tebuireng.co- Sejarah tentang marga Al-Athas menarik untuk dipelajari karena diantara marga yang lain, keturunan Rasulullah yang memiliki marga Al-Athas cukup terkenal dan banyak ditemui di Indonesia.
Al-Athas merupakan sighat mubalaaghah dari kata Al-Athis yang bermakna banyak bersin. Dalam bahasa arab, bersin adalah “Athasa” sehingga orang yang bersin disebut “Al-Athas”
Hal tersebut berawal dari kakek moyang mereka dari marga Al-Athas yakni Al-Imam Agil Bin Salim yang konon pernah bersin saat masih berada di kandungan ibunya. Suatu hal yang tidak biasa bagi seorang bayi di kandungan.
Namun, bagi para keturunan Rasulullah yang akrab disapa habaib dengan marga Al-Athas, bersin di dalam kandungan sudah tidak lagi menjadi hal luar biasa dan bahkan seakan menjadi kebiasaan karena begitu sering nya terjadi diantara mereka.
Marga Al-Athas termasuk dari keturunan Nabi Muhammad Saw dari jalur Sayyidina Ali ibn Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Tidak hanya di Indonesia, populernya marga Al-Athas di kalangan masyarakat salah satunya karena karya dari Al-Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Athas yakni Ratib Al-Athas.
Ratib Al-Athas merupakan sebuah kumpulan dzikir yang biasa dibaca oleh berbagai kalangan masyarakat. Tidak hanya oleh para habaib, ratib ini bahkan sering dibaca dan dijadikan amalan oleh masyarakat biasa pada umumnya.
Diantara keutamaan atau fadilah dari mengamalkan ratib Al-Athas ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh pengarangnya (Habib Umar bin Abdurrahman Al-Athas) yakni membaca ratib tersebut bisa menjadi wasilah digugurkannya dosa-dosa, dilancarkan segala hajat dan rezekinya, serta diberikan rasa aman dari petaka.
Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Atthas dikenal dengan kealiman dan ketawaduannya yang luar biasa. Diceritakan bahwa suatu ketika, beliau berjalan bersama para santrinya. Tiba-tiba ada seseorang yang membuang sampah sembarangan dari jendela sebuah rumah sehingga mengenainya. Dengan ketawaduannya, beliau tidak marah dan bahkan bersujud syukur. Melihat kejadian tersebut, muridnya bertanya mengapa beliau lakukan itu, beliaupun menjawab: ”seorang pendosa seperti diriku yang selayaknya dilempari bara api, sudah seharusnya bersyukur jika hanya dilempari kotoran sampah”.
Sungguh akhlak yang begitu mulia yang bisa dijadikan teladan. Wallahua’lambissowab.
Baca juga: Habib Ali Al-Habsyi, Pemegang Bendera Cinta Rasulullah