KH Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah merupakan pengasuh ketujuh Pesantren Tebuireng. Sebelum menjadi pengasuh, banyak kisah yang menyertai perjalanan beliau. Saat mengemban amanat menjadi pengasuh, banyak berbagai kemajuan yang telah dialami. Perkembangan Pesantren Tebuireng saat ini pun tidak lepas dari strategi jitunya, apa saja?
Kisah Mencari Penerus Tongkat Estafet Pengasuh
Sebelum menjadi pengasuh, banyak kisah yang menyertai perjalanan Gus Sholah hingga disahkan menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng.
Gus Sholah sempat menulis yang kemudian diabadikan dalam buku bertajuk Gus Sholah: Hijrah ke Pesantren, bahwa tahun 1987 lalu, ada seorang kiai yang dianggap “waskito” bernama Mbah Lim dari Klaten mengatakan bahwa nantinya—di masa yang akan datang—Gus Sholah akan menjadi Kiai Tebuireng.
Tahun 1997, Gus Sholah dan KH M Yusuf Hasyim (Pak Ud)—pengasuh keenam Pesantren Tebuireng—sempat berdiskusi tentang mencari pengganti Pak Ud sebagai pengasuh. Dalam diskusi ini, Gus Sholah mengusulkan agar membuat suatu mekanisme dalam memilih pengasuh yang baru.
Semisal, cara pertama, seperti yang dilakukan oleh KH A Wahid Hasyim saat menunjuk dan mengangkat KH A Baidlowi Asro sebagai penggantinya. Cara kedua, mengadakan rapat keluarga beserta para ulama, seperti saat menunjuk Pak Ud sebagai pengganti KH A Choliq Hasyim yang wafat.
Pada akhirnya, Pak Ud memilih Gus Sholah sebagai penerus tongkat estafet Pengasuh Pesantren Tebuireng melalui penunjukan yang disertai dengan berbagai pertimbangan, seperti melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan para dzurriyah dan para alumni senior Pesantren Tebuireng yang diantaranya adalah KH Muchit Muzadi, KH Tolhah Hasan, KH Abdul Hayyi, KH Ali Mustofa Yaqub, dan beberapa lainnya.
Bahkan, Gus Sholah sebelum ditawari Pak Ud untuk menjadi pengasuh juga baru saja menerima surat dari Departemen Luar Negeri RI untuk menerima tugas menjadi duta besar RI di Aljazair. Namun, Pak Ud sempat mengatakan bahwa silakan saja apabila Gus Sholah tega membiarkan pesantren Tebuireng terbengkalai, silakan menjadi Dubes RI di mana pun. Namun, apabila peduli—dengan masa depan pesantren Tebuireng, maka seharusnya beliau tidak menolaknya dengan alasan apapun.
Pada akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan musyawarah keluarga, Gus Sholah pun menyanggupi untuk menerima tawaran menjadi pengasuh.
Strategi dan Langkah Jitu Gus Sholah dalam Mengembangkan Pesantren Tebuireng
Pada buku yang sama—Gus Sholah: Hijrah ke Pesantren, Gus Sholah menceritakan strategi dan langkahnya dalam mengembangkan pesantren Tebuireng. Ada 3 hal, yakni membangun kesadaran, mengembangkan kebersamaan, dan membangun sistem.
Membangun Kesadaran
Langkah pertama ialah membangun kesadaran. Dalam hal ini Gus Sholah berharap agar segenap warga pesantren sadar akan posisi pesantren Tebuireng yang sedang merosot, tapi mempunyai motivasi untuk memperbaiki diri, bangkit menuju kemajuan seperti yang diajarkan pada pendiri terdahulu.
Dilanjutkan dengan memahami posisi Islam saat ini. Islam pernah berjaya dan dan kemudian mengalami kemunduran. Menurut Gus Sholah, Pesantren Tebuireng tidak boleh tinggal diam. Salah satunya ialah ikut andil mencapai kejayaan Islam kembali melalui pengoptimalan peran Pesantren Tebuireng.
Mengembangkan Kebersamaan
Strategi kedua yang beliau lakukan adalah mengembangkan nuansa kebersamaan di level dzurriyah, seperti merangkul seluruh dzurriyah untuk turut serta dalam mengelola dan mengembangkan pesantren Tebuireng, hingga membentuk Majelis Keluarga yang berfungsi sebagai wadah khusus para dzurriyah dalam bermusyawarah mengenai perkembangan Pesantren Tebuireng.
Menurut Gus Sholah, mengembangkan kebersamaan yang salah satunya dengan merangkul seluruh dzurriyah adalah untuk menghindari adanya konflik. Sehingga, seluruh dzurriyah turut berperan secara maksimal sesuai dengan potensinya, terutama peran kaum muda di antara dzurriyah.
Membangun Sistem
Langkah terakhir setelah 2 hal tadi telah terlaksana adalah membangun sistem. Menata dan mengembangkan sistem organisasi, seperti penambahan beberapa unit untuk menjamin mutu. Sehingga, didirikannya Unit Penjaminan Mutu, Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT), Unit Penerbitan—sekarang menjadi Tebuireng Media Group, dan beberapa unit penunjang lainnya.
Selain penambahan beberapa unit dan lembaga, juga perlu untuk menata dan mengembangkan sarana dan prasarana fisik. Ditambah lagi dengan menata dan mengembangkan sistem pendidikannya, baik yang formal maupun non formal.
Dengan pengoptimalan seluruh langkah dan strategi ini—terutama di lini pendidikan, Gus Sholah berharap santri Pesantren Tebuireng menjadi lulusan yang agamanya kuat, ilmunya luas, dan yang terpenting adalah bermanfaat bagi masyarakat.
Baca Juga: Kunci Kesuksesan Gus Sholah