tebuireng.co– Alam sebagai makhluk Allah diciptakan dengan segala kelebihan dan manfaatnya bagi seluruh manusia. Khususnya bumi, salah satu planet yang menjadi tempat hidup sekian banyak makhluk. Sedangkan planet lain, ini masih menjadi perdebatan dan objek penelitian para ahli tentang ada atau tidaknya makhluk hidup di sana.
Menjaga alam menjadi tanggung jawab kita semua, karena alam yang dijaga akan memberikan kenyamanan di dalam kehidupan. Banyak tempat khususnya di Indonesia yang alamnya dijaga oleh masyarakat setempat terasa lebih nyaman saat dikunjungi dan betah berlama-lama tinggal di sana.
Hal itu pernah penulis alami saat berkunjung ke salah satu tempat yang disebut Wonosalam. Wonosalam adalah salah satu tempat yang memiliki banyak wisata alam, lokasinya terletak di daerah perbukitan. Perjalanan menuju ke sana kurang lebih satu jam dari kota Jombang dengan menggunakan sepeda motor. Bila menggunakan mobil, bisa jadi lebih lama sebab rute untuk sampai di sana penuh dengan tikungan tajam, jalan menanjak dan menurun. Maklum, rute seperti itu memanglah ciri khas daerah perbukitan atau pegunungan.
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan kala itu. Salah satunya ialah tentang betapa pentingnya menumbuhkan kesadaran kita untuk menjaga alam.
Sesuatu yang tampak pertama kali ketika sampai pada daerah ini adalah sejauh mata memandang, bangunan sebagai tempat aktivitas manusia, tetumbuhan hijau, dan pepohonan rimbun menyatu seakan saling melengkapi menjadi pemandangan yang segar dan memanjakan mata.
Selain itu, udara segar dapat dihirup dengan nyaman, bahkan meskipun kita hirup dalam-dalam tak mengapa. Tidak ada resiko batuk karena menghirup dengan kencang sebab polusi di sana sangatlah minim ditemukan.
Bukan tidak ada polusi, tetapi barangkali hal ini disebabkan oleh masih banyaknya tetumbuhan dan pepohonan sehingga polusi dari asap kendaraan dan lain-lain terkalahkan oleh kepak dedaunan hijau yang mempersembahkan oksigen dan udara yang segar.
Selain itu, di sana hampir tidak ditemukan sampah berserakan di mana-mana. Tentu saja bukan tidak ada sampah, akan tetapi semuanya diatur dengan rapi, tertata di tempatnya.
Sehingga yang dapat kita rasakan pertama kali menginjakkan kaki di tanah Wonosalam ialah hawa yang sejuk, nyaman dan segar. Setidaknya hal tersebut didapatkan karena penduduk di tempat ini menjaga lingkungan tempat tinggalnya dengan tetap memberikan ruang bagi tetumbuhan dan pepohonan di tengah pembangunan yang dilaksanakan.
Belajar dari pada itu, penting kiranya bagi kita semua untuk menyadari betapa urgennya menjaga bumi yang kita tempati. Sebagai dasar semua itu, al-Qu’ran hadir sebagai pedoman pengelolaan alam. Dede Rodin dalam jurnal al-Tahrir dengan judul Alquran dan Konservasi Lingkungan: Telaah Ayat-Ayat Ekologis merumuskan enam prinsip al-Quran dalam mengelola alam sebagai berikut;
Pertama, prinsip tauhid. Prinsip ini dapat diartikan secara luas bahwa tauhid bukan sekedar mengesakan Allah dan menganggap yang lain berbeda dengan-Nya. Bisa juga, menurut Dede yang menyandarkan argumennya kepada Nurcholis Majid bahwa tauhid punya makna menyatunya manusia, Tuhan dan alam dalam satu relasi yang paten. Dari ketiganya tersebut harus berjalan bersandingan tanpa bisa dipisahkan.
Selanjutnya, di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah adanya jagad raya ini. Karena itu, merusak lingkungan sama halnya dengan ingkar (kafir) terhadap kebesaran Allah (Dede Rodin:2017).
Kedua, prinsip bahwa alam dan lingkungan adalah bagian dari tanda-tanda (ayat) Allah di alam semesta. Menurutnya, ayat al-Quran merupakan ayat (tanda) yang tertuliskan sedangkan alam merupakan ayat yang dihamparkan. Selaras dengan argumen sebelumnya, bahwa dengan merusak lingkungan artinya adalah mengingkari tanda kebesaran-Nya.
Ketiga, prinsip kedudukan manusia sebagai hamba dan khalifah (wakil) Allah. Sebagai hamba maka manusia harus patuh terhadap segala tuntutan Tuhannya. Baik itu menuntut dengan bentuk perintah maupun larangan. Di sisi yang lain, manusia juga oleh Allah diakui sebagai khalifah (wakil)-Nya dalam mengelola alam raya ini, terkhusus yakni bumi sebagai tempat kehidupan manusia.
Maka, dengan hal tersebut manusia harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai dari dua hal dimaksud. Sebagai hamba ia harus patuh, dan sebagai khalifah ia harus bijak dalam melaksanakan tugasnya mengelola alam.
Keempat, prinsip amanah dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam. Sebagaimana kita pahami, bahwa amanah berarti dapat dipercaya untuk menerima sebuah tanggung jawab. Pada prinsip sebelumnya telah disinggung bahwa manusia mendapat mandat sebagai hamba dan wakil-Nya. Sikap amanah harus tertanam dalam tiap diri manusia untuk melengkapi prinsip kehambaan dan kekhalifahan tadi. Sebab tanpa adanya amanah, maka mustahil tugas sebagai hamba dan wakil terlaksana dengan sempurna.
Kelima, adalah prinsip kedilan. Tanpa adanya keadilan dalam mengelola alam, maka ketimpanganlah yang akan terlahir setelahnya. Baik ketimpangan ekonomi, sosial dan semacamnya. Sehingga dalam studinya tentang aswaja-materialisme, Roychan Fajar mengungkapkan bahwa ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di masyarakat saat ini ialah karena keserakahan sebagian kelompok tanpa memikirkan kelompok yang lain dalam mengelola sumber daya alam.
Eksploitasi lahan yang dilakukan sebagian pemodal dengan berlebihan terlihat tidak ramah terhadap lingkungan bahkan tampak bahwa yang mereka lakukan bukan lagi pemanfaatan alam untuk menopang kebutuhan hidupnya, akan tetapi ia berbuat layaknya penjarahan kekayaan alam untuk memuaskan nafsunya.
Keenam, prinsip keselarasan dan keseimbangan. Kedua hal tersebut tidak hanya penting untuk manusia aplikasikan sesama manusia saja, lebih dari itu, manusia juga harus selaras dan seimbang dalam mengelola alam. Sebab tanpa adanya keseimbangan tersebut maka kerugian jangka panjang sangat mungkin terjadi.
Contohnya dalam penebangan pohon. Sebagaimana kita ketahui bahwa batang pohon menjadi kebutuhan manusia dalam beberapa hal, di antaranya, sebagai bahan bangunan, perabotan rumah, bahan baku pembuatan kertas atau buku dan semacamnya.
Mengingat bahwa kebutuhan manusia akan pohon selalu meningkat dan penebangan pohon dengan jumlah banyak gencar dilakukan maka prinsip keselarasan dan keseimbangan harus betul-betul dipegang dengan cara menggalakkan penanaman bibit-bibit baru sebagai ganti dari pohon yang ditebang. Sebab kalau prinsip ini tidak dipegang maka bencana akan terjadi, kalau bumi dibiarkan tanpa adanya pepohonan, maka resiko banjir dan longsor sangatlah besar. Wallahu a’lam.
Oleh: Ahmad Fikri, mahasantri semester 3 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng
Baca juga: Kebersihan Pesantren Cermin Pendidikan Islam