Sejarah hidup KH Syansuri Badawi Tebuireng dicari banyak orang, terutama kaum nahdliyin. KH Syansuri merupakan salah satu santri kinansih dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Ulama ini kelahiran Majalengka 1918 M, ia terlahir dari pasangan KH Badawi (Majalengka) dan Nyai Hamiyah (Cirebon). Di bawah bimbingan orangtuanya, Kiai Syansuri mendalami ilmu Alqur’an dan dasar agama lainnya.
Selanjutnya, ia belajar di Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon. Tak cukup puas dengan belajarnya di sana, kemudian melanjutkan belajarnya ke Pesantren Tebuireng. KH Syansuri Badawi belajar langsung kepada Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Bahkan, tiga sodaranya (Kiai Syafi’i, Kiai Syuja’i, dan Ahmad Fathhurazi) juga ikut belajar di pesantren Tebuireng.
Di bawah bimbingan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, Kiai Syansuri Badawi mempelajari beragam kitab, seperti; Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Tafsir Al Baidlowi, Al Muhadzab, Fathl Wahab, Ihya Ulumuddin, dll. Atas ketekunan dan kerja kerasnya dalam belajar membuat ia berhasil dan diakui kealimannya oleh sang guru. Kiai Syansuri pun mendapatkan amanah gurunya untuk ikut mengajar para santri Tebuireng. Bahkan, meskipun sudah selesai belajarnya KH Syansuri Badawi mengabdi seumur hidup di Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: PBNU Dikunjungi Perwakilan Mentri Pendidikan
Riwayat hidup KH Syansuri Badawi baik di dalam maupun luar Pesantren Tebuireng terpotret dengan baik. Ia pernah menjadi kepala sekolah, Rektor Universitas Hasyim Asy’ari, dan anggota DPR Pusat. Setelah KH M Hasyim Asy’ari wafat, KH Syansuri Badawi juga meneruskan tradisi gurunya mengaji kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim pada bulan Puasa.
Di buku “Mengais Keteladanan dari Kiai Syansuri Badawi” yang ditulis Cholidi Ibhar merupakan kenangan saat ia belajar ke Kiai Syansuri. Menurut kesaksiannya, dalam pandangan Kiai Syansuri seorang santri yang masih belajar di pesantren harus memiliki kepercayaan diri yang kuat, ia tidak boleh minder melihat masa depannya. Belajar dibawah bimbingan para kiai dan ustad di pesantren merupakan suatu keistimewaan. Ilmu adalah kunci.
Dalam hal ini KH Syansuri Badawi, pernah dhawuh kepada para santri, “Anak anaku, coba perhatikan santri-santri terdahulu yang kini banyak menjadi orang berguna, kehadirannya bermanfaat di tengah tengah masyarakat dan menempati kedudukan terhormat. Termasuk banyak yang menjadi kiai. Mereka memiliki himmah saat di pesantren, tetapi yang jauh lebih penting adalah semangat thalab al-ilm-nya. Fokus dan secara sungguh sungguh dijalankan–perkara kelak bakal menjadi apapun–semua itu mengikuti ketekunan dan riyadhah di pesantren”.
Selain harus memiliki kepercayaan diri seorang santri saat belajar di pesantren juga harus memiliki ketekunan, “Jangan lupa, ketekunan itu tidak bisa dibeli di toko dan memang tidak ada yang menjualnya. Ketekunan itu melekat dan tumbuh dari dalam diri kalian semua.” Ini tertulis di buku Cholidi Ibhar dalam halaman 58.
Menurut KH Cholidi Ibhar sosok KH Syansuri Badawi berbeda dengan Kiai Idris Kamali, berbeda dengan Kiai Shobari, berbeda dengan Kiai Yusuf Masyhar. Kalau boleh–hal ini sama sekali tidak ada niatan menempatkan secara vis a vis antar kiai dan saling mengunggulkan-membandingkan. Terutama dalam bersikap, Kiai Syansuri mirip Kiai Wahab Hasbullah. Kiai Wahab Hasbullah sosok yang dalam bersikapnya sangat dipengaruhi oleh cara berpikir ushul dan qawaidh al-fiqh.
Perhatikan pandangannya yang kemudian berbeda begitu tajam dalam bersikap dibandingkan dengan Kiai Bisri ihwal soal tawaran Soekarno agar masuk dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kiai Bisri menolaknya, bahkan menyertakan argumen tidak prosedural dan merampas hak orang lain. Namun, Kiai Wahab menerimanya dengan alasan, “mala yudraku kulluh la yutraku kulluh“.
Baca Juga: Nama KH M Hasyim Asy’ari Dihapus dari Kamus Sejarah
KH Syansuri Badawi sewaktu menjadi santri Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari juga terkenal sangat gigih. Ia melakukan perjalanan kaki dari Cirebon menuju ke Tebuireng Jombang guna berburu ilmu. Merupakan suatu hal yang susah untuk ditiru oleh santri era sekarang ini.
Beragam kesusahan hidup selama menyantri di pesantren Tebuireng mampu dilewati dengan baik. Dalam hal ini mengingatkan kita akan petuah Muadz Bin Jabbal ra, pelajarilah ilmu karena mempelajarinya itu indah, menuntutnya ibadah, mengulang-ulanginya menjadi tasbih, mengkajinya merupakan jihad, menekuninya adalah pendekatan diri kepada Allah, dan mengajarkannya kepada yang tidak tahu adalah sedekah.
Rekomendasi agar pengetahuan kita utuh tentang KH Syansuri ada baiknya membaca buku “Mengais Keteladanan dari Kiai Syansuri Badawi”, pembaca merasa mendapatkan kobaran semangat untuk percaya diri dalam belajar di pesantren. Buku setebal 120-an halaman ini memuat 40 tulisan pendek mengenai keteladanan KH Syansuri Badawi dan diterbitkan oleh Pustaka Tebuireng, Jombang pada 2017.
Ahmad Faozan, Anggota Tebuireng Iniatives