Islam menyebar luas ke tanah Nusantara tidak terlepas dari peran seorang ulama. Patut saja jika Aceh itu dijuluki “Serambi Mekkah” sebab Aceh dulu pernah menjadi salah satu gerbang utama masuk dan menyebarnya Islam di Indonesia. Tidak heran pula apabila begitu banyak ulama-ulama nusantara yang lahir di Aceh dengan karya-karya yang bahkan menjadi rujukan keilmuan Islam di dunia.
Dalam sejarah Islam Nusantara disebutkan, bahwa Abdurrauf adalah seorang intelektual terkemuka di abad XVII Masehi. Syekh Abdurrauf As Singkili adalah salah satu ulama yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Indonesia. Ia merupakan orang pertama yang menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu di wilayah Nusantara. Karyanya yang berjudul Tarjuman al-Mustafid digadang-gadang sebagai terjemahan Al-Quran berbahasa Melayu atau Indonesia pertama.
Menurut Peter G Riddell dalam bukunya Islam and the Malay-Indonesian World: Transmission and Responses Syekh Abdurrauf As Singkili, nama lengkapnya adalah Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri as-Singkili lahir di Singkil, Aceh 1024 H/1615 M dan wafat di Kuala Aceh, 1105 H/1693 M) merupakan seorang ulama besar Aceh yang terkenal.
Menurut Peunoh Daly, orang tua Abdurrauf adalah seorang Arab yang setelah mengawini seorang wanita dari Fansur (Barus) lalu pindah ke Singkil, lalu di sinilah Abdurrauf dilahirkan. Azyumardi Azra dalam buku Jaringan Ulam Timur Tengan dan Nusantara berpendapat sumber ini tidak memberi alasannya. Menurut Azyumardi ada kemungkinan bahwa orang tua Abdurrauf bukan orang Melayu, sebab sesuai dengan keadaan Aceh saat itu, terutama sejak abad kesembilan Aceh sering sekali dikunjungi kaum pedagang Arab, Persia, Cina dan lain-lain. Sepanjang riwayat yang ditemui, belum ada sumber yang membenarkan beliau keturunan Barus.
Dalam masa kecilnya, ia belajar ilmu agama dari ayahnya. Ayahnya adalah seorang alim yang mendirikan madrasah yang mempunyai murid dari berbagai pelosok dalam kesultanan Aceh. Kemudian, setelah remaja, ia melanjutkan pendidikannya di Banda Aceh, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Islam berkembang pesat.
Pada sekitar tahun 1642, Syekh Abdurrauf pergi ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmunya. Ia juga belajar di Yaman di dua lembaga pendidikan bergengsi, yaitu Bait al-Faqih dan Zabid, di mana ia belajar fikih dan hadis dari ahli seperti Ibrahim bin Abdullah bin Ja’man dan Ishak bin Muhammad bin Ja’man.
Selain itu, Syekh Abdurrauf juga menimba ilmu di Madinah, di mana ia mendapatkan gelar khalifa Syattariyah dan Naqsyabandiyah. Semasa Abdurrauf mengabdi kepada khalifah al-Qusyasyi, sang guru pernah memerintahkanya agar kembali ke Indonesia, untuk membantu perkembangan Islam di tanah kelahirannya. Hal ini menandakan bahwa pelajarannya telah selesai. Ia juga menjadi guru di Makkah dan Madinah selama sekitar 19 tahun, mengajar murid-murid dari berbagai negara sambil menulis berbagai kitab.
Kemudian, pada tahun 1661, ia kembali ke Aceh dengan tekad untuk mengembangkan pendidikan dan Islam di wilayah tersebut. Pada tahun 1693 atau 1105 Hijriyah, Syekh Abdurrauf As-Singkili meninggal dunia pada usia 73 tahun dan dimakamkan dekat muara sungai Aceh, sekitar 15 kilometer dari Banda Aceh.
Penulis: Erik Lis Setiawan
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Ulama Perempuan Asal Sumatera