tebuireng.co– Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) didirikan sekitar pada tahun 1825 di dusun Gedang kelurahan Tambak beras Oleh KH. Abdus Salam, bersama pengikutnya ia kemudian membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar (mushalla) dan tempat pondokan sementara, buat 25 orang pengikutnya.
Karena itu pondok pesantren KH. Abdus Salam juga dikenal Pondok Selawe (dua puluh lima). KH. Abdus Salam adalah seorang keturunan raja Brawijaya dari Majapahit sebagaimana silsilah berikut ini Abdussalam putra Abdul Jabbar putra Ahmad putra Pangeran Sumbu putra Pangeran Benowo putra jaka Tingkir (maskarebet) putra Lembu peteng Aqilah Brawijaya.
Nama KH. Abdus Salam kemudian lebih dikenal dengan nama Shoichah atau Kiai Shoichah kemudian beliau memperistri seorang putri dari kota Demak yaitu Muslimah. Dari pernikahanya beliau dikaruniai beberapa putra dan putri yaitu diantaranya yaitu Laiyyinah, Fatimah, Abu bakar, Murfu’ah, Jama’ah, Mustaharoh, Aly Ma’un, Fatawi dan Abu Sakur.
KH. Abdus Salam mempunyai beberapa santri. Dari santri-santri tersebut ada dua santri yang dijodohkan dengan putrinya yaitu Laiyyinah di jodohkan dengan Ustman. Dari hasil pernikahanya beliau dikaruniai seorang putri bernama Winih (nama aslinya Halimah) dan Halimah dijodohkan dengan seorang santri yaitu As’ary dari Demak cikal bakal pendiri Pondok Pesantren Tebuireng.
Baca juga: Profil Singkat Pondok Pesantren Tebuireng
Sedangkan Fathimah dijodohkan dengan Sa’id dari pernikahannya beliau di karuniai seorang putra yaitu Kasminah Chasbullah sebelum haji bernama Kasbi, Syafi’i sebelum haji bernama Kasdu, dan Asim sebelum haji bernama Kasmo. Setelah itu Pondok Nyelawe diteruskan oleh Kiai Ustman. Dan Kiai Sa’id mengembangkan sayap pendidikan pondok pesantren dengan mendirikan pondok pesantren di sebelah barat dusun Gedang setelah mendapat izin dari ayah maratuanya, yang kini menjadi Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Setelah Kiai Ustman dan Kiai Sa’id, yang meneruskan kepemimpinan pondok pesantren adalah Chasbulloh putra Kiai Sa’id sedangkan Pondok Kiai Ustman dikarenakan beliau tidak mempunyai putra sebagai penerus. Oleh sebab itu seluruh santri diboyong ke pondok barat dibawah asuhan Kiai Chasbulloh. Dalam mengembangkan Pondok Pesantren Kiai Chasbulloh ditemani seorang istri yang begitu sangat setia yaitu Nyai Latifah (asalnya A’isah) yang berasal dari desa Tawangsari Sepanjang Sidoarjo.
Tahun 1920 adalah dimana Kiai Chasbulloh dipanggil ke hadapan sang kholiq (wafat) kemudian pimpinan pondok pesantren diteruskan oleh putra-putranya yaitu Kiai Abdul Wahab, Kiai Abdul Hamid, dan Kiai Abdurrohim. Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam mengasuh pesantren tersebut. Nama itu justru berasal dari K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Ia memberikan nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri NU ini pulang ke rahmatullah pada tanggal 29 Desember 1971.
Mulai tahun 1987 kepemimpinan pondok pesantren dipegang secara kolektif oleh Dewan Pengasuh yang diketuai oleh KH. M. Sholeh Abdul Hamid. Mereka juga mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang diketuai oleh KH. Ahmad Fatih Abd. Rohim. Para kiai yang mengasuh PP. Bahrul Ulum itu diantaranya, KH. M. Sholeh Abdul Hamid, KH. Amanullah, KH. Hasib Abd. Wahab.
Di bawah kepemimpinan KH. M. Sholeh, PPBU mengalami perkembangan sangat pesat hingga muncul berbagai macam ribath atau komplek diataranya yaitu Induk Al-Muhajirin I, II, III dan IV, Al-Muhajirin putri I, II, III dan IV, As-Sa’idiyah putra I, II dan III, As-Sa’idiyah putri, Al-Muhibbin, Ar-Roudloh, Al-Ghozali putra dan putri, Al-Hikmah, Al-wahabiyah I dan II, Al-Fathimiyah, Al-Lathifiyah I, II dan III, An-Najiyah putra dan putri, Assalma, Al Fattah, Al Asyari, Komplek Chasbullah, Al Maliki, Al Hamidiyah. Setelah wafatnya KH. M. Sholeh Abdul Hamid pada tahun 2006 majlis pengasuh diteruskan oleh KH. Amanullah Abdurrahim yang wafat pada tahun 2007 hingga pada tahun 2010 hingga sekarang majelis pengasuh PPBU adalah KH. Hasib Abd. Wahab. (MT)
Baca juga: KH Abdul Fattah, Ajarkan Kemandirian Ekonomi