tebuireng.co – Sejarah Kehidupan Tan Malaka sebagai pembahasan dalam buku ini sesuai dengan judul pada cover (Tan, Sebuah Novel), dikemas dengan bahasa novel, namun tidak mengurangi niat utama Hendri Teja untuk menuliskan sejarah dengan bahasa yang runtut dan memahamkan. Sebagai seorang pembaca, selama rangkaian proses menyimak kata demi kata seolah saya sedang diundang dan duduk berbincang langsung oleh seorang Tan Malaka.
Sudut pandang orang pertama selalu memberikan keunggulan bagi penulis dalam mentransfer konten cerita. Terlebih substansi yang hendak disampaikan adalah sejarah. Sungguh ngeri-ngeri sedap kelihaian Hendri dalam mengarang novel ini.
Buku setebal 427 halaman ini mengisahkan seorang Ibrahim (nama asli dari Tan Malaka) yang rela melepaskan gelar adatnya sebagai Datuk, demi melanjutkan kuliah di Rijkweekschool Haarlem Belanda sedang tokoh adat sangat menentang.
Tan Malaka yang tumbuh dan dibesarkan dalam adat luhur tanah Minang mulai mengenal paham sosialis ketika di tanah rantauan, Belanda. Beberapa tokoh seperti Wouters, Sneevlit menjadi penggerak dan pengantar perjuangan Tan Malaka menegakkan kesamaan derajat antara pribumi maupun bangsa Netherland/penjajah. Perkumpulan Pelajar Hindia Belanda (PPHB) semasa di Belanda juga turut memberikan dukungan dan ruang bagi Tan untuk mengembangkan potensi serta kegelisahan atas nasib bangsa sendiri. Tidak menuntaskan pendidikan di Belanda, ia kembali ke daratan Sumatera Utara untuk menjadi pengajar.
Nalurinya tidak tahan melihat penindasan dan kesewenangan yang mengantarkannya pada gerakan dari kelas bawah yang semakin masif. Meninggalkan Sumatera ia lanjutkan kiprah juang di Jawa melalui Serikat Dagang Islam, membangun Sekolah Rakyat untuk kaum Kromo di Semarang hingga didaulat menjadi pemimpin PKH (Partai Komunis Hindia).
Hendri meluruskan pandangan pembaca akan siapa tokoh Tan Malaka sesungguhnya, Tan dikisahkan sebagai seorang pemimpin Komunis yang mencita-citakan persatuan kelompok Komunis dan Islam kala itu. Dari internal ia banyak ditentang, dari Gubermen ia dikejar karena dianggap mengancam.
Hingga diakhirkan pada cerita Tan Malaka kembali ditangkap Hendrik, komisaris PID dan terancam dibuang ke Boven Digul. Dibumbui dengan sekilas perjalanan asmara antara Tan, Fenny dan Enur seolah menjadi pelengkap cita rasa sempurnanya sejarah kehidupan dan perjuangan.
Pesan moral yang terbangun dari sejarah dalam novel ini adalah kobaran semangat para aktivis dan pejuang harus tetap dinyalakan. Bukti pengkhianatan sudah banyak terjadi, maka aktivis harus mengambil peran dan pelajaran.
Karya : Hendri Teja
Harga : Rp. 74.000
Penerbit : Javanica
Halaman : 427
Tahun cetak : 11 Februari 2016
Oleh: Denta Fatwa