tebuireng.co- Sahabat Sya’ban merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang kisahnya jarang terdengar. Ia memiliki kebiasaan yang sangat unik dibandingkan dengan para sahabat pada umumnya.
Saat berada di masjid untuk itikaf dan melaksanakan shalat, sahabat Sya’ban selalu mengambil posisi di pojok masjid dikarenakan ia tidak mau mengganggu bahkan menghalangi jamaah lainnya.
Pada saat shalat shubuh hendak berlangsung, Nabi Muhammad Saw yang selalu memahami dan mengenal para sahabatnya merasa ada kejanggalan. Beliau tidak melihat sahabat Sya’ban, maka Rasulullah pun mengulur sedikit shalat Shubuh. Sembari menunggu Rasulullah bertanya pada jamaah, “Di manakah Sya’ban?” Hening tidak ada jawaban, akhirnya Rasulullah Saw melaksanakan shalat karena khawatir akan hilangnya waktu shalat Shubuh.
Selepas shalat, Nabi Muhammad bertanya lagi, “Jika tidak ada yang mengetahui di mana Sya’ban sekarang. Adakah di antara kalian yang mengetahui di mana rumah Sya’ban?”
Kemudian salah satu sahabat mengatakan, “Saya mengetahui di mana letak rumahnya, Wahai baginda Nabi”
Perjalanan Rasulullah Saw menuju rumahnya membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam. Setelah sampai di rumah sahabat Sya’ban, Nabi Muhammad mengucapkan salam, maka keluarlah istrinya.
“Apa benar ini rumah Sya’ban?” tanya Nabi Muhammad Saw.
“Benar wahai baginda Rasul. Saya adalah istrinya,” jawab istri Sya’ban.
“Bolehkah aku menemui Sya’ban, saat Shubuh tadi aku tidak melihatnya di barisan shaf yang biasanya,” jelas Nabi Saw.
Dengan meneteskan air mata, istri Sya’ban menjawab, “Ia telah meninggal tadi pagi Ya Rasulullah.”
“Innalillahi wa innaa ilaihi rajiun,” sahut Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, ada sesuatu yang mengganjal saat suami saya meninggal. Ia berteriak tiga kali dan setiap teriakan dibarengi dengan kalimat,” ucap istri Sya’ban.
“Apa saja kalimatnya?” tanya Rasulullah.
“Pada setiap teriakannya, ia mengucapkan, Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.
Rasulullah pun membacakan ayat al-Qur’an:
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS. Qaf : 22)
Saat sahabat Sya’ban berada pada kondisi sakaratul maut, Allah singkapkan dan perlihatkan semua apa yang telah ia perbuat yang tidak dapat orang lain lihat selain ia sendiri. Saat sakaratul maut itulah Allah perlihatkan padanya juga surga yang telah dijanjikan untuknya. Di situ sahabat Sya’ban mengatakan ‘aduh, kenapa tidak jauh’, karena timbul penyesalan dalam dirinya kenapa rumahnya tidak lebih jauh dari masjid, sehingga ganjaran dari jauhnya jarak rumah dan masjid lebih besar.
Allah perlihatkan juga ganjaran untuk sahabat Sya’ban ketika ia memberikan bajunya kepada orang yang kedinginan saat hendak ke masjid. Sahabat Sya’ban pun berteriak sambil mengatakan ‘aduh kenapa tidak yang baru’, karena pada saat itu Ia mengenakan dua lapis pakaian. Baju pertama adalah baju terbaiknya, baju kedua yang sedikit lusuh sebagai pelapisnya. Maka sahabat Sya’ban memberikan baju yang lusuh itu kepada orang yang sedang kedinginan itu. Itulah yang membuatnya menyesal kenapa tidak baju yang terbaiknya yang ia berikan, agar ganjarannya lebih besar.
Selanjutnya, Allah memperlihatkan pahala ketika sahabat Sya’ban membeli roti yang utuh untuk dimakan, akan tetapi di tengah perjalanan hendak pulang ia melihat orang kelaparan.
Akhirnya ia memberikan separuh rotinya untuk orang yang kelaparan tersebut. Dalam teriakannya itu sahabat Sya’ban mengucapkan ‘aduh, kenapa tidak semua’, karena ia tau bahwa ganjaran jika ia memberikan seluruh rotinya akan jauh lebih besar.”
Dari sini kita melihat bahwa apa yang sahabat Sya’ban sesalkan bukan karena perbuatannya. Akan tetapi karena kurang maksimal dan optimalnya ia dalam beramal sholeh.
Baca juga: Ketika as-Syibli Pura-Pura Gila