tebuireng.co – Presiden Jokowi berbisik kepada saya saat haul Gus Dur ke-7 di Ciganjur pada tanggal 23 Desember 2016, beliau nitip salam, “Mbak Yenny, saat keliling ke daerah-daerah dan bertemu dengan para kiai dan masyayikh, tolong sampaikan salam saya kepada beliau dan masyarakat, karena para kiai, masyayikh, ulama dan masyarakat telah turut menjaga suhu toleransi di Indonesia.”
Presiden Jokowi juga sempat curhat tentang maraknya hoax (informasi bohong) yang menimpa Indonesia. Presiden kita, Pak Jokowi bukan anak PKI seperti yang dituduhkan beberapa orang. Padahal Ibu Presiden Indonesia ini paling rajin menghadiri pengajian, bahkan Ibunya Pak Jokowi adalah teman dari mertuanya Masruri Ghazali, ahli falak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal seperti ini yang harusnya kita luruskan, karena suasana kebatinan masyarakat sedang diaduk-aduk. Sekarang marak di masyarakat beredar gambar hoax, seperti kasus Al-Quran yang disobek-sobek, sehingga menimbulkan berbagai fitnah dan gunjingan di masyarakat, sosial media dan lain sebagainya.
Padahal setelah diteliti lebih lanjut, kasus tersebut terjadi di Malaysia. Ini menjadi hal yang sangat merugikan, sudah sibuk saling memfitnah dan mencaci tetapi hal tersebut tidak terjadi di Indonesia.
Oleh karena itu, marilah kita meneladani dua nilai dari prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh Gus Dur. Pertama, kun daaiman shodiqon, selalu bersikap jujur adalah prinsip pegangan kita dalam hidup.
[Tweet “Pesan Jokowi ke Yenny Wahid”]
Dalam hal apapun, barang yang paling utama adalah kejujuran, dengan begitu akan lebih mudah dalam menghadapi hoax. Tanggapan yang terjadi ketika mendengar hoax, “Ahh, hoax ora penting”. Karena sudah ada dalam batin kita, yakni ketahanan mental.
Kedua, kun daaiman lathifan, selalu bersifat lembut, lembut kepada yang lain. Baik yang seiman maupun yang tidak seiman, tetap perlakukan mereka dengan baik. Ajaklah orang berjalan kepada jalan Tuhanmu dengan jalan yang baik bukan dengan kekerasan, tetapi dengan cara bil ma’ruf. Gus Dur menerapkan hal ini dalam kehidupannya.
Jika orang sesat kita anggap sesat, tentu itu tindakan yang salah. Maka kalau ada orang yang melintasi jalan yang salah, kemudian kita tarik dan lempari lalu ditanya “Hai, mau ikut tidak?”, dia yang kita ajak justru tak akan ikut.
Gus Dur dikenal sebagai bapak pluralisme dan dicintai oleh banyak orang lintas agama. Presiden Jokowi menjabat RI 1 saat Gus Dur sudah wafat.
Jika dengan cara yang lembut, diajak dengan nada bicara yang lembut “Hai, jalan yang benar itu di sana!”, dengan cara dituntun maka Insya Allah dia akan mau ikut ke jalan yang benar. Setiap manusia mempunyai perbedaan pendapat, karena manusia tempat perbedaan.
Perbedaan bukanlah hal yang dapat memecah belah kita, tetapi menyatukan kita. Inilah keyakinan Gus Dur.
Bukan harta benda yang diwariskan Gus Dur kepada kita, tetapi pelajaran hidup yang sangat berarti. Gus Dur memiliki ungkapan yang masyhur, “Gitu aja kok repot”. Dari ungkapan itu, saya sempat bicara dengan Presiden Jokowi.
“Pak, kalau anda lagi ada masalah jangan khawatir, jika masalah itu ada pemecahannya ya sudah jangan stres, jika masalah itu tidak ada pemecahannya, ya tidak usah terlalu dipikir, ngapain juga dipikir. Gitu aja kok repot”.
Nah, hal itu sebetulnya berangkat dari qoidah fiqh, yasir wa laa tuassir, permudahlah, jangan dipersulit. dalam tulisan Gus Dur juga banyak membahas hal ini.
*Yenny Wahid, disampaikan dalam sambutan Haul Gus Dur ke-7 di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.