Sejak tahun 1900, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sudah meneruh perhatian besar dalam pengajaran dan pendidikan umat di Indonesia. Dengan ikhlas, Kiai Hasyim mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan terutama bidang Agama kepada siapa pun yang membutuhkan.
Menurut Akarhanaf (hlm 30) Pemerintah Jepang, saat melakukan pencatatan terhadap jumlah kiai-kiai dan ulama yang pernah menjadi santri Kiai Hasyim Asy’ari, diketahui semuanya berjumlah 20.000 orang kiai yang tersebar di berbagai daerah.
Kiai Hasyim Asy’ari kemudian dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia, perjuangan beliau sebagai pencetak budi dan pembangun jiwa bangsa tidak terbatas pada kalangan pesantren saja, tidak pula hanya khusus kalangan internal organisasi Nahdlatul Ulama saja tetapi meluas ke berbagai unsur kebangsaan.
Kiai Hasyim seorang ulama yang disegani dan dihormati oleh semua kalangan umat Islam. Beliau bukan hanya sebagai Rois Akbar NU, tetapi juga Rois Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), juga ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Di dalam organisasi MIAI dan Masyumi terdapat berbagai kelompok organisasi umat Islam Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, PSII, Persis, Perti, Al-Irsyad, dan lain-lain. Kedudukan beliau sebagai ketua Majelis Syuro menunjukkan betapa besar pengaruh beliau bagi umat Islam di Indonesia.
Begitu pula pengaruh beliau dirasakan ketika Jepang menjajah Indonesia. Pada mulanya Kiai Hasyim Asy’ari mendapat perlakuan represif. Militer Jepang menahan Kiai Hasyim karena menolak melakukan seikerei, yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito titisan Dewa Matahari (Amaterasu Omikami).
Tentara Jepang juga mewajibkan Seikerei kepada seluruh warga di wilayah jajahannya, setiap kali bertemu atau lewat di depan tentara Jepang.
Kiai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab keyakinan hanya Allah saja yang wajib dan patut disembah, bukan manusia. Akibatnya, beliau ditangkap dan dipenjarakan secara berpindah-pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian penjara Mojokerto, terakhir ke penjara Bubutan, Surabaya.
Baca juga : Abdul Hamid Ono, Perwira Pembuka Diplomasi Tebuireng–Jepang
Selama dalam masa penahanan, Kiai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga tulang-tulang jari tangan kanannya patah tidak dapat digerakkan.
Tentara Jepang akhirnya membebaskan Kiai Hasyim setelah 4 bulan ditahan. Hal itu lantaran banyaknya protes dari para kiai dan santri yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya, termasuk upaya yang dilakukan Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Wahab Hasbullah melalui seorang perwira muslim Jepang, yang melakukan diplomasi dengan Saiko Sikikan di Jakarta.
Melihat pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari yang begitu kuat di masyarakat, Jepang sadar kemudian membebaskan beliau dari tahanan bahkan mengangkat beliau menjadi Shumubu, kementerian urusan agama dalam pemerintahan Jepang, yang diwakilkan putera beliau, Kiai Wahid Hasyim.