tebuireng.co – Rasa malu suatu kehormatan bagi perempuan, begitu narasi yang berkembang di masyarakat Indonesia. Uniknya, narasi yang sama tidak muncul untuk laki-laki.
Sebenarnya di dalam Islam yang diperintahkan untuk menjaga rasa malunya adalah laki-laki dan perempuan. Tidak hnay khusus pada jenis kelamin tertentu.
Namun, rasa malu dalam pergaulan sosial di masyarakat Indonesia di dikonstruksi berat sebelah untuk perempuan saja.
Dalam ajaran Islam rasa malu termasuk bagian atau cabang dari Iman, bisa dianggap seseorang yang beriman pasti memiliki rasa malu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw mengenai rasa malu terdapat dalam berbagai hadis diantaranya:
الحياء من الإيمان (رواه مسليم)
“Malu sebagian dari Iman”. (HR. Muslim).
الإيمان بضع وسبعون، هو بضع وسستون شعبة، فاضلها : لا إله إلا الله، وادناها اماطها الاذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيمان
Artinya: “Iman mempunyai enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘lailahailallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu merupakan salah satu cabang Iman.” (HR. Imam Al Bukhari).
Dari teks hadis ini ada kata “Malu adalah sebagian dari iman.” Tentunya pesan ini berlaku tanpa kecuali karena menjaga iman adalah kewajiban seluruh umat Islam.
Sayangnya, konstruksi sosial menuntut perempuan untuk menanggung rasa malu yang lebih besar atas aktivitas sosial yang dilakukan sebelum pernikahan. Sehingga memberi kesan seolah lelaki terbebas dai tanggung jawab ini.
Bagi seseorang utamanya muslimah, rasa malu merupakan sebuah mahkota kemuliaan. Sebab dengan sifat tersebut menjadikannya terhormat dan mulia.
Malu secara etimologi ialah pecahan dari kata Haya (nama hujan), atau hayah yang artinya hidup.
Maksudnya adalah dengan adanya hujan seluruh makhluk-makhluk dimuka bumi ini dapat hidup, dengan kata lain malu diibaratkan dengan kunci kehidupan di alam semesta. Jadi seseorang yang tidak memiliki rasa malu berarti ia telah mati.
Haya juga berarti Taubah yaitu rasa malu yang timbul diakibatkan kesalahan-kesalahan seorang hamba kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan melakukannya.
Sedangkan secara terminologi adalah meninggalkan sesuatu yang tidak pantas, menjaga diri dari sesuatu yang melanggar hak-hak Allah SWT ataupun menjauhkan diri dari sesuatu yang membuat takut, rendah diri dan hina di hadapan-Nya ataupun orang lain.
Rasa malu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, memberi penjagaan terhadap sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam dan selalu memberikan kebaikan pada diri seseorang.
Selaras dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim: “ Rasa malu itu tidak membawa kecuali kebaikan.”
Oleh karena itu Rasulullah SAW menjadikan sifat malu sebagai akhlak islam, dengan rasa malu lah seseorang dapat mengontrol tingkah lakunya, ia akan berusaha menjaga akhlaknya sebab memiliki rasa malu apabila perbuataannya tidak sesuai dengan perintah agama.
Rasa malu lebih ditekankan kepada seorang perempuan, sudah seyogyanya ia memiliki sifat tersebut karena perempuan merupakan makhluk terindah yang tuhan ciptakan. Sebagai fitrahnya diberi hidayah keindahan melalui sifat malu.
Realitanya di zaman sekarang ini banyak perempuan yang malah meninggalkan rasa malu demi kepentingan sendiri alias ego tanpa memikirkan suatu akibat.
Tak jarang kadang menghinakan harga dirinya untuk kesenangan semata dan bahkan rela menjual suatu kehormatan hanya ingin terlihat perfect di depan publik.
Rasulullah SAW menegaskan hal ini dalam sabdanya bahwa:
إن لكل دين خلقا، وان خلق اإسلام الحياء
“Sesungguhnya setiap agama itu memiki akhlak dan akhlak islam itu adalah rasa malu.” (HR Ibnu Majah no 4181. Syaikh Al-Albani berpendapat hadis ini hasan ).
Secara umum akan ada bahaya lebih besar ketika perempuan tidak memiliki rasa malu. Karena rusaknya perempuan akan rusak pula satu generasi.
Tidak hanya perintah, Rasulullah saw juga memberikan sebuah acaman bagi yang tidak memiliki rasa malu. Hal ini merupakan suatu kerugian yang akan mereka dapati, sebagaimana termaktub dalam hadis Nabi:
صنفان من أهل النار لم أرهما قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس ونساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة لايخلن الجنة ولايجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat : {1} Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti seekor sapi untuk memukul manusia dan {2} para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlengak-lengok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masul surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim nomor 2128)
Hadis di atas menjelaskan hukuman bagi seorang perempuan yang bertingkah laku tidak sesuai dengan syariat Islam, dengan sengaja membuka aib-aib mereka padahal Allah SWT sudah menutup satir kemaksiatannya melalui sifat malu tersebut.
Maka dari itu kehormatan suatu perempuan terletak pada seberapa besar ia memiliki rasa malu, dalam artian malu untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang dilarang oleh Tuhannya.
Akan tetapi ada larangan dalam agama bagi perempuan yang memiliki rasa malu bukan pada tempatnya, semisal:
- Malu dalam mempelajari hukum-hukum agama atau menuntut ilmu
- Malu istri di hadapan suami
- Malu menentang orang-orang yang bersalah.
Singkatnya, posisi di mana perempuan harus bersikap malu dan sebaliknya tergantung alasannya, walaupun kodratnya perempuan pemalu, tapi malu terhadap sesuatu yang sudah menjadi kewajiban yakni membela kebenaran maka itu tidak di perbolehkan.
Selain itu, malu juga harus dimiliki oleh laki-laki. Sebagai kepala keluarga, laki-laki jadi contoh bagi generasi muda.
Syofiatul Hasanah