumnya haram, jika mengandung kemakruhan maka hukumnya makruh, jika termasuk perkara mubah maka hukumnya mubah, dan begitupun jika termasuk sesuatu yang dianjurkan maka hukumnya sunnah.
Kelima belas, tidak semua bid’ah adalah diharamkan. Sebab Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran.
Keenam belas, menurut Sayyid Muhammad al- Maliki peringatan maulid, meskipun tidak ada pada masa dan termasuk bid‘ah. Namun ia adalah bid‘ah hasanah karena masuk dalam cakupan dalil-dalil syar‘i.
Ketujuh belas, bahwa semua hal yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi terdapat perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.
Kedelapan belas, seperti yang disampaikan Imam Asy-Syafi’i segala hal yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi ) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. sementara suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut merupakan sesuatu yang terpuji.
Kesembilan belas, disebutkan bahwa setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syariat, yang pengadaannya tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat, serta tidak mengandung kemungkaran, maka ia termasuk bagian dari agama.
Kedua puluh, memperingati maulid Nabi sama dengan menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah. Sebagaimana mengerjakan amaliah haji menjadi wasilah untuk menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.
Kedua puluh satu, Sayyid Muhammad al-Maliki menegaskan bahwa segala yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan maulid Nabi disepesifikasikan dalam peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib ditentang.
Demikian penjelasan terkait dua puluh satu dalil yang disebutkan Sayyid Muhammad al-Maliki terkait bolehnya merayakan maulid Nabi. Wallahua’lam.
Baca juga: Kisah Raja al-Mudzaffar, Penguasa Irbil yang Pertama Kali Rayakan Maulid Nabi