Gus Dur dikenal memiliki selera humor yang tinggi, humor Gus Dur selalu membuat suasana bisa cair dan penuh makna. Humor Gus Dur ditulis dalam banyak buku dan banyak diceritakan secara tutur di dunia pesantren.
Buku Gus Dur yang dikemas dalam bentuk humor bisa didapatkan di berbegai tokoh buku, salah satunya pustaka Tebuireng. Buku Gus Dur juga bisa dicek di Perpustakaan Pondok Pesantren Tebuireng.
Gus Dur ketika mondok di Kiai Chudlori Tegalrejo pernah menjadi sutradara yang “mbeling” untuk mencuri ikan. Disuruhlah beberapa temannya untuk mengambil ikan di kolam kiai.
Sementara Gus Dur hanya mengawasi. Sampai pada waktu dinihari, Kiai Chudlori keluar dari ndalem untuk menunaikan salat malam. Maka dengan segera teman-temannya disuruh untuk lari. Sementara ikan hasil curian dari kolam kiai diserahkan kepada Gus Dur.
Dengan enteng Gus Dur matur kepada Kiai Chudlori, “Kiai, ini tadi ada pencuri yang mau mengambil ikan Panjenengan, sekarang ikannya sudah saya amankan”. Hasilnya, ikan tersebut dihibahkan kepada Gus Dur yang kemudian dimakan bersama teman-temannya yang tadi mencuri.
Sikap Gus Dur yang unik ini membuat ia tidak memiliki beban ketika dilengserkan dari jabatan presiden. Banyak yang bertanya kenapa Gus Dur lengser? Kenapa Gus Dur tidak melawan?
Mencuri ikan adalah perbuatan “mbeling“. Meminta halal adalah mbeling yang terarah. Meskipun sebenarnya seorang kiai selalu punya kadar ikhlas yang luas bak lautan terhadap apa yang dilakukan oleh santri. Namun, meminta maaf dan mengakui kesalahan adalah tindakan kesatria.
Baca Juga: Ijazah Cari Jodoh
Tidak selalu dunia-nya santri lurus dan tenang-tenang saja. Bahkan dibanyak waktu, kelokan tajam dan lubang jalan terjal nyantri kerap menguji. Ada saja masalahnya.
Mulai ekonomi sampai “mbolos” ngaji. Dari belajar nakal sampai rambut dipetal. Dari nggandol makan di warung sampai nggandol truck di jalanan. Hingga terkena “candu” warung kopi sampai soal asmara antar asrama atau bahkan sampai tidak naik kelas.
“Mbeling” adalah istilah yang memiliki banyak arti dan sudah membumi di kalangan santri. Apalagi bagi santri yang memang “santri mbeling“.
Rasanya memang tidak lengkap jika nyantri hanya melulu lurus mengaji, nderes, setoran dan wetonan. Sekali-kali harus (pernah) mbeling. Ibarat masakan, mbeling adalah bumbu penyedapnya. Namanya penyedap tak perlu banyak-banyak. Asal takaranya terukur dan ada resep yang mengarahkan.
Kiai Ahmad Umar Abdul Manan Mangkuyudan punya cara asyik dalam mendidik santri mbeling. Beliau pernah memanggil pengurus pondok untuk mendata sekaligus me-rating siapa saja santri-santri termbeling di pondok. Mulai dari yang terbeling. Mbeling biasa-biasa. Sampai yang mbeling abal-abal.
Hasil pendataan tersebut ternyata tidak untuk memboyongkan santri karena saking “mbeling“-nya. Melainkan oleh beliau nama-nama santri “mbeling” itu dimunajatkan pada doa sepertiga malamnya.
Cerita tersebut disampaikan Gus Mus di acara salah satu pondok Quran dengan jumlah santri ribuan. Menurut pengakuan kiai muda (pengasuh) yang mengundangnya.
Santri ter-mbeling-nya Kiai Umar Mangkuyudan tersebut adalah dia sendiri sang pengasuh pondok. Ternyata santri termbeling Kiai Umar sudah menjadi kiai besar di daerahnya. Ini contoh santri mbeling yang terarah.
“Sukses santri dilihat ketika sudah menjadi alumni,” kata Gus Dur.
Meneguk “mbeling” di tengah Kawah Candradimuka pesantren ketika menimba ilmu itu boleh, tapi tidak perlu banyak-banyak. Cukup sebagai penyedapn nyantri saja. Asal terukur dan terarah. Jadi santri mbeling yang terarah.
Semisal jika sudah lelah ngasahi kitab kuning. Penat ngelakoni diniah dan menghafal bait-bait syiir. Sekali-kali mendengarkan musik di playlist youtube atau nyolong-nyolong waktu untuk ngerokok dan ngopi. InsyaAllah tidak sampai haram. Selama masih dalam taraf terarah. Boleh-boleh saja
Atau dengarkanlah aliran musik klasik simphoninya Bethoven dan Wolfgang Mozart. Kalau bosan cobalah untuk nyamil nonton film. Ada film-film inspiratif seperti Hellen Keller atau film-film perjuangan, drama dan roman.
Kok masih tetap sumpek, gunakanlah waktu luangmu untuk “ngopi”, futsal, bersepeda dan lari-lari. Kuliner juga bisa pilihan baik untuk melepas kepenatan.
Jika masih tetap gelap itu tanda Anda benar-benar kurang piknik. Dosis mbelingnya pun harus dinaikan. Saran saya berziarahlah ke pusara masayikh, sanak dan handai tolan. Perbanyak istigfar dan tahlil.
Di pesarean yang tenang kita bisa bermuhasabah dengan kenyang tentang kehidupan. Terakhir sowan kiai atau guru, minta maaf. Nyuwun ridlanya agar kita mendapat ilmu manfaat barakah. Karena itulah kunci hidup kita tenang dan sukses. Sekian. Wa Allahu ‘Alam.
Oleh: M Zulianto (Guru Madrasah Tsanawiyah Aliyah Fattah Hasyim)