Bertempat di Serambi Masjid Lantai 1 Pondok Putra Pesantren Tebuireng, dilaksanakan acara Refleksi Malam Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia (RI) dengan tema “Menyelami Sejarah, Mewujudkan Asa Bangsa”, Jumat, (16/8/2024).
Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 79 tahun Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan sekaligus bertepatan dengan peringatan hari lahirnya Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz.
Acara yang dihadiri oleh para santri, pengurus, pembina, serta tamu undangan ini menghadirkan Dr KH A Musta’in Syafi’i sebagai pembicara utama. Dalam pidatonya, ia memberikan sejumlah pesan yang mendalam dan sarat makna.
Dalam kesempatan tersebut, KH Musta’in mengingatkan para santri dan hadirin tentang pentingnya memiliki prinsip hidup yang kuat dan tidak tergoda oleh popularitas atau keinginan untuk viral. Ia menekankan bahwa seorang pemimpin atau tokoh penting harus fokus pada pengembangan ilmu dan karakter sebelum mengekspos diri di hadapan publik, seperti halnya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari yang menjadi teladan karena kecerdasannya, bukan karena keinginan untuk terkenal.
KH Musta’in juga mengungkapkan kecintaan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari terhadap surah al-Kahfi. Menurutnya, surah ini istimewa karena menceritakan tentang tokoh-tokoh pemuda yang tangguh; seperti konglomerat dermawan, ulama yang bijak seperti Nabi Khidir, dan pejabat yang adil seperti Raja Zulqarnain. Ia menekankan bahwa santri Tebuireng harus memilih salah satu dari peran ini, yaitu menjadi alim yang bermanfaat, konglomerat yang dermawan, atau pejabat yang mensejahterakan rakyat.
Selain itu, KH Musta’in juga mendorong para santri untuk menghafal surah al-Kahfi sebagai bentuk penghormatan dan cara mendekatkan diri dengan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Ia menyebutkan bahwa sering membaca surah ini di maqbaroh Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari dapat menjadi “password” untuk tersambung dengannya. Bahkan, ia menegaskan bahwa santri Tebuireng yang tidak hafal surah al-Kahfi, maka dianggap tidak pantas.
Lebih jauh, KH Musta’in mengingatkan santri untuk tidak memakai mahabbah, yang dalam konteks ini merujuk pada rasa cemas atau takut tidak diterima oleh orang lain. Ia menekankan pentingnya menjadi diri sendiri dan membentuk karakter yang kuat dan hebat. Orang yang baik adalah orang yang berprinsip, bukan yang suka berkelahi atau bertindak keras.
Selai itu, KH Musta’in mengingatkan bahwa ketika Soekarno didesak untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Soekarno sebenarnya sedang menunggu fatwa dari Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya prinsip dalam setiap tindakan.
Dalam konteks sejarah, KH Musta’in juga mengingatkan tentang peran penting tokoh-tokoh, seperti Habib Farij, yang mewakafkan rumahnya di Jakarta untuk kegiatan yang mendukung kemerdekaan Indonesia, dan Habib Muthohar dari Semarang yang menciptakan lagu “Syukur”. Ia menekankan bahwa santri Tebuireng harus tetap fokus belajar dan tidak terjebak dalam perpecahan di kalangan ulama. Santri harus fokus pada apa yang baik dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak bermanfaat.
KH Musta’in juga mengungkapkan bagaimana Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, termasuk usaha lahiriah seperti meminta dilatih menembak oleh putranya, KH M Yusuf Hasyim.
Dalam pesan penutupnya, ia mengingatkan bahwa banyak pejuang kemerdekaan Indonesia adalah santri yang rela mengorbankan jiwa dan raga demi tanah air. Dalam acara Refleksi Malam Kemerdekaan ke-79 RI ini, KH Musta’in berharap agar para santri dapat meneladani semangat dan perjuangan para kiai dalam melanjutkan perjuangan demi kemajuan bangsa.
Pewarta: Erik Lis Setiawan
Editor: Ikhsan Nur Ramadhan
Baca Juga: Menjaga Kemerdekaan Indonesia