Tabut merupakan tradisi adat masyarakat Bengkulu yang biasa dilakukan pada bulan Muharram untuk mengenang peristiwa Karbala. Perayaan Tabut menjadi ciri khas mereka setiap tahun baru Islam tiba.
Berbeda dengan tradisi masyarakat di berbagai daerah pada umumnya yang biasa menyambut bulan Muharram dengan membuat makanan untuk disedekahkan sebagai bentuk rasa syukur atas tibanya bulan mulia yaitu Muharram, masyarakat bengkulu memiliki adat menyambut Muharram dengan tradisi Tabut dalam rangka mengenang meninggalnya Sayyidina Husain pada hari Asyura atau yang bertepatan pada tanggal 10 Muharram.
perayaan Tabut pertama kali dibawa dan dikembangkan oleh orang-orang India asal Siphoy yang datang bersama tentara Inggris ke Bengkulu pada tahun 1685. Salah satu dari mereka adalah seorang ulama Syiah bernama Syekh Burhanuddin atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Senggolo. Ia kemudian memperkenalkan upacara Tabut kepada masyarakat Bengkulu hingga selanjutnya diwariskan kepada anak cucu keturunannya.
Perayaan adat Tabut berlangsung selama 10 hari sejak tanggal 1-10 Muharram dengan beberapa jenis acara yang pada intinya adalah mengenang usaha mengumpulkan bagian-bagian dari jenazah Sayyidina Husain oleh para pengikutnya yang kemudian di arak dan dimakamkan di padang Karbala.
Diawali dengan acara pengambilan tanah yang dianggap memiliki nilai magis pada tanggal 1-4 Muharram. Hal ini diibaratkan sebagai tanda melakukan musyawarah dalam menghadapi peperangan.
Pada tanggal 5 Muharram dilanjut dengan acara duduk penja, yakni sebuah upacara mencuci penja oleh masyarakat Bengkulu. Mereka percaya bahwa penja termasuk benda keramat yang memiliki kekuatan magis sehingga setiap tahunnya harus dicuci dengan air bunga dan air jeruk. Penja merupakan benda yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Biasanya penja terbuat dari tembaga, kuningan atau bahkan perak.
Sedangkan pada tanggal 6-7 Muharram terdapat acara Menjara yakni sebuah tradisi yang melibatkan setiap kelompok keluarga saling berkunjung untuk beruji dol (alat musik tradisional masyarakat melayu Bengkulu). Tradisi ini tak lain adalah lomba membunyikan dol dan biasanya dilaksanakan di lapangan terbuka. Pada tanggal 6 Muharram juga terdapat acara Meradai yang melibatkan sekelompok anak-anak berusia 10 sampai 12 tahun.
Pada tanggal ke 8 Muharram tepatnya pada jam 19.00 sampai 21.00 terdapat acara arak penja. Arak penja juga biasa disebut arak jari-jari dengan menempuh rute yang telah ditentukan bersama pada jalan-jalan utama di kota Bengkulu. Acara ini dimulai dan diakhiri tepat di depan rumah kediaman Gubernur Bengkulu.
Selain arak penja, terdapat juga arak serban yang dilakukan pada tanggal 9 Muharram. Di mulai dari pada jam 19.00 sampai 21.00 dengan membawa serban putih yang diletakkan pada tabot coki (Tabot Kecil) dilengkapi dengan bendera berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan “Hasan dan Husein” dengan huruf kaligrafi yang indah.
Dalam perayaan Tabut juga terdapat tradisi Gam atau yang biasa disebut masa tenang. Yakni suatu tradisi dengan waktu yang telah ditentukan untuk tidak melakukan aktifitas apapun termasuk aktifitas yang berkenaan dengan upacara Tabut seperti membunyikan dol. Tradisi ini merupakan tradisi yang penting dan harus dilakukan, dimulai dari jam 07.00 pagi sampai 16.00 sore hari.
Pada malam ke sepuluh Muharram terdapat acara arak gedang (pawai akbar) yang menjadi prosesi upacara Tabut yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bengkulu. Diawali dengan acara ritual pelepasan Tabut bersanding di gerga masing-masing. Selanjutnya diteruskan dengan arak gedang, yaitu grup Tabut bergerak dari markas masing-masing secara berombongan dengan menempuh rute yang telah ditentukan. Di jalan protokol semua Tabut akan bertemu sehingga membentuk arak gedang menuju lapangan utama.
Acara terakhir sebagai pemungkas ritual tradisi Tabut adalah acara Tabut terbuang, yakni berkumpulnya seluruh Tabut di lapangan merdeka di depan rumah jabatan Gubernur Bengkulu. Pada sekitar jam 10.00 arak-arakan Tabut akan dilepas oleh Gubernur Bengkulu untuk menuju komplek pemakaman umum Karabela. Pemakaman tersebut merupakan tempat dimakamkannya Imam Senggolo, pelopor tradisi upacara Tabut di Bengkulu.
Keunikan bentuk dan upacara Tabut yang bersifat ritual tersebut menjadi kekayaan adat tersendiri yang dimiliki masyarakat Bengkulu dan bahkan menjadi sebuah atraksi bagi wisatawan untuk dapat dinikmati. Kini, upacara Tabut berkembang dalam bentuk atraksi budaya dan hiburan rakyat di Bengkulu yang di kemas dalam kegiatan festival serta dijadikan salah satu event nasional yang dilaksanakan setiap tahun.
Penulis: Thowiroh
Editor: Zainuddin Sugendal