Sudah nonton film The 100? Pada sesi ke-6 diperkenalkan dengan penghuni Ark (kapal luar angkasa) pimpinan Charmaine Diyoza. Ark pimpinan Diyoza lebih efektif dan efisien ketimbang Ark pimpinan Thelonious Jaha. Warga Diyoza ditidurkan dalam tabung sebagaimana cerita ashabul kahfi dalam khazanah Islam. Dengan tabung yang ada, dapat menghemat konsumsi, oksigen, konflik pemikiran atau kebijakan, dan kepentingan manusiawi lainnya. Lagi-lagi, teknologi membuktikan kebenaran ajaran Islam, alih-alih kaum beragama hanya bisa mengklaim tanpa mampu membuktikan secara ilmiah. Terlepas dari itu, dalam pesawat luar angkasa Diyoza hanya beberapa yang terjaga untuk melakukan observasi dan mengambil keputusan bagi kebaikan seluruh warga nantinya.
Dalam Ark pimpinan Diyoza, yang belakangan diambil alih oleh Clarke Griffin dan multi-kelompoknya, berlaku hukum “at-tābi’ tābi’”, warga pasrah total pada para pemimpin sembari ditinggal tidur dalam tabung. Tentu tidak ada beban taklif seperti shalat dan puasa bagi seorang yang tidur. Kembali, dengan tidur juga tidak terlalu banyak hambatan pemberontakan warga atau konflik kebijakan karena perbedaan pemikiran para manusia sebagaimana Ark pimpinan Thelonious.
Bila Anda dihadapkan pada dua pilihan, sebagai kelompok orang yang terjaga atau warga yang tidur dalam tabung dan pasrah total pada yang terjaga, pilih yang mana?
Bila Anda santri atau warga pesantren, maka mau tidak mau sekarang mengambil peran orang-orang yang terjaga. Kenapa? Karena KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah membangunkan pesantren dari tidur panjang dalam tabung serta untuk ikut terlibat dalam segala lini, termasuk penyumbang dan penentu kebijakan. Artinya, Gus Dur tidak mengharapkan pesantren hanya tidur sebagaimana warga Ark Diyoza, menjadi warga yang pasrah total, dan tidak memberikan manfaat sama sekali.
Eksistensi dan keterlibatan pesantren semakin hari semakin mencuat, termasuk dalam beberapa keikutsertaan mereka memilih presiden Republik Indonesia. Juga dalam pemilihan presiden yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024, pesantren sudah menerima sosialisasi dari KPU. Pesantren Tebuireng menyambut sosialisasi tersebut pada 13 Oktober 2023 kemarin. Tiada lain agar para santri juga memberikan sumbangsih penentu suara. Keterlibatan pesantren itu tentu selain mereka para santri-santriwati atau warga pesantren yang sudah terjun menjadi pimpinan publik (baik struktural maupun non-struktural) dan akademik. Eksistensi pesantren yang demikian itu dilirik juga oleh para calon presiden dan wakilnya dengan janji-janji program mereka.
Sebagaimana warga yang terjaga dan terlibat dalam film The 100, para anggota Ark Diyoza –kemudian Clarke– tentu menjalani tanggung jawab untuk memikirkan dan mengobservasi berbagai variabel kemungkinan untuk survive (melanjutkan hidup). Tidak sedikit dari mereka yang mati karena serangan dari kelompok lain yang juga ingin survive, wabah tidak terduga, dan bahaya lain di lapangan. Demikian juga para santri atau warga pesantren yang terlibat dan menjadi warga terjaga, tentu variabel kemungkinan di lapangan dengan segala kendala menjadi dinamika tersendiri. Sebuah sunnatullah yang membuktikan bahwa mereka adalah makhluk hidup yang berpikir (untuk menyelesaikan problematika bersama).
Kesalahan satu oknum dalam bertindak menjadi kerumitan tersendiri bagi kelompok. Upaya-upaya koalisi dan rekonsiliasi tertolak gegara perbuatan gegabah, kebodohan, dan pemberontakan yang tidak berdasar. Dalam film The 100, problem itu pernah dialami oleh Marcus Kane selaku pimpinan sky people (warga angkasa) ketika menjalin koalisi dengan grounders (warga bumi) yang dipimpin oleh Lexa. Gegara Charles Pike mengambil kebijakan untuk bersikukuh memperjuangkan kelompok ketimbang hidup bersama. Ia membunuh semua penduduk selain kelompoknya, tidak menerima koalisi atau upaya hidup bersama. Mau tidak mau, Kane justru mendapati kesulitan dengan label pengkhianat, pembohong, dan pembual. Karena Pike bisa diambil alih dan ditaklukkan oleh beberapa oknum internal, maka koalisi kembali berjalan.
Keterlibatan pesantren juga demikian adanya. Karena warga pesantren adalah kaum yang terjaga, maka ia tidak terlepas dari problematika. Kekhilafan atau hasrat bodoh salah satu oknum, pesantren seringkali ditempatkan pada posisi serba salah, meski kemudian dapat diselesaikan dengan baik. Dinamika yang sudah menjadi sunnatullah karena pesantren memang terlibat. By the way, kira-kira sebagai santri pesantren, Anda rencana nyoblos dimana?
Baca Juga: Buah dari Khidmah