Peristiwa Bulan Sya’ban yang kedua adalah pelaporan atau diangkatnya amal manusia.
قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، لَمْ أَرَاكَ تَصُوْمُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُوْرِ مَا تَصُوْمُ مِنْ شَعْبَانَ؟ قَالَ : ذَاكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبَ وَ رَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَ أُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِيْ وَ أَنَا صَائِمٌ (رواه النساءي)
Artinya: Aku mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa di suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban.” Lalu beliau bersabda, “Bulan itu banyak dilupakan oleh manusia. Ia adalah suatu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah suatu bulan dimana pada saat itu amal perbuatan manusia dilaporkan kepada Allah Tuhan semesta alam. Dan aku ingin ketika amal perbuatanku dilaporkan, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR. AN-Nasa’i)
Pelaporan amal ini tentu hanya sebatas formalitas belaka karena Allah SWT secara hakikat pasti sudah mengetahui perbuatan amal manusia. Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alawi bin ‘Abbas Al-Maliki Al-Makki Al-Hasani (1944-2004 M) dalam kitab Mā Dzā fī Sya’bān (halaman 11) menyebutkan bahwa pelaporan amal ketika Sya’ban merupakan pelaporan amal besar-besaran dan sangat luas.
مِنْ مَزَايَا شَهْرِ شَعْبَانَ الْمَعْرُوْفَةِ : رَفْعُ الْأَعْمَالِ فِيْهِ، وَهُوَ الرَّفْعُ الْأَكْبَرُ وَالْأَوْسَعُ
Lebih spesifik, seorang Ulama’ Ethiopia bernama Syaikh Muhammad bin ‘Ali bin Adam bin Musa Al-Atyubi Al-Waluwi dalam kitabnya Syarah Sunan An-Nasa’i Dakhiratul ‘Uqba fi Syarhil Mujtaba jilid 21 (halaman 268) menjelaskan bahwa:
أَنَّ أَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ عَلَى اللّٰهِ تَعَالَى كُلَّ يَوْمٍ، ثُمَّ تُعْرَضُ عَلَيْهِ أَعْمَالُ الْجُمُعَةِ
فِي كُلِّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ، ثُمَّ تُعْرَضُ عَلَيْهِ أَعْمَالُ السَّنَةِ فِيْ شَعْبَانَ
Hemat kata, bulan Sya’ban adalah pelaporan amal tahunan. Ada pelaporan harian, pelaporan amal mingguan yakni Senin dan Kamis, dan pelaporan tahunan di bulan Sya’ban. Untuk memahami lebih lanjut, mari kita coba kupas sedikit terkait jenis-jenis pelaporan amal
1. Pelaporan amal harian, siang dan malam
قَامَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللّٰهِ ﷺ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ، فَقَالَ : إِنَّ اللّٰهَ تَعَالَى لَا يَنَامُ وَلَا يَنْبَغِيْ لَهُ أَنْ يَنَامَ، يَخْفَضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ . يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ الَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ الَّيْلِ، حِجَابُهُ النُّوْرُ، وَفِيْ رِوَايَةِ أَبِيْ بَكْرٍ النَّارُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سَبَحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ .
Artinya: (Suatu ketika) Rasulullah Saw berdiri (seraya menyampaikan) 5 kalimat. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak seyogyanya jika Dia tidur. Allah berhak mengurangi suatu bagian dan menambah bagian yang lain. Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan di waktu malam sebelum dilaporkan kepadanya amal perbuatan di waktu siang. Dan dilaporkannya amal perbuatan di waktu siang sebelum dilaporkannya amal perbuatan di waktu malam. Hijab-Nya adalah cahaya. Jika hijab itu dibuka, niscaya kilauan Dzat-Nya akan membakar seluruh makhluk-Nya hingga akhir penglihatan-Nya. (HR. Muslim)
2. Pelaporan amal mingguan, Senin dan Kamis
تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ وَ الْخَمِيْسِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِيْ وَ أَنَا صَائِمٌ (رواه الترمذي، و قال : حسن غريب)
Artinya: Setiap hari Senin dan Kamis, catatan amal perbuatan dihaturkan (kepada Allah). Maka aku senang jika amal perbuatanku dihaturkan sedangkan aku dalam keadaan berpuasa. (HR. Tirmidzi, Beliau berkata hadis tersebut hasan gharib)
3. Pelaporan amal secara langsung, waktu sebelum Dhuhur
كَانَ يُصَلِّيْ أَرْبَعًا بَعْدَ أَنْ تَزُوْلَ الشَّمْسُ قَبْلَ الظُّهْرِ وَ قَالَ إِنَّهَا سَاعَةٌ تُفْتَحُ فِيْهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَأُحِبُّ أَنْ يَصْعُدَ لِيْ فِيْهَا عَمَلٌ صَالِحٌ (رواه الترمذي)
Artinya: Rasulullah mengerjakan shalat setelah matahari mulai condong, yaitu waktu sebelum Dhuhur sebanyak 4 rakaat. Beliau bersabda, “Disaat (seperti itu) pintu-pintu langit dibuka, maka aku senang jika disaat itu ada amalku yang naik.”
Waktu-waktu pelaporan tersebut, alangkah baiknya jika dihaturkan kepada-Nya ketika kita sedang beribadah, seperti dengan berpuasa Sya’ban.
*Hari Prasetia, Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam Unhasy
Baca juga: Seri Mengenal Lebih Dekat Bulan Sya’ban (Bagian 1)