tebuireng.co- Ruh orang saleh itu tersambung dan dekat dengan Malaikat, maka dari itu ada orang saleh yang belum meninggal, tapi dia sudah tahu waktu ajalnya. Seperti kisah indah wafatnya Habib Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf (Ayahanda dari Habib Syech Solo)
Nama Abdul Qodir diberikan oleh ulama besar pada zaman itu, yaitu Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi (Pengarang Maulid Simthud Duror). Saat itu ayahandanya, Habib Abdurrahman datang kepada Habib Ali al-Habsyi untuk memberikan nama kepada putranya yang baru lahir, maka diberikanlah nama Abdul Qodir.
Baca juga: Karomah Mbah Thohir Bungkuk, Guru Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari
Habib Abdul Qadir sangat cinta dengan masjid, beliau sibuk mengurus masjid, beliau juga menjadi imam masjid, mengumpulkan dana untuk pembangunan masjid. Dalam keadaan sakit dan kesibukan apapun beliau masih meyempatkan diri sholat ke Masjid dan selalu minta didoakan agar beliau saat meninggal berada di Mihrab Masjid. Karena cintanya yang sangat besar dengan masjid beliau pernah berkata “Masjid adalah istri pertamaku.”
Jum’at itu beliau bersiap untuk mengimami sholat Jum’at di Masjid Jami’ Assegaf Solo. Namun keluarga seperti melihat hari ini menjadi hari yang sangat spesial untuk Habib Abdul Qodir. Sebelum berangkat beliau memakai baju baru, sarung baru semuanya serba baru. Bahkan miyak wangi yang biasanya khusus beliau gunakan saat peringatan hari besar, beliau gunakan pada hari itu banyak sekali. Hingga Habib Abdul Qodir lebih wangi dari hari biasanya.
Habib Abdul Qodir sudah siap mengimami sholat Jum’at, namun beliau melihat Habib Muhammad Najib bin Thoha berada di shaf kedua. Biasanya Habib Muhammad Najib bin Thoha berada di shaf pertama persis di belakang Imam, karena shaf pertama sudah penuh, maka Habib Najib berada si shaf kedua. Kemudian Habib Abdul Qodir memanggil Habib Najib untuk maju ke depan shaf pertama, persis di belakangnya. Lalu Habib Najib mengatakan bahwa shaf sudah penuh. Dengan nada agak keras Habib Abdul Qodir mengulangi permintaannya seraya berkata, “Saya harapkan kamu maju dan kamu tidak tahu apa maksud saya dan tujuan saya.”
Mendengar itu Habib Najib maju ke shaf pertama, persis di belakang Habib Abdul Qodir. Saat itu Habib Abdul Qodir seakan sudah mengetahui dirinya akan wafat dan meninta Habib Najib untuk menggantikan tugasnya sebagai Imam.
Biasanya Habib Abdul Qodir menangis pada rakaat kedua. Tidak seperti biasanya, pada rakaat pertama Habib Abdul Qodir sudah mulai menangis. Rakaat pertama, pembacaan surat, ruku’, dan sujud, sampai rakaat kedua beliau terus menangis. Ketika rakaat kedua dan sujud yang kedua, lama beliau tidak bergerak. Maka semua hadirin sujud menunggu komando imam. Ternyata pada detik-detik itu Malaikat turun dengan rahmat untuk mengambil ruh Habib Abdul Qodir.
Cukup lama Habib Najib tidak berani mengambil suatu tindakan apapun. Setelah menimbang dan berpikir cukup lama, Habib Najib duduk itidal dan melihat Habib Abdul Qodir tetap berada dalam posisi sujud sempurna. Habib Najib mengambil komando imam seraya berkata “Allahu Akbar.”
Setelah salam, semua jamaah datang kepada Habib Abdul Qodir, dan ternyata beliau sudah wafat, dan ketika dibalik tubuhnya, ternyata beliau senyum dengan senyuman yang lebar. Menunjukan pada saat itu beliau menerima berita dari para Malaikat bahwa tempat terbaik surga telah beliau dapatkan.
Sungguh indah kisah wafatnya Habib Abdul Qodir, saat Hari Jumat, saat menjadi khotib dan Imam saat sholat yang afdol (sholat Jum’at), dalam keadaan sujud, dan dalam sujud yang terakhir, ditambah sebelum itu beliau sudah berkunjung ke sahabat dan keluarga untuk berpamitan, bahwa Jum’at itu beliau akan meninggalkan mereka semua. Semoga kita ikut mendapat keberkahan dan kebaikannya, di dunia hingga akhirat, aamiin
Oleh: Ustadz Khoirul Anam
Baca juga: Berkomunikasi dengan Waliyullah layaknya Menelepon