Pesantren Kids adalah program mondok untuk anak-anak sekolah dasar. Di Wareng, Purworejo, Jawa Tengah, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah yang menerapkan wajib mondok bagi siswa-siswi kelas 6, awalnya. Tahun berikutnya, banyak siswa kelas 5 yang tertarik ikutan mondok bareng kakak kelas tanpa kebijakan wajib mondok. Di Yogja, program serupa dengan durasi pendek dijalankan oleh Madina Institute Indonesia yang memanfaatkan liburan sekolah dasar. Para siswa dikenalkan ajaran-ajaran Islam dasar sembari praktik dan bermain, mengenal keseharian dalam pesantren, hingga belajar sambil wisata.
Sekitar 1998-an, Madrasah Raudlatul Ulum Mojosari juga mengadakan program perkemahan Sabtu malam Minggu (Persami) untuk kelas lima dan enam di sekolah ketika liburan panjang. Isinya menghafal nadham pendek yang sudah diringkas ulang oleh para guru dan belakangan saya tahu potongan bait kitab Alālā, Syifā Al-Jinān, dan Al-Amtsilah At-Taṣrīfiyah. Di antara program lainnya adalah lomba memasak antarkelompok, praktik shalat Dhuha dan Tahajjud. Persis kehidupan harian ala kebanyakan santri salaf pada masanya.
Pada 2014an di Cape Town, Afrika Selatan juga ada program serupa, Youth Program. Anak-anak usia remaja yang sedang liburan diajak diskusi keislaman antara pelajar Islam dengan para peserta sembari bakar-bakar daging (BBQ), main bola, camping, dan semisalnya dalam program yang sudah terencana. Intinya membuka ruang mengenal lebih mendalam tentang Islam. Akhir-akhir ini, Pesantren Tebuireng juga memberikan ruang outing class buat anak-anak TK di daerah Jombang untuk mengenal lebih dekat tentang pesantren. Dengan dampingan para pembina pesantren, anak-anak diajak menyusuri pesantren dengan program-program yang sudah terencana.
Bila menilik sejarah, pesantren memang memiliki program “kilatan” yang dilangsungkan khusus di bulan Ramadhan. Program khusus selama satu bulan para santri diberikan kebebasan untuk cross-pondok pesantren. Ada kajian kitab-kitab khusus yang memang sengaja dikhatamkan oleh pondok-podok salaf selama bulan suci. Para santri bisa memilih pondok mana saja yang mereka kehendaki dan kitab yang rencana dikhatamkan. Tidak harus dalam pondok dimana mereka sedang mengangsuh keilmuan.
Ternyata dalam perkembangan hari ini, program pesantren kilat menyesuai seiring perkembangan dan kebutuhan zaman dan local wisdom, yaṣluḥ lilkulli zamān wa makān. Tentu menjalankan program-program tersebut membutuhkan tenaga ekstra. Akan tetapi sekilas pandang, nampak ringan bila yang mengoperasikan program adalah tenaga muda, dari pondok mahasiswa atau yang baru-baru ini diperkenalkan oleh pemerintah sebagai Ma’had Al-Jami’ah dan Ma’had Aly. Peserta yang dilibatkan bisa dari kalangan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Juga ilmu pengetahuan tentang parenting bagi para orangtua yang sedang menunggu putra-putri mereka yang sedang terlibat program, sehingga orangtua tidak dalam kejenuhan atau obrolan yang sia-sia.
Di pondok mahasiswa, Ma’had Al-Jamiah, para peserta tidak hanya akan mengenal bagaimana hidup di pesantren, melainkan mereka akan masuk museum dengan beraneka macam fakultas yang sudah membaur jadi satu di dalamnya. Para mahasiswa berbagai jurusan siap menyambut dan bersentuhan. Sedangkan di Ma’had Aly, mereka akan menemukan keindahan wisata bahari dalam lautan khazanah Islam. Tentu dialog antar-personal itulah yang mengantarkan para peserta dengan para santri (mahasantri) sebagai pintu masuk mengenal lebih detil tentang pesantren dan keislaman.
Peluang tersebut dimiliki oleh perguran tinggi mana pun yang menyediakan asrama mahasiswa (Ma’had Al-Jamiah atau Ma’had Aly). Selain sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, juga sebagai proses pengenalan lembaga almamater dengan rentetan sejarahnya.
Baca juga: Pesantren di Tengah Potensi “Penjajahan”