• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Zuhud dan Implementasinya dalam Kehidupan Modern

Oleh: Thowiroh

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2022-09-14
in Keislaman, Pendidikan, Tasawuf
0
Zuhud dan Implementasinya dalam Kehidupan Modern

Zuhud dan Implementasinya dalam Kehidupan Modern (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co- Zuhud merupakan suatu sikap yang banyak disinggung dalam Al Qur’an ataupun hadist. Sikap ini diartikan sebagai suatu sikap ketidak tertarikan terhadap sesuatu (gemerlap dunia) dan meninggalkannya. Seorang yang mengamalkan hidup zuhud disebut zahid.

Sikap zuhud termasuk sikap yang banyak dicontohkan oleh kaum sufi karena menurut mereka zuhud adalah salah satu cara agar lebih dekat dengan Allah. Yaitu dengan meninggalkan kesenangan dunia yang mana dunia dikatakan sebagai hijab atau penghalang seorang mereka kepada Allah.

Mereka berdalil ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa kehidupan dunia  ini tidak lain hanyalah sementara sedangkan kehidupan akhirat adalah kekal dan abadi sehingga sudah sepatutnya seorang tidak tertipu dan terperdaya pada hal yang fana dan adanya tak lain hanyalah fatamorgana. Sebagaimana yang disebut dalam surah Surat al-An’am ayat 32. Allah berfirman:

وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ ۗوَلَلدَّارُ الْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

“Dan tidaklah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.”  Kemudian ayat  ini ditegaskan lagi oleh Allah dalam surat al-Ankabut ayat 64:  

وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌۗ وَاِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

” Dan  tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya   akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”.

 Selanjutnya penjelasan ayat tersebut diteruskan dalam surat al-A’la ayat 16 dan 17:

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”

Rasulullah telah memberikan contoh seputar zuhud dengan sikap kesederhanaannya dalam kehidupan sehari hari. Dalam sebuah riwayat dijelaskan  bahwa Rasulullah tinggal bersama istri-istrinya di dalam sebuah rumah yang sederhana, beratapkan jerami, dimana tiap-tiap kamarnya  dipisah dengan batang-batang pohon plana, yang direkat dengan lumpur dengan segala peralatan rumah tangga yang sederhana dalam riwayat Aisyah r.a  disebutkan: “Kasur Rasulullah SAW yang biasa digunakan untuk tidur adalah terbuat dari kulit yang isinya sabut pohon kurma”. (HR. Bukhari, Muslim ).

Rasulullah SAW juga pernah bersabda: “Zuhudlah engkau pada dunia, pasti Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada pada manusia, pasti manusia akan mencintaimu”.

Dalam ajaran tasawuf, Para tokoh sufi membagi tingkatan zuhud menjadi tiga tingkatan. Pertama adalah tahap pra zuhud. Pada tahap ini seseorang hatinya masih cenderung kepada kelezatan dunia kemudian berusaha memerangi dan menghentikan segala hawa nafsunya terhadap semua keinginan terhadap dunia.

Kedua, yaitu sesorang yang sudah berada pada tingkatan zuhud dimana hatinya tidak tertarik lagi kepada kelezatan dunia, tetapi hatinya masih merasa takjub dengan kezuhudannya. Tidak  tertarik  kepada dunia karena ingin mendapat kelezatan dan kenikmatan yang lebih besar di akhirat. Namun zuhud yang seperti ini menurut kaum sufi bukan merupakan tujuan yang sesungguhnya dan dianggap masih memiliki kekurangan.

Ketiga, yaitu seorang zuhud dengan sukarela dalam kezuhudannya. Ia bahkan sama sekali tidak memandang akan kezuhudannya. Karena di dalam dirinya ia tidak melihat telah meninggalkan  sesuatu yang berharga, Ia layaknya orang yang meninggalkan tembikar untuk mengambil permata  atau mutiara.

Praktek kehidupan zuhud sebagai maqomat dalam sistem ajaran tasawuf merupakan warisan dari potret kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Seseorang yang ingin mencapai derajat dan ma’rifat pada Allah harus lebih mencintai akhirat dari pada kenikmatan dunia. Di era modern yang segalanya berubah menjadi sedemikian canggih membuat sebagian orang tidak memungkinkan untuk menghindar dari materi dunia sebab banyak kebutuhan dan tuntutan yang harus dipenuhi. Hal tersebut membuat sedikit perbedaan konsep pengamalan zuhud secara tekstual (yang mengharuskan untuk meninggalkan dunia dan segala kesenangannya) dengan kehidupan era modern seperti saat ini yang menuntut segalanya untuk dipenuhi. Lalu bagaimana pengamalan zuhud yang benar di era modern?

Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa pengamalan zuhud di era modern tidak harus membuat orang menghindar sepenuhnya dari dunia. Tanda seseorang yang memiliki sikap zuhud adalah menjadikan dunia sebagai sarana untuk meraih akhirat, bukan untuk dinimakti dan dicintai. Semakin tinggi tingkat kelapangan jiwa untuk melepaskan rasa kepemilikan dunia,  maka semakin tinggi pula derajatnya di sisi Allah. Dalam kehidupan yang serba materialistis sekarang ini sikap zuhud sangat  dibutuhkan, karena dengan sikap ini akan mendidik seseorang untuk tidak berambisi untuk mengejar urusan dunia secara  berlebihan. 

Senada dengan penjelasan tersebut. Hamka juga mengartikan bahwa zuhud bukan berarti terputusnya kehidupan dunia dengan berpaling secara keseluruhan dari hal-hal dunia, sebagaimana yang diamalkan oleh golongan materialis. Ajaran zuhud diibaratkan sebagai bentuk perlawanan terhadap kehidupan modern yaitu sikap sederhana atau tengah-tengah dalam menghadapi segala sesuatu. Zuhud bukan berarti berpaling dari kehidupan dunia dan cenderung menutup diri dari kehidupan sosial, zuhud ialah orang yang sudi miskin, sudi kaya, sudi tidak memiliki harta, dan sudi menjadi milyuner, namun harta itu tidak menjadi sebab sesorang melupakan Tuhan Yang Maha Benar dan lalai terhadap kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Wallahua’lam bisshowab.

Baca juga: Belajar Zuhud dari Gus Dur

Previous Post

Biodata Ning Imaz Fatimatuz Lirboyo

Next Post

Rasuna Said, Singa Betina Pergerakan Kemerdekaan Indonesia

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Rasuna Said, Singa Betina Pergerakan Kemerdekaan Indonesia

Rasuna Said, Singa Betina Pergerakan Kemerdekaan Indonesia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Memahami Macam Makna Musibah dalam Al-Qur’an
  • Gubernur Khofifah: Guru sebagai Fondasi Ekosistem Pendidikan yang Maju
  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng