Sya’ban, masa persiapan menuju Ramadhan. Masa mencari sumber-sumber air ketenangan dalam samudera buih kelalaian dan kealpaan. Masa yang relatif singkat, tetapi memiliki peran yang cukup kuat bagi kaum muslimin. Termasuk kaidah yang berlaku di kalangan pakar keilmuan tentang masa ialah:
أَنَّ الزَّمَانَ يَشْرَفُ بِمَا يَقَعُ فِيْهِ مِنَ الْحَوَادِثِ الَّتِي هِيَ الْأَصْلُ فِي إِعْطَاءِ الْقِيْمَةِ الْإِعْتِبَارِيَّةِ لِلزَّمَانِ
Suatu masa menjadi mulia sebab peristiwa di dalamnya, diagungkan sebab nilai-nilai yang diajarkannya. Tolak ukur kemuliaan bulan Sya’ban juga berasal dari kemuliaan peristiwa-peristiwa di dalamnya. Mari kita intip jendela cakrawala seputar 3 peristiwa di Bulan Sya’ban.
Pertama, perpindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Seperti yang kita ketahui, umat Islam shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kemudian Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah dan sampai pada hari Senin, 12 Rabiul Awal dan Allah memerintahkan perpindahan kiblat pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban. Nilai yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut adalah ketika Rasulullah Saw yang sudah menunggu dan mendambakan perpindahan arah kiblat tersebut dengan sering duduk merenung sambil memandang ke atas.
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ ١٤٤
Artinya: Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidil Haram) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2]: 144)
Hal tersebut selaras dengan komentar Sayyidah ‘Aisyah dalam sebuah hadis yang berbunyi:
مَا أَرَا رَبَّكَ إِلَّا يُسَارِعُ فِيْ هَوَاكَ . (رواه البخاري)
“Aku tidak melihat Tuhanmu (Muhammad) kecuali Ia segera mengabulkan apa yang engkau inginkan.”
Hebat bukan, Rasulullah Saw junjungan kita memiliki privilege sampai sebegitu besarnya dari Allah Swt. Tetapi yang sungguh membuat penulis berlinang air mata adalah sikap Beliau yang tidak ridha kecuali terhadap hal-hal yang diridhai oleh Allah Swt. Tentu jauh jika dibandingkan dengan kita, manusia rakus yang kerjanya hanya menuruti keinginan dunia, tetapi meminta surga dengan derajat yang setinggi-tingginya.
*Hari Prasetia, Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan Agama Islam Unhasy