tebuireng.co– Ada seorang wanita cantik bergaun mahal yang mengeluh kepada psikiaternya bahwa dia merasa seluruh hidupnya hampa tak berarti. Psikiater itu kemudian memanggil seorang wanita tua penyapu lantai dan berkata kepada si wanita kaya, “Saya akan menyuruh Mary di sini untuk menceritakan kepada anda bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Saya ingin anda mendengarnya.”
Si wanita tua meletakkan gagang sapunya dan duduk di kursi dan menceritakan kisahnya:
“Suamiku meninggal akibat malaria dan tiga bulan kemudian anak tunggalku tewas akibat kecelakaan. Aku tidak punya siapa-siapa. aku kehilangan segalanya. Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, aku tidak pernah tersenyum kepada siapa pun, bahkan aku berpikir untuk mengakhiri hidupku. Sampai suatu sore seekor anak kucing mengikutiku pulang. Sejenak aku merasa kasihan melihatnya.
“Cuaca dingin di luar, jadi aku memutuskan membiarkan anak kucing itu masuk ke rumah. Aku memberikannya susu dan dia minum sampai habis. Lalu si anak kucing itu bermanja-manja di kakiku dan untuk pertama kalinya aku tersenyum.
“Sesaat kemudian aku berpikir jikalau membantu seekor anak kucing saja bisa membuat aku tersenyum, maka mungkin melakukan sesuatu bagi orang lain akan membuatku bahagia. Maka, di kemudian hari aku membawa beberapa biskuit untuk diberikan kepada tetangga yang terbaring sakit di tempat tidur. Tiap hari aku mencoba melakukan sesuatu yang baik kepada setiap orang. Hal itu membuat aku bahagia tatkala melihat orang lain bahagia.
“Hari ini, aku tak tahu apa ada orang yang bisa tidur dan makan lebih baik dariku. Aku telah menemukan kebahagiaan dengan memberi.”
Ketika si wanita kaya mendengarkan hal itu, menangislah dia. Dia memiliki segala sesuatu yang bisa dibeli dengan uang namun dia kehilangan sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Baca juga: Kemuliaan Seorang Penggembala Kambing
Ada nasihat yang baik dari Craig Neal, penulis Barat, “Jika anda merasa tidak bahagia lakukanlah sesuatu untuk orang lain. Berlutut dan ciumilah bumi ini, syukurilah eksistensimu sebagai penghuni dunia, cintailah dirimu sendiri dan mereka yang ada di sekitarmu, maka hidupmu akan terasa indah.” Hal ini senada dengan yang dikatakan Dalai Lama, “Jika anda ingin orang lain bahagia, berbelaskasihlah. Jika anda ingin bahagia, berbelaskasihlah.”
Semua orang ingin mencapai makna dan kebahagiaan. Akan tetapi, ribuan tahun sejarah manusia menegaskan bahwa ketiganya datang bukan dari sikap egosenstris melainkan dari menciptakan perbedaan dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
Bunda Teresa merupakan contoh yang terkenal. Dia menemukan kebahagiaan sewaktu membantu mengubah ekspresi wajah orang-orang yang sekarat dari sedih dan takut menjadi tenang dan damai. Dengan menyerahkan dirinya sendiri kepada orang lain, Bunda Teresa membuat rasa sakit yang tak mungkin ditolak yang mereka rasakan itu lebih mudah ditanggung.
Jika anda sedang sedih, cobalah membuat orang lain gembira, dan lihat apa yang terjadi. Jika anda merasa hampa dan tak genap, cobalah melakukan pekerjaan yang bermakna dan bermanfaat, lalu lihat bagaimana perasaan anda jadinya.
Ada kisah tentang seorang tukang kayu tua yang sudah siap pensiun. Kepada sang majikan dia menyampaikan rencananya meninggalkan bisnis membangun rumah dan menjalani hidup yang lebih santai bersama istrinya, sambil menikmati hubungan kekeluargaan dengan kerabat-kerabatnya. Sang majikan sedih melepas pekerjanya ini dan bertanya apakah sang tukang kayu bersedia membangun rumah satu lagi saja sebagai budi pribadi untuknya. Tukang kayu itu dengan enggan menyetujui. Dia bekerja sembarangan dan menggunakan bahan yang jelek. Sungguh cara yang menyedihkan untuk mengakhiri karier yang penuh dedikasi.
Ketika pekerjaan si tukang kayu selesai, majikannya datang untuk memeriksa rumah itu. Lalu, majikannya menyerahkan kunci pintu depan kepada si tukang kayu. “Ini rumahmu,” kata sang majikan. “Rumah ini hadiah pensiun dariku untukmu.”
Tukang kayu itu sangat terkejut. Seandainya dia tahu yang dia bangun adalah rumahnya sendiri, dia tentu akan bekerja denga sikap yang sama sekali berbeda.
Begitu pula dengan semua orang. Setiap orang membangun rumahnya sendiri, hidupnya sendiri, selangkah demi selangkah, kerap dengan setengah hati. Belakangan, mereka terkejut menyadari bahwa mereka harus hidup di rumah yang mereka bangun itu. Seandainya bisa diulang kembali, tidak akan mereka kerjakan dengan cara seperti itu. Tetapi, tentu saja mereka tidak bisa kembali ke masa lalu.
Anda adalah sang tukang kayu, hidup anda adalah proyek yang sedang anda kerjakan. Bila anda memperlakukan orang lain seperti anda ingin diperlakukan, anda membangun dengan cinta dan kasih sayang. Senantiasalah melakukan sebaik-baiknya karena pilihan yang anda buat hari ini akan membentuk masa depan anda.
Jika anda berkecukupan tetapi tidak sanggup berbagi kekayaan atau menyumbangkan harta benda dan ilmu yang anda miliki, anda tidak benar-benar kaya. Sebaliknya, jika anda tidak kaya, tetapi anda memberikan diri anda, waktu anda, dan pengetahuan anda, anda sungguh-sungguh kaya—dan anda akan menerima (kebaikan) jauh lebih banyak daripada yang sanggup anda bayangkan.
Jika anda memiliki harta miliaran tetapi tidak ada orang atau gerakan yang mau menerima uang anda, apa yang anda lakukan denga uang itu? Berapa banyak rumah yang bisa anda tinggali? Berapa banyak mobil yang bisa anda kendarai? Berapa banyak hidangan yang sanggup anda makan? Dan bahkan kalaupun anda memanjakan diri berlebih-lebihan dengan semua hal itu, apa yang anda lakukan dengan sisa uang anda?
Semakin anda memberikan diri, semakin anda memahami diri sendiri. Bila anda menghadirkan perbedaan positif dalam hidup orang lain, anda menciptakan perbedaan positif dalam hidup anda sendiri. Memberi merupakan skema “menang-sama-menang”.
Ada seorang pria yang menghampiri perapian yang kosong dan berkata, “Beri aku rasa hangat, maka aku akan memberimu kayu bakar.” Memberi tidak seperti itu cara kerjanya. Sebenarnya, memberi bekerja dengan cara mengikuti hukum sebab-akibat yang universal. Anda harus bekerja mengumpulkan kayu bakar sebelum anda bisa merasakan hangatnya api. Dengan kata lain, imbalan kita akan selalu setara dengan dan mengikuti pelayanan kita atau, seperti sebuah pepatah: Apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.
Bagaimana anda bisa menemukan kebahagiaan itu? Semuanya berpulang pada memberi. Jika anda megharapkan kebahagiaan, anda harus memberikan kebahagiaan. Jika anda ingin kekayaan, anda harus memberikan kekayaan. Jika anda mendambakan cinta, anda harus memberikan cinta.
Karena hanya dalam memberi anda menerima. Memberi memperkaya hidup anda dengan makna dan kebahagiaan. Memberi memungkinkan anda membebaskan potensi diri dan menciptakan berbagai terobosan. Mampu memberi merupakan hak istimewa. Jadi, berikanlah waktu anda, dan cinta anda—dan rasakan kekuatan dan keindahan memberi.[]
*M. Iqbal Dawami, Penulis buku Hidup, Cinta, dan Bahagia (Gramedia, 2014)
Baca juga: Ketika Agama Menyelesaikan Masalah