tebuireng.co – Rene Descartes lahir di La Haye Touraine, Prancis dari sebuah keluarga borjuis. Ia lahir pada 31 Maret 1596 dan meninggal di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650 pada umur 53 tahun. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendekatan pemikirannya yang mengakui eksistensi Tuhan.
Melihat Rene Descartes seperti menemukan sosok ilmuwan Eropa yang jiwanya seperti ulama Islam masa lalu. Mencintai ilmu pengetahuan dengan merasa semakin bodoh seiring dengan ilmu pengetahuan dan kepuasan yang ia temukan dengan tidak sama sekali mengesampingkan nilai-nilai ketuhanan dan ketawadukan sebagai manusia biasa seperti manusia kebanyakan.
Descrates mendasarkan akan adanya Tuhan pada prinsip bahwa sebab harus lebih besar, sempurna, baik dari akibat. Berangkat dari pembuktiannya bahwa pikiran itu eksis, filsafatnya membuktikan bahwa Tuhan ada dan kemudian membuktikan bahwa benda material ada.
Dalam pikiran Descrates ia memiliki suatu gagasan tentang Tuhan adalah suatu makhluk sempurna yang tak terhingga. Gagasan tersebut tidak mungkin muncul atau disebabkan oleh pengalaman dan pikiran diri sendiri, karena kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak sempurna dan dapat diragukan sehingga tidak memenuhi prinsip sebab lebih sempurna dari akibat. Gagasan tentang Tuhan yang ada dalam kepala (sebagai akibat) hanya bisa disebabkan oleh sebuah makhluk sempurna yang menaruhnya dalam pikiran saya, yakni Tuhan.
Setelah membuktikan adanya Tuhan, Descrates membuktikan bahwa benda material itu eksis. Ia menyatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan ketidakmampuan untuk membuktikan bahwa benda material itu sejatinya tidak ada. Bahkan Tuhan menciptakan manusia untuk memiliki kecenderungan pemahaman bahwa benda material itu eksis.
Apabila pemahaman benda material eksis hanya merupakan sebuah matriks kompleks yang menipu pikiran manusia, itu berarti Tuhan adalah penipu, dan bagi Descrates, penipu ialah ketidaksempurnaan. Padahal Tuhan ialah makhluk yang sempurna, oleh karena itu Tuhan tidak mungkin menipu, sehingga benda material itu pastilah ada.
Bagi Rene, semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Ini juga membuktikan keterbatasan manusia dalam berpikir dan mengakui sesuatu yang di luar kemampuan pemikiran manusia. Karena itu, ia membedakan “pikiran” dan “fisik”.Â
Ayah Descartes adalah ketua Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun. Dia bersekolah di Universitas Jesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612.
Buku Rene “Discours de la methode (1637)/Diskursus dan Metode” adalah salah satu dari tiga risalah revolusioner Rene Descartes. Bagi sebagian orang mungkin tahu mengenai tokoh ini. Ia adalah seorang bapak filsafat modern dan bapak matematikawan modern khususnya dalam bidang kalkulus. Descartes salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Pemikirannya yang sangat revolusioner telah membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa pada abad ke-17 dan 18.
“Cogito ergo sum” –” Aku berfikir karena itu aku ada” . Itulah kata-kata yang sangat populer dari Rene Descartes. Namun, terlepas dari berbagai penghargaan yang ia raih dan julukan luar biasa yang ia terima, buku “Diskursus dan Metode” secara tersirat menjelaskan dalam sudut pandang Descartes bahwa sesungguhnya ia tidak pernah ingin mendapat hal-hal luar biasa itu. Ia seolah hanya ingin dipandang sebagai orang biasa yang bodoh yang selalu memiliki keterbatasan dalam berfikir.
Buku tersebut terdiri dari enam bagian, yang ditulis olah Rene Descartes sendiri, di samping sejumlah alinea kata pengantar dari penerjemah dan editor yang mengenalkan siapa itu Descartes. Enam bagian itu meliputi, pembahasan mengenai Ilmu pengetahuan, kaidah-kaidah pokok perihal metode, beberapa kaidah moral yang didasarkan atas dasar kesangsian, bukti-bukti keberadaan tuhan dan jiwa manusia atau asas-asas metafisika, urutan pembahasan masalah-masalah fisika, dan hal-hal yang merupakan prasyarat dalam penelitian alam.
Di awal kita akan disuguhi cerita mengenai awal mula Rene Descartes memutuskan untuk mencari kebenaran dalam metode berfikirnya, di mana ia bermimpi tiga kali berturut-turut dan saling bersambungan. Dalam mimpi itu ia mendapati dirinya dihantam angin puting beliung hingga terhempas ke luar gereja dan terjebak dalam suatu badai yang hebat bersama orang-orang yang dengan anehnya tidak terganggu dengan badai itu.
Lalu ia melihat petir menyambar api di Poele (ruangan untuk menghangatkan badan dengan menggunakan api dari kayu bakar di sudut ruangan) tempat ia tengah tertidur. Dan yang ketiga ia bermimpi memunguti kertas yang berserakan di mana dalam salah satu kertas itu tertulis sebuah puisi “Quad viter sektabar iter“–” Hidup apa yang akan kau ikuti”. Dari mimpi tersebut ia seolah menemukan makna bahwa ia harus mencari pengetahuan dan kebenaran lebih banyak dan lebih dalam lagi walaupun itu harus sampai ke negeri China dan itu harus segera ia lakukan.
Rene Descartes telah mempelajari berbagai ilmu di suatu sekolah yang menjadi simbol kaum terpelajar di Eropa pada masa itu dari mulai ilmu kesusasteraan, ilmu hukum, psikologi, teologi, matematika hingga filsafat dan lain sebagainya. Namun, pendapatnya berbeda dengan kebanyakan orang bahwa kita akan menjadi terpelajar setelah lulus dari sekolah itu. Ketika lulus justru ia semakin merasa bodoh dan tidak tahu apa-apa padahal nilai-nilainya selalu paling tinggi di sekolah. Ia menemukan banyak keraguan atas ilmu yang ia dapat juga keraguan atas cara berfikirnya sendiri. Pendek kata, ia belum puas dengan apa yang ia dapat selama ini.
Akhirnya, ia memutuskan untuk berkelana sekaligus menjadi pasukan perang yang dikirim ke berbagai negara. Tapi dalam kenyataannya ia tidak pernah ikut perang. Ia malah banyak menghabiskan waktunya untuk menelaah dan mengamati lingkungan dan orang-orang di sekitar, karena baginya perang sungguh sangat membosankan dan tidak ada manfaatnya.
Dunia dianggapnya sebagai kitab tempat segala hal memang tersedia kalau kita tidak kehilangan membaca. Maka ia memutuskan untuk mencari kebenaran melalui ilmu mutlak harus menjadi kariernya dengan berpedoman pada kearifan lama dari Timur Tengah, ilmu adalah cahaya, artinya tanpa ilmu dunia benar-benar gelap gulita.
Membaca Rene seperti membuka mata bahwa para pemikir atau filsuf tidak semuanya gelap agama dan menyangsikan nilai-nilai ketuhanan dan menjunjung tinggi rasionalitas. Rene Descartes adalah salah satu pengecualian, banyak pemikirannya dalam bukunya justru sejalan dengan ajaran Islam. Salah satunya pada bagian pertama hal yang paling ia pegang teguh adalah nalar.
Hal yang membedakan manusia dengan binatang dan makhluk lain di dunia ini adalah akal sehatnya atau ia sebut dalam buku ini adalah nalar. Akal sehat atau nalar adalah hal yang paling merata di dunia ini oleh sebabnya keanekaragaman pendapat timbul bukan karena orang yang satu lebih bernalar daripada yang lain, melainkan semata-mata karena cara penalaran kita berlainan dan karena hal-hal yang kita pertimbangkan tidak sama.
Dalam bukunya, Descartes menjelaskan dirinya adalah seorang yang akan terus memanfaatkan nalar dan kemampuan berpikirnya dan akan senantiasa memeriksa kebenarannya terus menerus sampai ia merasa puas akan suatu ilmu pengetahuan. Selain itu ia juga meyakini adanya tuhan dan jiwa manusia berbeda dengan badaniah manusia.
Ia merasa bahwa ia selalu ragu dengan sesuatu bukan berarti ia menjadi kaum skeptis yang selalu mencari titik kerancuan pada nilai ketuhanan dan tidak mempercayainya, melainkan ia selalu merasa ragu karena ia memang merasa tidak sempurna dan pasti ada kesempurnaan lain yang telah menganugerahinya pikiran dan akal sehat pada setiap manusia.
Selain itu ia juga berpikir bahwa daya nalar manusia selalu terbatas. Ada hal hal yang justru melahirkan keraguan terus menerus, bukannya kepuasan, yang menandakan bahwa pikiran manusia pun tidak sempurna. Ia juga percaya bahwa Tuhan pulalah yang menentukan hukum alam semesta dan menerapkan suatu sistem yang amat teratur dan kompleks serta detail. Kepercayaannya ini juga ia jelaskan secara rinci dan masuk akal dalam bukunya.
Metode berfikir seorang Rene Descartes yang ia temukan selama proses perjalanan dan mencari kebenarannya setelah ketiga mimpinya tadi. Pada bagian ini terdapat empat metode yang ia gunakan, dalam ranah logika, sehingga menemukan kepuasan atas keraguannya dalam berfikir:
Pertama, memilah satu persatu kesulitan yang akan ditelaah menjadi bagian bagian kecil sebanyak mungkin atau sejumlah yang diperlukan untuk lebih memudahkan dalam penyelesaiannya.
Kedua, berfikir secara runut, mulai dari objek yang mudah dikenali lalu meningkat setahap demi setahap ke yang lebih rumit, di mana-mana membuat perincian yang selengkap mungkin dan pemeriksaan yang menyeluruh sampai ia yakin bahwa tidak ada yang terlupakan.
Ketika menyampaikan gagasannya ini tanpa menggurui juga tanpa meminta kita untuk mengikutinya. Ia menuturkan seolah seperti cerita pengalaman pribadi di masa mudanya tentang metode berfikir untuk ilmu pengetahuan.
Keempat Rene tidak pernah menerima apapun sebagai benar kecuali jika mengetahuinya secara jelas bahwa itu memang benar.
Descartes juga sempat menulis buku sekitar tahun 1629 dengan judul, Rules for the Direction of the Mind, yang memberikan garis-garis besar dari metodenya. Namun, buku ini tidak komplet dan tampaknya Descartes tidak berniat untuk menerbitkannya. Akhirnya buku tersebut diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima puluh tahun setelah Descartes meniggal.
Sedikitnya ada lima poin dari ide Descartes yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran peradaban Eropa. Pertama, pandangan mekanis mengenai alam semesta. Kedua, sikap positif terhadap penjajakan ilmiah. Ketiga, tekanan dan pendekatan yang pada penggunaan matematika dalam ilmu pengetahuan. Keempat, pembelaan terhadap dasar awal sikap skeptis dan kelima, penitik pusatan perhatian terhadap epistemologi.
Nurul Fadilah/Abdurrahman