tebuireng.co – Pola pikir kaum Wahabi diceritakan dalam sebuah novel best seller (based on true story) berjudul Inside The Kingdom, My Life In Saudi Arabia, karya Carmen bin Ladin (2006)
Carmen adalah wanita Swiss berdarah Persia yang menikah dengan Yeslam, salah seorang putra dari Syaikh Muhammad Bin Ladin, pemilik perusahaan konstruksi terbesar di Saudi Arabia.
Pernikahannya dengan pria Arab ini, menjadikan Carmen merasa terasing, terkungkung, dan tak mampu mengembangkan potensinya karena pola pikir kaum Wahabi yang keras.
Hubungan antara Syaikh Muhammad Bin Ladin dan Keluarga Kerajan Saudi, khususnya Raja Faisal sangat dekat. Hubungan antara pengusaha dan penguasa tersebut begitu kompleks dan saling berkelindan membentuk sebuah keluarga besar yang sangat kuat dan sangat berpengaruh di Saudi Arabia.
Setelah menikah dengan Yeslam, Carmen hidup dalam pergaulan elit keluarga pengusaha dan penguasa Saudi Arabia. Kesimpulan Carmen mengenai Wahabi di atas dinyatakan di bagian akhir novel tersebut setelah dia susah payah memahami kehidupan suaminya, keluarganya, dan orang-orang Saudi Arabia.
Carmen tidak kaget ketika mengetahui hampir seluruh teroris yang menabrakkan pesawatnya pada peristiwa 11/9/2001 adalah orang-orang Saudi karena begitulah pola pikir kaum Wahabi.
“Orang-orang Saudi memiliki pendirian yang tak tergoyahkan bahwa hanya merekalah yang benar. Arab Saudi merupakan lahan subur persemaian sikap intoleran dan sikap arogan serta sikap mencemooh terhadap orang di luar mereka,” tulis Carmen pedas.
Carmen menjelaskan, saudara-saudara iparnya–anak-anak Bin Ladin– ketika kuliah atau bepergian ke Eropa dan Amerika terkenal sebagai playboy ulung.
Osama bin Laden, misalnya, ketika muda dan tinggal di Libanon, terkenal sebagai playboy kelas atas yang menghambur-hamburkan uang untuk berkencan dengan wanita-wanita cantik.
Namun aneh, ketika kembali ke Saudi Arabia, Osama kemudian menjadi orang yang sangat ekstrim, keras, dan sangat wahabis.
Kenapa demikian? Tutur Carmen, karena itulah satu-satunya cara untuk mendapat kehormatan di kalangan keluarga Saudi. Makin ekstrim, makin keras, dan kejam–maka makin dihormati oleh masyarakatnya sebagai seorang muslim yang taat.
Menurut Carmen, mungkin bisa ditambahkan, Osama sedang menjalankan redemption. Penebusan dosa atas laku buruknya, mabok minuman dan madon sewaktu masih muda.
Redemption-nya melakulan “pembelaan dan penyebaran” Islam dengan cara apa pun. Karena dalam Islam ada semacam dalil, mengislamkan orang dan menghancurkan musuh imbalannya tak ada yang lain, kecuali sorga).
Lalu, bagaimana kelicikannya?
Kelicikannya, seperti dipaparkan Grand Shaykh Al-Azhar Ali Jum’ah, para pengikut Wahabi telah mengubah nama Wahabi menjadi Salafi untuk mengelabuhi umat Islam: bahwa ajaran Wahabi tidak bersumber dari Muhammad ibn ‘Abd al-Wahab, melainkan dari generasi Salaf.
Generasi Salaf adalah suatu periode generasi dalam sejarah Islam yang dekat dengan zaman Nabi. Karena itu kebenarannya mendapat pengakuan umat Islam mayoritas. Tujuannya, agar mereka merasa aman dari sorotan masyarakat dalam menyebarkan dakwahnya.
Carmen melihat sejak merebaknya radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme, paham Wahabi telah menjadi pihak tertuduh yang berada di balik semua itu. Wahabisme terkesan menjadi paham yang intoleran terhadap paham lain.
Hampir semua paham yang berbeda dengan Wahabi, menurut Ali Jum’ah, mendapat cap yang “mengerikan.”
Mereka mengampanyekan takfir (pengafiran), tashrik (pemusyrikan), tabdi’ (pembid’ahan) kepada kalangan yang tak sepaham dgn Wahabi. Semua itu menunjukkan betapa intolerannya paham Wahabi terhadap paham lain.
Jangankan pada agama lain, terhadap agama Islam yang berbeda pandangan pun, kaum Wahabi mengafirkannya. Bahkan menghalalkan darahnya.
Itulah sebabnya ketika pasukan Wahabi atas bantuan Inggris menyerbu wilayah Hijaz—milik Turki Ostmani—mayat yang dibunuh secara kejam dan brutal bergelimpangan di mana-mana. Yang dibunuh tak hanya tentara Turki, tapi juga perempuan hamil, orang tua, dan ulama.
Carmen yang mengalami dan merasakan hidup dalam masyarakat Saudi Arabia. Orang-orang Saudi, tulis Carmen, adalah pelindung keortodokan paling absolut di dunia Islam.
Satu-satunya perbedaan antara Islam Saudi dengan kalangan garis keras Taliban Afganistan adalah kekayaan dan kemewahan yang dinikmati secara pribadi oleh Keluarga al-Saud.
Orang Saudi adalah kalangan garis keras Taliban yang hidup dalam kemewahan. Semua itu terjadi karena pegangan hidupnya: Wahabi!
Novel ini sangat menarik karena mengupas paham Salafi Wahabi dengan berbagai pandangan yang komprehensif.
Syaefudin Simon
When someone writes an piece of writing he/she retains the idea of a user
in his/her mind that how a user can know it. Thus that’s
why this paragraph is great. Thanks!