• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Plato dan Jejak langkah Pemikirannya

Hilmi Abedillah by Hilmi Abedillah
2021-07-23
in News, Tokoh
0
Patung Plato, seorang filisuf besar Yunani

Patung Plato, seorang filisuf besar Yunani

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co – Plato, nama akrab di telinga kita, seseorang filsuf kelahiran tahun 427 SM dalam keluarga kebangsaan Athena yang kaya raya. Di masa itulah orang tua hingga kakek hidup di tengah kekuasaan yang paling hebat dan terlibat dalam politik di kotanya itu.

Berbagai karya Plato, termasuk buku-buku filsafat yang membahas dirinya merupakan bukti autentik bahwa dia telah mendapatkan pendidikan yang baik. Terlepas dari problematika politik yang sangat keras saat itu, Plato dapat menjadi cendekiawan muda dengan penuh prestasi gemilang, memahami puisi klasik, berbagai drama penulis besar dan riset para filsuf sebelumnya.

Pada saat berusia 21, Athena memiliki pasar yang menjadi tempat ide-ide baru bermunculan sehingga menarik perhatian para pemikir terkemuka dan menarik mereka ke Athena. Akhirnya tempat itu menjadi pusat pemikiran yang di situ diadakan berbagai pembahasan tentang ide baru, didiskusikan, dieksplorasi, dianalisis, dan dievaluasi.

Plato terus bertumbuh kembang dalam kehangatan iklim attice, di mana masyarakatnya bergantian datang ke majelis tinggi rakyat, pengadilan rakyat, teater, dan tempat olahraga. Hanya sekadar untuk bersosialisasi, mencari hiburan hingga belajar berpidato dan berargumentasi. Kaum sofis merupakan salah satu tokoh yang sangat terkenal sebagai profesional dalam seni berargumentasi, ahli teori tentang nilai, dan lain-lain.

Plato adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik, yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan “Ideal”. Dia juga menulis “Hukum” dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama.

Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau Negara.

Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.
Dalam menghadapi hal ini maka di setiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang harus dididik khusus.

Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, golongan penjaga yang tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui yang baik dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, pembantu atau prajurit. Ketiga, golongan pekerja atau petani yang menanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis.

Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama-ratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.

Di buku “Jejak langkah Pemikiran Plato” disajikan dengan versi dialog antar filsuf, seperti Socrates, Laches dan Nicias yang berdiskusi berkaitan “keberanian”. Socrates yang memiliki khas dialog dengan terus menerus memberikan pertanyaan-pertanyaan dan menolak penalaran yang disandarkan pada seseorang ahli dengan kebiasaan irasional untuk mengikuti orang banyak.

Laches mencoba memberikan definisi tentang keberanian, “Saya menganggap keberanian itu semacam ketetapan hati, apabila saya harus berbicara tentang apa yang umum untuk semua kasus”.

Definisi ini diuji oleh Socrates, guru dari Plato ini menggunakan metode kaum sofis dengan mengembangkan bentuk adu pendapat, seseorang pembicara mengajukan tesis dan lawan bicara berupaya membuatnya berada dalam suasana kontradiksi dengan dirinya sendiri. Atau dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang sistematis. Pada akhirnya Laches menyadari definisi yang disampaikannya sangat kurang dan masih perlu kajian mendalam setelah diuji oleh Socrates.

Di lain sisi, Socrates mengajak Nicias untuk ikut serta dalam perbincangan mengenai “keberanian”. Keduanya sudah sangat akrab, bahkan Nicias tidak hanya mengenal metode Socrates, lebih dari itu dia mengenal ide filsafat Socrates. “Saya sering mendengar anda berkata: seseorang manusia itu dikatakan baik dalam segala sesuatu yang di situ dia bijaksana, dan buruk dalam segala sesuatu yang di situ dia tidak tahu” ujar Nicias, sederhananya kita perlu pengetahuan dan keahlian untuk berbuat kebaikan.

Plato memandang apa pun di dunia sekarang pada dasarnya sudah pernah dijalankan di “dunia sana,” terserah manusia di dunia ini membuktikannya, manusia sekedar mengulang-ulang atau mengingat kembali yang dahulu pernah dilakukan. Berkaitan dengan maksud ini, realitas menurut pandangan Plato dibagi menjadi dua dunia.

Pertama, dunia yang terbuka bagi rasio. Kedua, dunia yang terbuka bagi panca indra. Dunia fisik yang dirasakan indera adalah keadaan yang terus-menerus berubah sedangkan realitas yang disadari oleh rasio bersifat abadi. Manusia termasuk kedua dunia tersebut karena mengenalnya. Melalui rasio, manusia dapat memurnikan dugaan-dugaan tentang ide universal sehingga mendekati realitas sesungguhnya. Plato mendamaikan kontradiksi antara pemikiran Parmenides dan Heraclitus; yang satu terfokus pada dunia ide saja dan yang lain pada jasmani.


Aristoteles adalah murid Plato. Filsafat yang dikembangkan Aristoteles terpusat pada persoalan benda dan bentuk. Aristoteles memisahkan yang absolut antara ide dan kenyataan lahir karena bentuk turut serta memberikan kenyataan kepada benda; benda yang lahir adalah barang yang berbentuk (Hatta, 1986:126). Segitiga, anjing, dan pohon tidak semu sebagaimana anggapan Plato, melainkan realitas sesungguhnya. Alam ini tidak bisa tidak ada. Alam adalah suatu cetakan ontologis yang tidak mungkin fana.


Aristoteles mengajukan sejumlah dalil yang menentang habis teori dunia ide Plato. Aristoteles menegaskan ide atau bentuk bersifat individual dan mustahil bersifat umum: jika bentuk “manusia” memang berdiri sendiri, berarti bentuk ini merupakan individu, sebagaimana individu konkret yang bernama Socrates.

Pendekatan Plato terhadap dunia secara hakiki bersifat religius. Pendekatan Aristoteles cenderung ilmiah. Itulah sebabnya mengapa Aristoteles tidak sependapat jika dunia yang manusia huni ini semu. Aristoteles memang setuju jika anjing tertentu berubah dan tidak ada anjing yang hidup untuk selamanya. Aristoteles juga setuju jika bentuk nyata anjing itu abadi, tetapi anjing ide adalah konsep yang dibentuk oleh manusia setelah melihat beberapa anjing tertentu. Dengan perkataan lain, anjing ide tidak memiliki eksistensinya sendiri.

Diskusi pun dilanjutkan Nicias mencoba mendefinisikan keberanian. Menurutnya, keberanian identik dengan kebijaksanaan dan pengetahuan. Seperti halnya Laches, definisi ini pun diujikan oleh Socrates.

“Anda berbicara omong kosong. Misalnya saja, pada kasus penyakit, bukannya dokter yang tahu tentang apa yang harus ditakuti? Atau inikah pendapatmu bahwa yang tahu merupakan seseorang pemberani? Atau anda sebut dokter seseorang pemberani?

Pertanyaan serupa ditanyakan oleh Laches, “Menurutmu dia (dokter) mengetahui mana yang harus ditakuti seseorang manusia, sembuh atau tetap sakit? Katakan padaku apakah selalu lebih baik hidup dari pada mati?”

Tidak hanya itu, Socrates melanjutkan pembicaraan untuk memberikan konsekuesi yang lebih aneh kepada argumentasi Nicias. “Jika keberanian merupakan bentuk kebijaksanaan atau pengetahuan, maka tidak akan tepat untuk menyebut seekor binatang sebagai pemberani.”


Nicias menerima hal ini dan bersedia menyatakan seekor binatang atau dalam hal ini anak-anak, tak kenal takut, gegabah atau nekat, namun karena mereka bertindak tanpa pemikiran terlebih dahulu, dia tidak akan menyebut mereka pemberani.

Lalu seperti apa keberanian itu, dan definisi terbaik untuk mendeskripsikan keberanian itu seperti apa? Buku David Milleng tentang Plato membuat kita ikut serta menjadi filsuf karena menjadi peserta dialog dalam hal hal sederhana. Tentunya buku yang membedah pemikiran Plato ini direkomendasikan untuk mereka yang cukup umur agar tidak tersesat di tengah jalan.


Wahyu/Abdurrahman

Tags: bukufilsafatplatoresensi
Previous Post

10 Kalimat Dzikir Bakda Subuh dari Imam al-Ghazali

Next Post

Rene Descartes: Filsuf yang Mengakui Tuhan

Hilmi Abedillah

Hilmi Abedillah

Santri Tebuireng, hobi menulis dan mendesain.

Next Post
Rene Descartes, sosok pemikir yang mengakui keberadaan Tuhan

Rene Descartes: Filsuf yang Mengakui Tuhan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri
  • Manusia dalam Pancasila: Makhluk Monoplural yang Menyatu dalam Keberagaman
  • Menjadi Mandiri: Seni Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng