tebuireng.co- Pada penghujung tahun 2006, KH. Muhammad Yusuf Hasyim sudah sering masuk rumah sakit. Saya bersama teman-teman alumni Tebuireng seperti Muhamad Soleh AH, H. Ahmad Fauzi, H. Amir Hasan, Nikmat Anshori, H. Sujudi, dan Prof. Sahid, seringkali membesuk bahkan sering menginap di rumah sakit Graha Amerta maupun saat di RSI Surabaya.
Romoyai Yusuf Hasyim selang beberapa waktu kapundud (wafat), Tebuireng berduka. Sosok Pengasuh Pesantren Tebuireng paling lama telah kembali menghadap Ilahi Rabby. Kepergiannya disertai gerimis rintik-rintik, area pemakaman Tebuireng diselimuti mendung tebal. Tidak hujan, tapi gerimis.
Saya punya banyak kenangan khusus dengan almarhum Romoyai Yusuf Hasyim, terlebih sejak 2004 sampai awal 2006-an, saat RKH. Fuad Amin Imron menjadi Bupati Bangkalan yang fenomenal dan kontroversial. Beberapa kali beliau minta dipertemukan langsung ke pendopo bupati Bangkalan, sebagai support moral beliau kepada Ra Fuad Amin.
Saat Romoyai Yusuf Hasyim telah wafat, saya yang saat itu menjadi ketua PW Ikapete Jawa Timur, berdikusi bersama sesama alumni seperti Yusuf Hidayat dan Abdul Wahid Asy’ari dari satu tempat ke tempat yang lain di Surabaya. Akhirnya muncul ide untuk melaksanakan acara mengenang 100 hari wafatnya Romoyai Yusuf Hasyim.
Setelah ide dibicarakan dengan matang, Yusuf Hidayat yang saat itu punya hubungan khusus dengan Gus Sholah, pengasuh Tebuireng saat itu, mengkonsultasikan ide tersebut. Gus Sholah sangat menyambut baik dan setuju sekali.
Begitu pula disambut sangat baik oleh keluarga Romoyai Yusuf Hasyim, khususnya Gus Irfan Yusuf Hasyim saat Abdul Wahid Asy’ari mengkomunikasikan ide acara yang rencananya akan ditempatkan di Gedung Aula PWNU Jawa Timur di kawasan Masjid Al Akbar Surabaya.
Selain menggelar acara, kami menyampaikan kepada Gus Sholah untuk menerbitkan buku khusus mengenang Romoyai Yusuf Hasyim. Buku itu nantinya dicetak dengan memakai nama Pustaka Ikapete.
Gayung bersambut, Gus Sholah saat itu memang sangat berkeinginan membuat semacam Pustaka, dimana pustaka itu banyak menerbitkan buku-buku khususnya yang berkaitan dengan para Dzurriyyah dan Masyayikh Tebuireng.
Rencana acara pun dirancang sebaik mungkin, peringatan 100 hari wafatnya Romoyai Yusuf Hasyim sekaligus launching Pustaka Ikapete dengan menerbitkan buku berjudul Sang Pejuang Sejati; K.H. Muhammad Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri. Saat acara berlangsung Gedung Aula PWNU Jawa Timur penuh sesak dengan hadirin. Hampir semua Dzurriyyah Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari hadir.
Semua putera Romoyai Yusuf Hasyim hadir dalam acara. Bahkan salah satu cucu beliau, Ning Fairuz Fabiyanda sempat membacakan puisi yang dipersembahkan untuk sang kakek. Gus Irfan Yusuf Hasyim yang mewakili keluarga, secara simbolik menerima buku Sang Pejuang Sejati. Saya sendiri yang menyerahkannya.
Saya ikut memberikan sambutan sebagai ketua PW Ikapete Jatim sekaligus mewakili Abdul Wahid Asy’ari sebagai ketua panitia acara dan ketua tim penulisan buku perdana Pustaka Ikapete tersebut.
K.H. Hasyim Muzadi yang saat itu menjadi Ketua Umum PBNU ikut serta hadir dalam acara, bahkan memberikan kata sambutan mewakili PBNU, dan memberikan kata sambutan dalam buku terbitan Pustaka Ikapete tersebut. Bahkan Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid didampingi salah satu puterinya juga ikut hadir. Tampak juga Ir. H. Farid Al Fauzy yang saat itu menjadi ketua DPW PPP Jawa Timur.
Sambutan dari keluarga Romoyai Yusuf Hasyim diwakili Gus Irfan Yusuf Hasyim. Banyak tokoh-tokoh penting ikut hadir. Alumni senior yang ikut hadir antara lain KH. Syuhada Syarif, KH. Adnan Syarif, KH. Muchid Muzadi, juga tampak hadir tamu-tamu penting seperti KH. A. Zawawi Imron (penyair yang dijuluki Sang Celurit Emas), Dr. Hermawan Sulistyo, Sang Penyair Taufik Ismail, serta Bang Fadli Zon yang dikenal punya hubungan baik dengan Romoyai Yusuf Hasyim semasa hidupnya.
Penulis buku Sang Pejuang Sejati ditulis oleh M. Halwan, orang dekat Romoyai Yusuf Hasyim semasa hidupnya. Buku ini memuat dua bagian. Bagian pertama berisi biografi singkat KH. Muhammad Yusuf Hasyim (Latar Belakang Keluarga, Masa Kecil, Menghadapi Tindakan Represif Jepang, Komandan Laskar Hizbullah, Masuk TNI, Membebaskan Sandera PKI Madiun, Bertemu Pujaan Hati, Memulai Karier Politik, Ikut Terjun ke Daerah-daerah, Menjadi Sekjend Partai NU, Debat dua Muhammad Yusuf, Berkampanye di Bawah Tekanan Orba, Kontroversi RUU Perkawinan, Membocorkan Transkrip Pidato Soeharto, dan lain-lain.
Bagian kedua berisi tentang catatan di mata sahabat dan santri. Catatan dari sahabat ditulis oleh beberapa sahabat Romoyai Yusuf Hasyim seperti: KH. A. Muchid Muzadi, KH. Salahudin Wahid, Basofi Soedirman (mantan Gubernur Jatim,) KH. A. Mustofa Bisri, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, H. Suryadharma Ali, Muhammad Maftuh Basyuni (Menteri Agama RI), Fadli Zon, MS. Ka’ban, M. Said Budairy, Dr. Hermawan Sulistyo, Abdullah Syarwani, KH. Masykur Hasyim, KH. Abdurrahman Nur, Ir. H. Farid Al Fauzi, H. Imam Nahrawi, Ridwan Saidi, H. Lutfi Bashori, M. Lukman Hakim, dan lain-lain.
Sedangkan dari santri senior alumni Tebuireng yang ikut memberi tulisan dalam buku tersebut, seperti Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, Prof. Dr. KH. Ali Mustofa Yakub, Prof. Dr. KH. Ridwan Nasir MA, M. Cholidy Ibhar, Mas’ud Adnan. Dr. KH. Ahmad Mustain Syafi’i. Buku Sang Pejuang Sejati; K.H. Muhammad Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri dicetak dalam jumlah cukup banyak yang biaya cetaknya min haitsu la yahtasib.
Sukses menggelar acara di PWNU Jawa Timur dan launching Pustaka Ikapete. Selanjutnya, pengasuh Gus Sholah memberikan PR kegiatan dengan meminta dilaksanakannya launching buku ke-2, yaitu buku berjudul: Sama Tapi Berbeda; Potret Keluarga Besar KH. A. Wahid Hasyim.
Gus Sholah tampak sangat berkenan dan senang, Ikapete bisa memberikan suguhan tampilan kegiatan yang bermakna, bukan hanya sekedar kumpul-kumpul sesama alumni, tetapi memberikan catatan tinta sejarah yang bermakna.
Oleh: Lora Fawaid Abdullah, Santri Alumni Tebuireng, Pendiri & Ketua Umum Gerakan Nasional Generasi Indonesia Bersarung (GIB), Pengasuh PP. Al Aula Kombangan Bangkalan Madura
Baca juga: Teks Pidato KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya