Pondok Pesantren dan Pengembangan di Masa Depan – Peranan pondok pesantren dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu peranan dasar, peranan saling menunjang (komplementer) dan peranan pelengkap (suplementer) belaka. Peranan terakhir ini dapat dilihat, umpamanya, dalam kerja motivasi KKB (Kependudukan & Keluarga Berencana) yang dilakukan sementara pondok pesantren dewasa ini, sedangkan peranan saling menunjang dapat dilihat pada kerja melaksanakan program UPGK melalui jalur keagamaan di satu – dua pondok pesantren. Beda antara keduanya adalah dalam lingkup dan jangkauan kerja yang dilakukan. Pada peranan pelengkap, pondok pesantren mengerjakan bagian yang sudah ditentukan oleh pihak lain dalam sebuah program lebih besar yang disusun dan direncanakan oleh kalangan luar pondok pesantren sendiri. Sedangkan pada peranan saling menunjang, pihak lain dengan terbuka membuka dirinya dan mempersilahkan pondok pesantren untuk menentukan sendiri wilayah garapan yang diingini, dalam sebuah kerangka yang bulat dan otonom terhadap apa yang dilakukan dalam kerangka yang lebih luas di luar pondok pesantren.
Fungsi dasar pondok pesantren meliputi hal-hal berikut :
- Pendidikan formal di bidang keagamaan dan kemasyarakatan melalui sistem sekolah dan kursus;
- Pelayanan masyarakat, melalui kegiatan konsultasi, bimbingan maupun pengembangan masyarakat;
- Dakwah, melalui pengajian umum dan khusus, dan seterusnya;
- Pengembangan pemikiran keagamaan dan kemasyarakatan melalui majlis-majlis hukum agama, kajian dan penyebaran informasi;
- Pembentukan jaringan komunikasi eksternal yang bersifat antar golongan.
Fungsi-fungsi di atas menghendaki penanganan kerja pengembangan pondok pesantren dalam dua dimensi (itar) : (1) Dimensi keparipurnaan kerja penanganan itu sendiri (comprehensiviness) dan (2) Dimensi pendalaman masalah dan kerja rintisan sebagai watak kegiatan yang dilakukan.
Setelah mengetahui serba sedikit peranan dasar yang harus dilakukan pondok pesantren dalam kehidupan masyarakat, maka kita harus melihat kepada masalah-masalah dasar yang dihadapi pondok pesantren, sebelum dapat menentukan kerja pengembangan yang seharusnya dilakukan. Masalah-masalah dasar itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik yang bersifat internal (seperti kualitas pimpinan pondok pesantren dan pelestariannya) maupun yang bersifat eksternal (seperti hubungan antara pondok pesantren dan lembaga-lembaga formal di luarnya).
Namun, pada dasarnya masalah utama yang dihadapi pondok pesantren dapat dibagi ke dalam hal-hal berikut :
- Masalah identitas diri pondok pesantren, dalam hubungannya dengan kemandiriannya terhadap lembaga-lembaga lain dalam masyarakat;
- Masalah jenis pendidikan yang dipilih untuk dikelola;
- Masalah pemeliharaan sumber-sumber daya internal yang ada dan pemanfaatannya bagi pengembangan pondok pesantren sendiri;
- Masalah antisipasi ke masa depan, dalam hubungannya dengan peranan-peranan dasar yang akan dilakukan.
Kesemua masalah di atas bertumpu juga pada kemelut identitas yang sangat dahsyat, yang dihadapi pondok pesantren, yaitu dalam hubungan wawasan pendidikan yang dimilikinya. Di masa lampau, pondok pesantren adalah satu-satunya sistem pendidikan nasional yang beridiri kukuh dari Sabang sampai Ternate, seperti dicontohkan oleh penggunaan tulisan/skrip Arab secara meluas dan penyerapab begitu banyak perbendaharaan kata dari bahasa Arab dalam bahasa pergaulan (lingua franca) kepulauan Nusantara waktu itu, yaitu bahasa Melayu. Fungsi dasarnya selaku sistem pendidikan nasional waktu itu adalah untuk menunjang tegaknya Hukum Islam (dalam hal ini Fiqh) sebagai sistem hukum nasional yang berlaku secara umum di seluruh kepulauan Nusantara (terkecuali di pusat-pusat kerajaan atau di daerah-daerah kekuasaan ‘adat’).
Datangnya pemerintahan jajahan yang membawakan sistem pendidikan nasional dan sistem hukum nasional yang ‘di-Barat-kan’, dengan sendirinya menggusur pondok pesantren dari kedudukan selaku pelembagaan sistem pendidikan nasional dari masa lampau itu. Pondok pesantren bahkan ‘turun pangkat’ dua tingkat, menjadi subsistem-subsistem pendidikan nasional, yaitu menjadi onderbouw dari Pendidikan Agama Islam. Penurunan jangkauan pondok pesantren ini dengan sendirinya membawakan pula kemelut dalam wawasan yang dimilikinya. Pondok pesantren tidak dapat mengubah wawasan pendidikannya begitu saja, yang dahulunya sarat dengan lingkup universal, tanpa kehilangan identitas diri semula. Namun, ia juga tidak dapat mengabaikan tuntutan masyarakat akan kejelasan posisinya dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional. Tanpa mampu memecahkan masalah dilematik seperti itu, pondok pesantren jelas sekali tidak akan mampu melakukan kerja pengembangan apapun dalam kerangka konsepsional yang bersifat paripurna.
Dengan demikian, di hadapan kita terbentang pembagian kerja penanganan yang harus dilakukan, yaitu : di satu pihak ditangani masalah kemelut wawasan pondok pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan secara tuntas, sedangkan di pihak lain dilakukan kerja yang dimaksudkan untuk menangani kebutuhan-kebutuhan kegiatan yang harus tetap dilakukan tanpa menunggu penyelesaian masalah utama di atas.
Baca Juga: Sistem Organisasi di Lingkungan Pesantren
Cara membuat keseimbangan dalam pengembangan pondok pesantren dalam pembagian antara masalah utama yang bersifat konsepsional paripurna di atas dan masalah-masalah lain, adalah dengan merangkum keseluruhan kerja ke dalam tiga bidang berikut :
- Kajian dan kerja rintisan di bidang sistem pendidikan Islam di negeri kita, dengan proyeksi kepada integrasi ke dalam sebuah sistem pendidikan nasional yang benar-benar terpadu;
- Kerja rintisan di bidang pengabdian masyarakat dan pembentukan jaringan komunikasi antar golongan;
- Kerja rintisan di bidang pemikiran keagamaan dan kemasyarakatan, dengan proyeksi khusus pada penumbuhan etos kemasyarakatan yang sesuai dengan tuntutan keadaan.
Rasanya, patutlah renungan kita curahkan pada operasionalisasi ketiga jenis kerja di atas.