tebuireng.co- Pembahasan tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan tidak pernah tuntas. Akhir-akhir ini kesetaraan gender semakin sering dibahas dan semakin banyak ditemukan kesalahpahaman. Hal ini menjadi isu yang semakin kuat dan membuat semakin banyak orang sadar mengenai kesetaraan gender.
Shihab & Shihab, pada podcast kali ini (21/4/22) Habib Quraisy Shihab dan Najwa Shihab berkesempatan membahas isu kesetaraan gender bersama dengan Ning Zannuba Ariffah Chafsoh S.Ikom atau yang akrab dipanggil Mbak Yenny Wahid, putri almarhum Gus Dur.
Menurutnya setiap sisi positif pasti tidak luput dari sisi negatif. Begitu juga dalam kasus kesetaraan gender di zaman sekarang ini. Dilihat dari sisi positifnya, jabatan pemerintahan pada zaman sekarang boleh di pegang perempuan. Dapat dilihat pula, tidak sedikit suami yang mendukung istri dalam berkarier, dan lain-lain.
Namun masih saja terdapat fenomena negatif dari kesetaraan gender, seperti cenderung mengungkung kebebasan perempuan dalam beraktivitas dan berpikir, serta banyak juga narasi atau dalil yang didasarkan pada agama, yang malah seperti di buat-buat.
Baca juga: Perempuan Sebagai Objek Subjek Pembangunan
Mbak Yenny mengungkapkan “terdapat salah satu dalil, yang banyak didoktrinkan. Seperti dalil Aljannatu takhta zauj (surga itu ada pada suami). Padahal seperti yang kita ketahui, surga itu adanya pada telapak kaki ibu. Bukan di bawah telapak kaki pasangan. Dalil ini tidak ada dasarnya. Doktrin seperti ini digunakan agar perempuan tunduk secara superfisial dan mengekang kebebasan mereka, bukan untuk menciptakan hubungan yang harmonis tapi setara, malah menjadikan hubungan yang timpang dengan berdasarkan dalil yang seolah dirujukkan pada narasi agama”, tuturnya.
Habib Quraisy menjawab “Istilah kesetaraan dalam ‘kesetaraan gender’ sudah sangat tepat. Karena kesetaraan itu tidak harus sama. Ada tugas yang memang umumnya dikerjakan oleh laki-laki, bukan berarti perempuan terhalang melakukan pekerjaan tersebut, namun berat dilakukan. Pun dengan perempuan, terdapat pekerjaan khusus, yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan, seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui, yang mana semua pekerjaan Itu tidak bisa digantikan perannya oleh laki-laki”.
Inti dari kesetaraan adalah saling melengkapi. Jika hanya dilakukan sendiri, maka kehidupan akan berhenti. Misalnya, jika hanya ada laki-laki saja, maka kehidupan tidak akan ada kelanjutan karena tidak adanya perempuan untuk saling melengkapi kehidupan.
Habib Quraisy membacakan sebuah syair yang berbunyi :
Tanpa salah satu dari mereka (Laki-laki dan perempuan),
Hidup bagaikan perahu tanpa layar
Gitar tanpa senar
Dan malam tanpa bulan.
Artinya memang bisa saja seorang lelaki hidup sendiri, perempuan hidup sendiri, tapi hidup mereka tidak akan tenang karena menyalahi fungsi kemanusiaan. Hak-hak antara laki-laki dan perempuan bisa dikatakan hampir sama. Namun yang menjadi pembeda, karena terdapat kodrat yang tidak sama pada diri perempuan dan laki-laki.
Kita tidak bisa berkata perempuan harus tunduk pada laki-laki, ataupun laki-laki harus mengikuti keinginan perempuan. Keduanya harus saling bekerja sama mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama.
Dalil ‘surga di bawah telapak kaki ibu’, memang terdapat suatu riwayat yang mengatakan hal demikian. Namun, menurut Habib Quraisy Shihab yang dimaksud di sini adalah, hadis ini ditujukan kepada seorang anak agar ia berbakti dan takut kepada ibu. Karena biasanya ibu lebih lemah dibanding ayah, dan umumnya anak lebih takut kepada ayah dari pada ibu. Hal ini dilakukan untuk menekankan perlunya penghormatan kepada seorang ibu.
Di dalam hadis ini terdapat pesan, Sayyidina Aly berkata:
Hai anakku, Tuhan tidak berpesan kepadaku agar aku mencintaimu
Tapi aku dipesankan agar aku mendidikmu.
Hai anakku, Tuhan tidak berpesan kepadamu agar engkau mencintaiku.
Tapi Ia berpesan kepadaku agar engkau menghormatiku.
Sebab adanya cinta antara orang tua kepada anaknya otomatis.
Dalam Islam perempuan mendapat tempat yang sangat istimewa. Hal ini merupakan salah satu revolusi yang dibawa Nabi Muhammad SAW . Namun masih banyak orang dalam Islam hanya melihat perempuan dalam kedudukan domestik saja, bahkan dalam istilah Jawa, perempuan itu hanya bertempat di dapur, sumur, dan kasur. Terdapat pula istilah Jawa suwarga nunut, neroko katut.
Padahal jika kita menilik ke masa lampau, tepatnya pada masa Khulafaur Rasyidin, perempuan sudah menjadi sosok yang bertanggung jawab di pasar. Bahkan Sayidah Aisyah sudah memimpin pasukan dalam Perang Jamal. Lalu mengapa perempuan di zaman sekarang masih saja hanya diberi ruang lingkup dalam urusan domestik saja?
Pandangan masyarakat pada perempuan yang lahir pada masa lalu, akibat kurang terdidik, menjadikan prioritas terlalu banyak diberikan pada anak laki-laki. Karena mereka beranggapan perempuan akan kembali ke dapur. Padahal mestinya perempuan juga diberi kesempatan yang sama.
Sayangnya persepsi itu masih dilanggengkan dalam budaya-budaya patriarki. Pemahaman yang keliru itulah yang terkadang menjadikan posisi perempuan menjadi sulit. Untuk menghadapi hal tersebut perempuan tidak boleh hanya menerima dengan pasrah, ia harus mempertahankan apa yang menjadi haknya.
Baca juga: Ulama Perempuan Asal Sumatera