Kaidah dalam melantunkan kasidah ataupun salawat penting untuk diketahui. Hal ini karena pelantunan kasidah dan salawat akhir-akhir ini sudah marak dilakukan improvisasi agar lebih mudah diterima dan disukai penikmatnya. Meski begitu beberapa dari pelantun yang melakukan improvisasi kurang memperhatikan terkait kaidah dan tata caranya sehingga hal tersebut bisa berbahaya karena sangat berpotensi mengubah esensi atau makna dari kaidah atau shalawat yang sedang dibaca.
KH Nasir Mansur, seorang munsyid internasional menjelaskan bahwa fenomena improvisasi yang kini banyak dilakukan harus lebih diperhatikan. Meski pada dasarnya melakukan improvisasi adalah hal yang bisa dilakukan dengan bebas, namun para pelantun kasidah atau salawat harus lebih hati-hati dalam mengulang bait-bait shalawat atau syiir sebagai bentuk improvisasi.
“Hati-hati dalam mengulang-ulang bahkan memotong bait shalawat, kalau sekiranya dengan mengulang bisa menjadikan esensi dan maknanya menjadi tidak baik maka sudah seharusnya tidak melakukan pengulangan,” terangnya. Seperti dikutip dalam kanal youtube @AlMaliki TV. Kamis,(21/09/23).
KH Nasir Mansur juga menjelaskan bahwa di antara hal yang harus diperhatikan juga dalam mengimprovisasi adalah dengan tidak mengubah dan menghilangkan lebih dari tujuh puluh persen nada karena hal tersebut bisa mengubah hak cipta.
“Bahkan orang Syuriah ketika mendengar lagu mereka diimprovisasi oleh masyarakat Indonesia, mereka tidak komplain karena improvisasi adalah bebas selama variasi yang dibuat tidak mengubah dan keluar dari jalur maqamat-nya,” jelasnya
Munsyid Internasional ini juga memaparkan beberapa istilah yang berkaitan dengan insyad yang masih jarang diketahui oleh masyarakat. Bahwa dalam melantunkan insyad terdapat istilah seperti syair atau kasidah yang merupakan kalimat yang ditulis, wazan yakni musik atau instrumen yang dipakai, lahn yaitu lagu serta maqamat yang berarti narasi kisah dan alur dalam lagu. Sementara definisi dari insyad sendiri adalah gabungan yang dari wazan, lahn, kasidah dan maqamat.
“Jadi dalam insyad terdapat kasidah, lahn, wazan dan maqamat-nya,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Ulama asal Jakarta ini juga menyinggung mengenai improvisasi shalawat Busyralana dalam kalimat “ya nafsuti, ya nafsuti” yang sedang viral di kalangan masyarakat. Menurutnya, hal tersebut masih sah-sah saja karena tidak mengubah makna atau esensi yang dikandungnya. Bahkan menurutnya, lagu yang dipakai dalam improvisasi tersebut terdengar nyaman dan bisa menyentuh hati.
Hanya saja, Menurut KH Nasir Mansur, yang menjadi masalah dalam improvisasi tersebut adalah dalam melantunkan suku kata “ti” dalam kalimat “ya nafsuti” yang harus diperhatikan karena seakan pelantunan “ti” tersebut dilantunkan dengan model dan isntrumen dangdut yang cenderung membuat pendengarnya berpotensi melakukan joget ketika mengikuti lantunan salawat.
Itulah mengapa menurutnya, dalam melantunkan insyad tidak hanya penting dilakukan dari mulut saja tetapi juga dari hati dan perasaan. Hal ini sebagaimana yang pernah ia pelajari dari gurunya. Menurutnya, berkasidah ataupun bershalawat bukan hanya sekedar bagus dan lantangnya suara namun yang terpenting adalah bagaimana para pembaca atau pelantun bisa ikut merasakan apa yang sedang diucapkannya
“Jadi ketika kita melantunkan salawat kepada Nabi Muhammad maka bayangkan bahwa beliau berada di depan kita sehingga kita bisa melantunkan salawat yang berisi pujian itu dengan sungguh-sungguh serta ikut merasakan apa yang sedang diucapkan,” tuturnya.
Ia juga berpesan kepada masyarakat yang nantinya mengadakan acara shalawat agar menghimbau para pendengar yang hadir untuk tidak melakukan gerakan seperti joget atau bahkan ihtilat dengan lawan jenis agar acara yang diselenggarakan benar-benar mendapatkan syafaat dari Rasulullah serta tidak memiliki tanggung jawab dosa nanti di hadapan Allah.
Baca juga: Keindahan Kitab Maulid Ad Dhiyau Al-Lami’ Karya Habib Umar