Sekaten merupakan salah satu tradisi dan budaya masyarakat Yogyakarta ketika Maulid Nabi tiba.
Tradisi ini ditandai dengan adanya upacara tradisional yang berlangsung sejak tanggal 5 sampai 11 di bulan Rabiul Awwal yang mana penutupan sekaligus acara puncaknya dilaksanakan pada tanggal 12 dengan menyelenggarakan Upacara Garebeg.
Tradisi ini merupakan warisan budaya dari para raja yang unsur-unsur didalamnya tak luput menggunakan media-media ulama jawa seperti Sunan Kalijaga saat menyebarkan islam disana. Dalam tradisi ini juga terdapat beberapa rangkaian acara.
Dimulai dengan membunyikan gamelan pada tanggal 5 Rabiul Awwal pada jam 16.00 sebagai penanda dimulainya Upacara Sekaten. Gamelan menjadi salah satu media dakwah Sunan Kalijaga untuk menarik perhatian masyarakat Jawa dalam menyebarkan ajaran islam.
Dalam pelaksanaan Upacara Sekaten, selain sebagai penanda dimulainya upacara, membunyikan gamelan juga menjadi penanda diakhirnya penyelenggaraan upacara pada tanggal 11 Rabiul Awwal.
Puncak sekaligus penutupan Upacara Sekaten adalah Upacara Garebeg yang juga dikenal dengan istilah Garebeg Maulud. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awwal.
Upacara Garebeg Maulud ditandai dengan adanya gunungan sebagai tradisi khas dalam upacara memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Gunungan merupakan sebutan untuk beragam jenis makanan dan hasil bumi yang disusun menyerupai bentuk sebuah gunung. Pada upacara tersebut, gunungan didoakan oleh para abdi dalem untuk selanjutnya dibagikan kepada masyarakat yang hadir.
Gunungan yang didalamnya terdapat beberapa jenis makanan dipercaya menjadi makanan yang penuh berkah sehingga masyarakat Yogyakarta akan berusaha mendapat bagiannya.
Diantara gunungan yang dibawa dalam pelaksanaan Upacara Garebeg tersebut adalah gunungan kakung, gunungan puteri, gunungan gepak, gunungan pawuhan dan gunungan brama.
Setiap gunungan tersebut memiliki arti dan makna tersendiri. Seperti gunungan kakung yang melambangkan sifat pria ksatria Jawa. Gunungan ini berbentuk kerucut, tinggi menjulang, dan kerangkanya menggunakan besi.
Bahan utama pembuatan gunungan adalah ketan yang bersifat lengket yang mana hal tersebut mengandung makna bahwa Garebeg dan gunungan dapat membuat rakyat dan raja dapat saling dan lebih erat terikat satu sama lain.
Semua jenis gunungan tersebut nantinya dibagikan kepada masyarakat kecuali gunungan brama yang terkhusus dibagikan kepada keluarga Kesultanan saja.
Baca juga: Lora Ismail: Perayaan Maulid Nabi, Tradisi yang Berpahala